Tak Terima Disejajarkan dengan Paralegal, Advokat Uji Permenkumham 1/2018
Utama

Tak Terima Disejajarkan dengan Paralegal, Advokat Uji Permenkumham 1/2018

Permenkumham tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum dinilai dianggap bertentangan dengan UU Advokat.

CR-25
Bacaan 2 Menit

 

Keberatan ketiga yang diajukan tim Advokat tersebut tertuju pada Pasal 7 ayat 1 huruf c Permenkumham 1/2018 yang dianggap bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat. Muatan pasal Permenkumham a quo, dianggap Johan dapat menurunkan kredibilitas dari masyarakat tentang perguruan tinggi ilmu hukum. Johan dan Tim mengaku khawatir jika nantinya muncul anggapan bahwa pendidikan tinggi ilmu hukum sudah tidak lagi diperlukan, mengingat untuk menjadi paralegal-pun tidak harus berlatar belakang hukum.

 

(Baca Juga: Menilik Peran dan Kualitas Paralegal dalam Bantuan Hukum)

 

“Harusnya Indonesia mencontoh keberadaan paralegal di negara maju, yakni untuk membantu profesi advokat, bernaung di bawah advokat, dengan demikian ketentuan paralegal ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus tetap dibawah naungan UU advokat,” tukas Johan.

 

Menanggapi 3 pokok keberatan yang disampaikan tim advokat Bireven Anduan tersebut, Kepala Bidang Bantuan dan Pelayanan Hukum BPHN, C Kristomo, mengutarakan bahwa peran paralegal tersebut sebenarnya diarahkan untuk perkara non-litigasi bukan litigasi. Permasalahannya, kata Kristomo, kalau di suatu tempat sumber daya manusianya tidak cukup untuk menangani perkara litigasi, jelas bantuan paralegal akan sangat membantu pengacara.

 

“intinya, paralegal dimaksud dalam Permenkumham ini sama sekali tidak ada merebut peran advokat, justru malah membantu advokat,” ujar Kristomo saat dihubungi hukumonline Selasa sore, (10/4).

 

Kristomo juga menduga advokat yang merasa perannya diambil alih paralegal hanya membaca bunyi Pasal 11 Permenkumham 1/2018/ Sementara pada Pasal 12 nya itulah yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan paralegal dapat beracara baik litigasi maupun non-litigasi adalah dalam bentuk pendampingan advokat. Bahkan, kata Kristomo, paralegal dimaksud harus terdaftar di bawah naungan organisasi bantuan hukum (OBH) yang sudah terakreditasi BPHN.

 

“Sama sekali tidak ada frasa dalam permenkumham tersebut yang membolehkan paralegal bersidang selain dalam konteks pendampingan advokat. Dan untuk melakukan tugas pembantuan itupun paralegal minimal harus mengantongi surat tugas dari advokat atau dimasukkan ke dalam surat kuasa bersama-sama dengan advokatnya,” jelas Kristomo.

 

(Baca Juga: Aturan Baru Kemenkumham, Paralegal Kini Jangkau Ranah Litigasi)

 

Adapun mengenai kualitas paralegal, Kristomo mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini BPHN dalam proses akan menerbitkan standar kompetensi dan kurikulum pelatihan paralegal yang akan dijabarkan melalui Permen turunan dari Permenkumham No. 1 Tahun 2018 tersebut dan salah satu bagian dari pelatihan itu adalah pengetahuan mengenai hukum acara.

Tags:

Berita Terkait