Puskapkum: Tak Ada Rasio Legis Penunjukan Gubernur DKI oleh Presiden
Terbaru

Puskapkum: Tak Ada Rasio Legis Penunjukan Gubernur DKI oleh Presiden

Jabatan kepala daerah tidak termasuk dalam kategori political appointed, tapi political elected. Karenanya yang memilih jabatan kepala daerah bukanlah presiden, tetapi rakyat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
 Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi dalam sebuah diskusi di Jakarta. Foto: Instagram Ferdian Andi
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi dalam sebuah diskusi di Jakarta. Foto: Instagram Ferdian Andi

Resmi sudah revisi terhadap UU No.29 Tahun 2007 menjadi usul inisiatif DPR. Kendati masih bakal melalui proses pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah, materi muatan yang terdapat dalam draf RUU menimbulkan polemik. Seperti soal penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI  Jakarta oleh presiden. Sontak saja rancangan aturan tersebut menimbulkan kontra di publik.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi  berpandangan substansi materi yang menjadi polemik soal penunjukan dan pengangkatan Gubernur DKI oleh presiden dengan memperhatikan usulan DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

Baginya, wacana tersebut mesti ditempatkan dalam perdebatan dan percakapan di ruang publik yang terbuka  dan transparan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan. Menurutnya, presiden dan DPR mestinya belajar dari pembentukan sejumlah UU yang sebelumnya memicu polemik di tengah publik.

Dia menilai, jabatan kepala daerah tidak termasuk dalam kategori ‘political appointed’, tapi ‘political elected’. Karenanya yang memilih jabatan kepala daerah bukanlah presiden, tetapi rakyat secara luas. Karenanya, rancangan aturan yang menunjuk dan mengangkat pejabat kepala daerah, khususnya Gubernur Daerah Khusus Jakarta oleh presiden tidaklah beralasan.

“Tidak ada  ‘rasio legis’ atas  penunjukan Gubernur Daerah Khusus Jakarta oleh presiden baik dalam perspektif otonomi daerah maupun perspektif  demokrasi,” ujarnya saat berbincang dengan Hukumonline, Jumat (7/12/2023).

Baca juga:

Pria yang juga dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu berpandangan, kekhususan Jakarta bukan berarti menjadi dasar untuk mengubah format pemilihan menjadi penunjukan dalam pengisian jabatan Gubernur. Menurutnya, kekhususan Jakarta mestinya menjadi etalase demokasi Indonesia di mata dunia, bukan malah sebaliknya.

Tags:

Berita Terkait