Peran Damayanti Wajib Dicermati KPK Sebelum Menetapkan JC
Berita

Peran Damayanti Wajib Dicermati KPK Sebelum Menetapkan JC

Biro hukum dan tim penyidik KPK akan mengkaji pengajuan justice collaborator Damayanti Wisnu Putranti.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti usai diperiksa KPK. Foto: RES
Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti usai diperiksa KPK. Foto: RES
Tersangka penyuap pemulusan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Damayanti Wisnu Putranti mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) ke KPK. Atas pengajuan ini, KPK diminta cermat terkait peran Damayanti yang merupakan Anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI Perjuangan itu dalam perkara tersebut.

Tujuannya, kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai, agar pelaku-pelaku lain dalam kasus tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban. Atas dasar itu, jika Damayanti telah memenuhi persyaratan sebagai JC, LPSK berharap tak ragu-ragu untuk menetapkannya.

“Diharapkan akan semakin banyak pihak yang mau berperan sebagai JC sehingga banyak kasus korupsi yang terbongkar,” kata Semendawai dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Rabu (27/1).

Selain mengukur peran Damayanti, KPK juga diharapkan tidak hanya berdasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Tapi juga, mengacu pada UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Selain dua aturan itu, keberadaan JC sebagai pihak yang berperan membongkar peran pelaku lain, juga diatur dalam konvensi antikorupsi yang sudah diratifikasi Indonesia.

Semendawai menjelaskan, dalam Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2014 disebutkan bahwa saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama. Sedangkan Pasal 10A ayat (1) menyatakan bahwa saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya.

Penanganan khusus tersebut berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. Pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapnya dan/atau memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. Penghargaan atas kesaksian yang diberikan saksi pelaku, antara lain bisa berupa keringanan penjatuhan pidana.

Sebelumnya, Damayanti mengajukan diri sebagai JC dalam kasus yang menjerat dirinya. Namun hingga kini, KPK belum menentukan sikap atas pengajuan tersebut. Pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati membenarkan mengenai pengajuan tersebut.

Menurutnya, status JC tak bisa langsung diberikan ke Damayanti. Sebelum ditetapkan, KPK akan melakukan kajian terlebih dahulu."Nanti dikaji dulu oleh biro hukum dan tim penyidik mengenai pengajuan JC DWP, bila dikabulkan maka yang bersangkutan akan mendapat keringanan hukum, tapi semuanya sekali lagi baru diajukan," tambah Yuyuk.

Untuk diketahui, Damayanti tertangkap tangan oleh KPK dengan lima tersangka lainnya 13 Januari 2016. Damayanti diduga menerima suap dengan total mencapai Sing$404 ribu untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Dalam perkara ini, KPK telah menggeledah ruangan Anggota DPR dari fraksi PKS Yudi Widiana dan Anggota DPR dari fraksi Partai golkar Budi Supriyanto.

Namun, untuk pemanggilan Menteri PUPRBasuki Hadimuljono belum ada agenda dari KPK. "Pemanggilan Menteri PUPR belum bisa dikonfirmasi, itu sepenuhnya kewenangan penyidik apabila penyidik membutuhkan keterangan dari menteri PUPR akan dipanggil," tutup Yuyuk.
Tags:

Berita Terkait