DPR Persoalkan Surat Meneg BUMN
RUU BPJS:

DPR Persoalkan Surat Meneg BUMN

Surat Menteri Negara BUMN yang menolak peleburan empat BUMN asuransi membuat DPR berang.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Rieke Diah Pitaloka (kanan). Foto: SGP
Rieke Diah Pitaloka (kanan). Foto: SGP

Pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) tinggal menghitung hari. Namun, di ujung pembahasan Kementerian Negara BUMN secara mengejutkan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana peleburan empat perusahaan asuransi nasional menjadi dua badan. Alhasil, DPR menganggap pemerintah tak serius membentuk badan yang telah diamanatkan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) ini.

 

Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka geram dengan sikap pemerintah yang dianggapnya tidak konsisten dalam membahas RUU BPJS. Menurutnya, pemerintah telah melecehkan parlemen dan rakyat yang telah lama menanti disahkannya RUU ini. Hal itu terbukti dengan adanya surat dari Kementerian Negara BUMN yang mendadakmenolak adanya peleburan empat perusahaan BUMN asuransi menjadi dua badan. Padahal, dalam perjalanan pembahasan BPJS, hal itu sudah disepakati.

 

“Ini jelas memperlihatkan koordinasi dan kinerja yang buruk di pemerintahan,” ujar politisi PDIP ini, Jumat (1/7).

 

Untuk diketahui, surat Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar dibuat untuk menanggapi DIM RUU BPJS dan ditujukan kepada tujuh menteri yaitu Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Sosial, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Kesehatan, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Hukum dan HAM.

 

Dalam surat itu, Mustafa mengingatkan akan ada permasalahan yang timbul jika ada peleburan atau transformasi empat BPJS yang ada saat ini. Menurutnya, masalah pengalihan aset, pelaksanaan program dan peserta jaminan sosial serta aspek kelembagaan ke empat BPJS yang berstatus BUMN asuransi sosial ini perlu dicermati. Ia memprediksi, proses transformasi akan menimbulkan gejolak ekonomi, mengingat dana yang dikelola mencapai lebih dari Rp190 triliun.

 

Dalam surat bertanggal 24 Juni 2011 itu, mantan Direktur Utama Perum Bulog ini juga menyatakan dana peserta yang dikelola BPJS sudah diinvestasikan ke beberapa portofolio, antara lain bank-bank BUMN, saham di Bursa Efek Indonesia, obligasi, dan surat utang negara (SUN).

 

Mustafa berpendapat, ada masalah legal dalam penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, karyawan perseroan, kreditur (termasuk peserta asuransi) dan mitra usaha. Hal ini seperti diatur dalam Pasal 126 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

 

Pasal 126

(1)      Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

a.        Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b.        kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c.        masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

 

(2)       Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

(3)       Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

 

Sekadar catatan, empat BUMN asuransi yang bakal dilebur adalah PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan PT Askes (Persero). Mustafa menginginkan agar empat BUMN asuransi tersebut tetap menjalankan tugasnya seperti sekarang. Sedangkan badan baru yang terbentuk nantinya, akan menangani program-program jaminan sosial yang pesertanya belum terlindungi oleh keempat perusahaan tersebut.

 

Menurut Rieke, surat Meneg BUMN tersebut salah prosedur dan salah substansi. Ia menekankan, seharusnya Meneg BUMN wajib menjalankan perintah UU SJSN yang dengan tegas dalam penjelasannya menyatakan, BPJS dalam UU ini adalah transformasi dari BPJS yang telah berjalan. Sedangkan pemisahan antara BPJS baru dengan ke empat BUMN penyelengara yang ada, katanya, sama sekali bukan perintah UU SJSN.

 

“Pemisahan BPJS khusus yang melayani penduduk miskin dan didanai APBN, sama sekali bukan konsep SJSN. Pernyataan Meneg BUMN justru memperlihatkan kebijakan diskriminatif,” kata Rieke.

 

Sekadar mengingatkan, selain Meneg BUMN, beberapa perusahaan BUMN asurasi sebelumnya juga menyatakan penolakan terkait rencana peleburan ini. Adalah PT Taspen (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang keberatan dengan adanya isu penggabungan.  

 

Selain itu, Asosiasi Pegusaha Indonesia (Apindo) juga keberatan jika empat BUMN asuransi yang ada saat ini dilebur nantinya. Dalam jumpa pers beberapa waktu lalu, Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan, badan yang baru bisa dibiayai menggunakan dana jaminan kesehatan masyarakat yang sudah dianggarkan.

 

“Kami mengusulkan dibentuk badan penyelenggara baru karena sebenarnya dananya sudah ada dalam APBN, yakni dalam program Jamkesmas,” ujarnya.

 

Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo membantah tidak kompak dengan Meneg BUMN. Menurutnya, di tingkat pemerintah dan kementerian saat ini tidak ada perbedaan soal penyelesaian pembahasan RUU BPJS di DPR, termasuk soal perlunya pelaksanaan transformasi dari SJSN ke BPJS nantinya.

 

Sebagai Koordinator dari delapan menteri yang membahas RUU BPJS, ia menampik kabar yang menyatakan kalau Meneg BUMN tidak mampu melakukan transformasi empat BUMN Jamsostek, Askes, Taspen dan Asabri. Terkait surat yang dilayangkan Mustafa, Agus berpendapat hal itu sebagai sebuah komunikasi antar kementerian.

 

“Tidak ada kemunduran, bahkan saat ini delapan menteri tengah fokus membahas transformasi,” tutur mantan Dirut Bank Mandiri ini.

Tags: