Kebebasan Berkeyakinan Sebatas Teks Konstitusi
Berita

Kebebasan Berkeyakinan Sebatas Teks Konstitusi

Terdapat pemaksaan terselebung dalam pelaksanaan masyarakat beragama dan berkeyakinan.

Oleh:
DNY
Bacaan 2 Menit
Kebebasan berkeyanikan sebatas teks konstitusi. Foto: Sgp
Kebebasan berkeyanikan sebatas teks konstitusi. Foto: Sgp

Pasca amandemen UUD 1945, terjadi perubahan yang signifikan terhadap pengakuan perlindungan hak asasi manusia. Tidak terkecuali hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

 

Namun, sejumlah pengaduan yang masuk ke Komnas HAM memperlihatkan implementasi perlindungan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan masih minim. Sejak 1998 sampai dengan 2007 tercatat setidaknya 50 pengaduan, dari mulai pelarangan pendirian dan perusakan tempat ibadah, hingga pelanggaran hak-hak sipil bagi umat berkeyakinan minoritas.

 

Puluhan pengaduan itu mendorong Komnas HAM untuk melakukan penelitian tentang hak atas memilih dan memeluk agama. Hasilnya, ditemukan adanya pemaksaan terselubung dalam memilih dan memeluk agama.

 

Salah satu peneliti, Yossa A Nainggolan menerangkan, dari sektor pendidikan banyak terdapat pemaksaan terselubung dalam pencatatan. Ketika ada siswa penganut aliran yang dianggap tidak resmi, anak itu diharuskan menganut salah satu agama resmi.

 

Tak hanya pendidikan, pemaksaan terselubung juga terjadi dalam register kependudukan, aspek kesehatan, dan tenaga kerja. Misalnya saja, seorang anak tidak bisa memiliki akta kelahiran karena kedua orang tuanya menganut aliran kepercayaan, sehingga pernikahan mereka tidak bisa dicatatkan. Akibatnya menjadi luas karena akhirnya anak itu tidak bisa sekolah karena tidak memiliki akta kelahiran.

 

Dari aspek kesahatan, seorang ibu tidak bisa melahirkan di bidan karena si ibu menganut aliran kepercayaan. Sementara dalam aspek tenaga kerja, penganut Ahmadiyah tidak bisa menjadi Pengawai Negeri Sipil (PNS). Yang sudah menjadi PNS pun mengalami pengucilan dan dilabeli stigma-stigma tertentu.

Tags: