Revisi UU Anti Terorisme Telah Disetujui DPR, Ini 6 Pasal yang Berpotensi Masalah
Berita

Revisi UU Anti Terorisme Telah Disetujui DPR, Ini 6 Pasal yang Berpotensi Masalah

Revisi UU Anti Terorisme terus didorong penyelesaiannya saat timbul ultimatum dari Presiden Joko Widodo yang ingin mengeluarkan Perppu apabila revisi tersebut tak kunjung selesai.

M-27
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: Alasan Masa Penahanan di UU Anti Terorisme Membengkak Hingga 60 Persen)

 

Namun, hal tersebut masih dianggap memakan waktu yang cukup lama dan melebihi ketentuan masa penahanan yang telah termaktub dalam KUHP. Terlebih akan berpotensi tinggi adanya penyiksaan terhadap tersangka, penyalahgunaan wewenang dan pengabaian hak tahanan selama proses penahanan. Hak asasi manusia yang akan lebih banyak dilanggar dan juga kewenangan tersebut bersebrangan dengan asas accusatoir yang dalam hal ini mengenal prinsip paduga tak bersalah (presumption of innocent).

 

Terkait hal itu, Andri Gunawan S. tenaga ahli anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani, menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan karena aparat menggunakan asas kehati-hatian dalam menyelesaikan perkara pidana terorisme dan ada juga regulasi yang rumit yang harus dilewati dalam mengusut perkara ini.

 

“Ada permintaan dari katakanlah densus atau penuntut umum. Ketika kasus yang mereka tangani ialah kasus lintas negara mereka harus koordinasi dengan kemenhub dan lembaga-lembaga lain, sehingga di tahap itu mereka harus menghadapi birokrasi yang sangat sulit untuk dipecahkan dalam waktu yang singkat,” ujarnya.

 

Andri mengatakan perpanjangan masa penahanan dapat dilakukan dengan cara melakukan permohonan, tapi tidak bisa serta merta penyidik langsung minta ke penuntut umum untuk diperpanjang. Jadi, kata Andri, mekanisme check and balances mulai diterapkan ketika penyidik ingin meminta perpanjangan masa penahanan.

 

“Dia harus minta izin dulu ke penuntut umum dan seterusnya, ketika penuntut umum ingin mengajukan perpanjangan maka harus minta izin ke pengadilan,” tuturnya.

 

Menurut Andri, hal ini merupakan mekanisme check and balances yang ingin dibangun dalam Revisi UU Anti Terorisme ini. Selain itu, ada satu klausul pasal yang menegaskan bahwa penahanan yang di lakukan harus dilindungi oleh prinsip HAM, baik itu penahanan maupun penangkapan.

 

“Dalam draft awal tidak ada penegasan seperti itu, sehingga dengan adanya RUU ini diharapkan dapat jadi penekanan bagi penegak hukum dalam penerapan RUU ini nantinya.” kata Andri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait