Force Majeur Relatif Muncul dalam Kasus PHK Karyawan Sogo
Berita

Force Majeur Relatif Muncul dalam Kasus PHK Karyawan Sogo

PHK terhadap 51 orang pekerja Sogo Plaza Indonesia berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial. PHK dilakukan karena alasan keadaan memaksa. Perdebatannya, apak saja yang masuk kategori keadaan memaksa.

Oleh:
CRK
Bacaan 2 Menit
<i>Force Majeur Relatif</i> Muncul dalam Kasus PHK Karyawan Sogo
Hukumonline

 

Pekerja menolak

Argumen PLI tetap ditolak ke-51 pekerja. Mereka menolak PHK karena dasar keadaan memaksa relatif yang disebut Nawawi tidak valid. Para pekerja mengutip Pasal 61 huruf d UU Ketenagakerjaan, bahwa keadaan memaksa ialah kejadian tertentu seperti bencana alam, kerusuhan sosial atau gangguan keamanan.

 

Andika, salah wakil pekerja mempertanyakan alasan diputuskannya perjanjian sewa sebagai force majeure PLI, Yang ada cuma perubahan konsep. Menurut dia, pemiliknya perusahaan tetap sama, yang berubah hanya konsep. Selain itu, sejak awal force majeure tidak pernah dijadikan argumen oleh pengusaha. Hal ini penelusuran hukumonline dimana dalam berkas jawaban tidak disebutkan secara detail mengenai adanya keadaan memaksa. Demikian pula saat perundingan bipartid dan proses mediasi. Tetapi ketika persidangan PHI, unsur keadaan memaksa menjadi muncul.

 

Ditegaskan Andika, para pekerja secara tegas menolak setiap bentuk PHK. Agar tidak diPHK, Andika mengusulkan agar dia dan rekan-rekannya ditempatkan di gerai Sogo yang ada di luar Plaza Indonesia seperti Sogo Kelapa Gading, Sogo Mal Pondok Indah II, Sogo Plaza Senayan, Sogo Food Hall Senayan City, dan Sogo Food Hall Grand Indonesia.

 

Buruh menuntut, majikan yang menentukan. Keinginan pekerja akan kemungkinan dipekerjakan ditempat lain tersebut ditampik oleh PLI. Menurut PLI dalam gugatannya, ada 214 orang pekerja di Sogo yang sudah agak dipaksakan penempatannya di cabang lain. Pengacara PLI, Nawawi, menjelaskan bahwa pekerja tidak dapat memaksakan keinginannya kepada manajemen.

 

Pekerja maunya apa? Kami bingung. Kami tidak bisa kalau mempekerjakan mereka sesuai dengan posisi sebelumnya dan sesuai dengan keinginan mereka, karena akan mengorbankan orang lain. Kenapa mereka tidak mau di PHK dan kemudian ditaruh ditempat lain? ujar Nawawi.

 

Selain itu Nawawi juga berpandangan akan banyak kecemburuan dari pekerja lain bila para pekerja ditempatkan di jabatan baru yang lebih rendah dengan upah dan tunjangan yang tetap. Saat ditanyakan dugaan pekerja bahwa PLI mulai mempekerjakan orang lain melalui outsourcing, Nawawi menukas, Itu kasus lain lagi.

 

Masalah itu pula yang mencuat dalam sidang lanjutan perselisihan 51 orang pekerja dengan PT Panen Lestari Internusa (PLI) di Pengadilan Hubungan Industrial, Kamis (10/5) pekan lalu. Kedua pihak sebenarnya sudah berusaha menyelesaikan urusan lewat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta. Namun PLI tidak setuju anjuran Disnakertrans agar perusahaan membayar pasongan dua kali lipat.

 

PLI hanya bersedia membayar satu kali. Menurut perusahaan ini, PHK terpaksa dilakukan karena terjadinya keadaan memaksa atau force majeur. Keadaan memaksa itu sifatnya relatif alias force majeur relatif. Para pekerja menolak, sehingga PLI mengajukan gugatan.

 

Tak mau kalah, para pekerja juga mendaftarkan gugatan. Mereka tak bersedia dibayar dua kali gaji, melainkan menuntut untuk dipekerjakan kembali. Namun dalam perjalanan, gugatan ini dicabut. Para pekerja memilih berkonsentrasi meladeni gugatan PLI. Mereka meminta kepada majelis hakim untuk membayar upah pekerja yang terhenti sejak Maret lalu.

 

Keadaan memaksa relatif yang mendasari PHK dimaksud adalah pemutusan perjanjian sewa dari PT Plaza Indonesia Realty Tbk pada 28 Februari 2007. Plaza Indonesia ingin mengubah konsep gerai dari food hall menjadi good hall gourmet. Kuas hukum PLI Andi Abdurrahman Nawawi mengatakan bahwa force majeur yang menimpa PLI adalah keadaan memaksa related. Ia mengakui bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan hanya mengenal force majeur absolute seperti bencana alam. Namun, keadaan memaksa yang menimpa kliennya tak bisa dihindari. Tangan PLI terikat, ujarnya memberi perumpamaan. Ia menganalogikan yang dialami kliennya dengan keadaan memaksa akibat perubahan undang-undang.

 

Sayang, ketika ditanya Hukumonline lebih jauh tentang keadaan memaksa relatif tersebut, Nawawi menolak menjelaskan. Ini bagian dari strategi kami. Akan kami saat pembuktian nanti, tandasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: