Gadai Saham Kembali Menuai Sengketa
Utama

Gadai Saham Kembali Menuai Sengketa

Pemegang saham PT Swabara Mining and Energy mempersoalkan eksekusi gadai saham yang dilakukan secara privat. Eksekusi gadai saham harus selalu melalui lelang di muka umum?

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Gadai Saham Kembali Menuai Sengketa
Hukumonline

Akibat tak kunjung melunasi kewajibannya, pada 2001 Deutsche Bank menolak memberikan penjadwalan pembayaran hutang. Selanjutnya,pada  6 Desember 2001 Deusche Bank lantas mengajukan penetapan eksekusi gadai saham ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. PN Jaksel kemudian mengeluarkan penetapan pada 11 Desember 2001. Namun, hasil penjualan saham tersebut hanyalah senilai AS$46 juta.  

Masih menurut sumber hukumonline, pada Februari lalu, Becket sebenarnya mengajukan gugatan terhadap Deutsche Bank di PN Jaksel. Namun, sebelum sidang pertama dimulai, gugatan tersebut dicabut.  Becket kemudian mengajukan permohonan pembatalan penetapan eksekusi saham ke Pengadilan Tinggi Jakarta.

Berdasarkan pengumuman Lucas, pada 25 Februari lalu, Pengadilan Tinggi Jakarta telah membatalkan penetapan PN Jaksel perihal eksekusi gadai saham Asminco di Indonesia Bulk Terminal dan PT Adaro Indonesia, saham Becket di Swabara, dan saham Swabara di Asminco.

Ketika dihubungi hukumonline kemarin (7/3), Lucas menandaskan bahwa persoalannya terletak pada penjualan saham yang dilakukan secara privat, bukan melalui lelang, oleh Deutsche Bank. Kata Lucas, objek gadai tidak bisa dijual begitu saja di bawah tangan, namun harus melalui mekanisme lelang.

Menyangkut gadai itu tidak bisa dikesampingkan, karena ketentuan buku II KUHPerdata itu bersifat memaksa (dwingend), jadi tidak bisa dikesampingkan. Tidak ada perjanjian yang bisa mengesampingkan kecuali telah diatur secara tegas dalam undang-undang lain, ujar Lucas. Pendapatnya ini merujuk pada ketentuan Pasal 1155 KUHPerdata.

Lebih jauh, dia mengatakan, Deutsche Bank seharusnya mengajukan gugatan, untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, bukan mengajukan penetapan eksekusi gadai saham. Sebab, persoalan sudah masuk dalam lingkup sengketa yang harus diselesaikan dengan gugat menggugat, dan bukan melalui voluntair (pemberitahuan).

Selain itu, Lucas berpendapat, penetapan Pengadilan Tinggi Jakarta bersifat final dan mengikat. Argumennya, Pengadilan Tinggi adalah garis depan pengawasan MA (voorpost).

Telah diperjanjikan

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Deutsche Bank, Amir Syamsuddin menyatakan tidak ada persoalan dengan eksekusi gadai saham secara privat (. Sebab menurutnya, cara tersebut telah diperjanjikan sebelumnya di dalam perjanjian gadai saham. Sama dengan Lucas, Amir mengacu pada Pasal 1155 KUHPerdata.

Penjualan saham harus dilakukan di muka umum, kecuali diperjanjikan lain. Jadi bisa dilakukan dengan pengecualian itu, ujarnya kepada hukumonline (7/3).

Pasal 1155 KUHPerdata (1)

Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berpiutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan setempat serta atas syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. 

Amir juga menambahkan, penetapan eksekusi saham yang dimintakan oleh Deutsche Bank hanya untuk memperkuat penjualan saham. Tanpa penetapan itu sendiri, papar Amir, kreditor tetap dapat mengeksekusi gadai saham sesuai dengan yang diperjanjikan.

Sebagai upaya hukum, Deutsche Bank akan mengajukan keberatan atas penetapan Pengadilan Tinggi tersebut kepada Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat. Dikatakan  Amir, hanya putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat, bukan penetapan. Dirinya berharap MA dapat segera meluruskan permasalahan ini.

Berdasarkan sumber hukumonline di lingkungan MA, pihak Becket juga telah mengirimkan surat ke MA tekait perkara ini. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut isi dari surat tersebut. Saat dikonfirmasi, Lucas membantah adanya surat tersebut.

Hak istimewa

Dimintai pendapatnya, praktisi hukum Rachmat Soemadipradja menjelaskan dalam praktek ada tahapan yang harus dilakukan sebelum mengajukan penetapan eksekusi saham. Kata dia, sesuai ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, harus ada pernyataan gagal bayar terlebih dahulu, yang dilanjutkan dengan pengajuan somasi.

Lebih lanjut, papar Rahmat, apabila tidak dipenuhi juga, maka sudah cukup alasan untuk mengajukan tagihan. Dalam hal terjadi kegagalan, barulah meminta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi. Ditambahkannya, sepanjang disepakati oleh para pihak, dapat saja penjualan saham dilakukan tanpa mekanisme lelang. 

Praktisi hukum lainnya, Ignatius Andy, melihat persoalan ada pada  pengaturan eksekusi gadai. Sebab, KUHPerdata tidak mengatur eksekusi gadai secara terperinci.

Namun, berdasarkan KUHPerdata,  ia berpendapat, bila dianalogikan dengan hak tanggungan, gadai saham merupakan hak dari kreditor preference (istimewa),. Sehingga, untuk eksekusi gadai saham, dinilainya, bisa dilakukan melalui upaya hukum yang istimewa juga dan tidak harus tidak melalui mekanisme gugatan.

Mengenai penjualan saham secara privat, menurut Ignatius adalah hal yang wajar. Apalagi dalam kontrak gadai saham yang lengkap, selalu dicantumkan klausula itu.

Di mata Ignatius, lelang hanya ditujukan sebagai perlindungan terhadap debitor untuk mencapai harga tertinggi dari penjualan sahamnya. Jadi, sepanjang sudah mendapatkan harga yang tinggi dan wajar, tentunya penjualan saham secara privat tidak akan menjadi persoalan. Apalagi kalau secara kontraktual sudah disepakati.

Hampir selalu dikatakan private sale itu diperbolehkan. Namun, untuk mencoba mendapatkan rasa aman, kreditorselaku pemegang hak gadai meminta legalisasi, dari penjualan sahamnya dengan cara meminta penetapan, ucap Ignatius.

Ia berharap agar MA segera mengeluarkan fatwa atau petunjuk tentang eksekusi gadai yang benar secara lengkap. Hal ini dimaksudkan, agar persoalan semacam ini tak lagi terulang.

Jor-joran perang pengumuman sebagai buntut sengketa gadai saham mewarnai sejumlah media cetak ibukota. Dimulai pada Jumat pekan lalu (4/3) ketika Lucas, kuasa hukum Becket Pte, membuat pengumuman satu halaman penuh mengenai adanya penetapan pengadilan tinggi yang membatalkan eksekusi gadai saham. Disusul kemudian Senin kemarin (7/3), Amir Syamsudin yang mengatasnamakan kuasa hukum Deutsche Bank Aktiengesellschaft (Deutsche Bank)—juga dalam iklan satu halaman penuh—membantah pengumuman tersebut.

Berdasarkan catatan hukumonline, masalah gadai saham juga pernah berujung ke pengadilan ketika tahun lalu BFI Finance Indonesia Tbk digugat oleh Aryaputra Teguharta lantaran dinilai melanggar perjanjian gadai saham.

Saat hukumonline menghubungi Lucas untuk memperoleh latar belakang sengketa gadai saham ini, ia mengatakan bahwa Becket hanyalah pemegang saham PT Swabara Mining and Energy (Swabara) dan tidak mengetahui secara pasti materi pokok persoalan tersebut. Dikatakannya, yang ia persoalkan hanya sebatas prosedur gadai saham.

Penjelasan mengenai latar belakang perkara justru datang dari sumber hukumonline yang tidak bersedia diungkapkan jatidirinya. Ia menuturkan, sengketa ini bermula pada 1997, saat PT Asminco Bara Utama (Asminco), dimana Swabara adalah salah satu pemegang sahamnya, mendapatkan kredit dari Deutsche Bank sebesar AS$100 juta, dengan jaminan saham. Setahun kemudian, Asminco dinyatakan gagal bayar dan kemudian meminta penjadwalan pembayaran utang hingga tiga tahun berturut-turut.

Halaman Selanjutnya:
Tags: