Dicecar Soal Penggeledahan, Kapolri Sarankan DPR Cek SOP KPK
Utama

Dicecar Soal Penggeledahan, Kapolri Sarankan DPR Cek SOP KPK

Ikatan Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 adalah ketika anggota Brimob menggunakan senjatanya (menembakan senjata).

KAR
Bacaan 2 Menit
Kapolri Badrodin Haiti. Foto: RES
Kapolri Badrodin Haiti. Foto: RES
Kepala Kopolisian RI (Kapolri), Jenderal Polisi Badrodin Haiti, meminta anggota DPR untuk melakukan pengecekan terhadap standard operational procedure (SOP) yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait ketentuan apakah Brimob harus membawa senjata atau tidak dalam melakukan pengawalan. Badrodin menjelaskan, pihaknya hanya terikat pada kerja sama dengan KPK untuk memberikan bantuan pengamanan mulai dari penggerebekan, penggeledahan, hingga penyitaan.

“Yang harus dicek itu, apakah SOP di KPK seperti itu, mengharuskan brimob bawa senjata laras panjang. Silakan dilakukan pengecekan,” tandas Badrodin saat melakukan rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (25/1).

Badrodin menjelaskan, ikatan Peraturan Kapolri adalah ketika anggota Brimob menggunakan senjatanya. Badrordin memperjelas bahwa yang dimaksud dengan menggunakan adalah dengan menembakkan senjata tersebut.

Sebagaimana diketahui, Pasal 47 Peraturan Kapolri (Perkap) No.8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri memang mengatur ketentuan mengenai penggunaan senjata api.“Bila anggota bersangkutan menggunakan senjatanya, ditembakkan, maka penggunaan tersebut harus mengacu pada Peraturan Kapolri dan aturan lebih tinggi,” jelas Badrodin.

Badrodin menuturkan, kerja sama bantuan pengamanan tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Polri dengan KPK. Sementara itu, menurut Badrodin masalah teknis apakah Brimob yang diperbantukan untuk mengamankan kerja KPK harus bersenjata lengkap atau tidak, menjadi kewenangan KPK sepenuhnya. Menurut Badrodin, jika KPK meminta Brimob yang mengawal tidak bersenjata maka pihaknya pun tak akan mempersenjatainya.

“Silakan saja. Tanyakan pada KPK. Bukan tanyakan pada Polri karena memang kerja sama KPK dengan Polri itu adalah di antaranya bantuan pengamanan, dalam melaksanakan tindakan KPK,” katanya.

Selain itu, Badrodin menegaskan bahwa pengawalan Brimob bersenjata lengkap tak hanya diberikan saat KPK menggeledah gedung DPR. Menurut Badrodin, saat pemeriksaan di tempat lain pun KPK meminta bantuan kepada Polri untuk memberikan pengawalan. Termasuk, ia menyebut saat dilakukan pemeriksaan di Markas Komando Brimob.

“Dalam upaya penindakan, KPK punya kewenangan meminta bantuan kepada Polri untuk mem-backup, dan ini sudah dilakukan. Termasuk, saat pemeriksaan di daerah. Seperti di Sumut itu dilakukan di Mako Brimob," tegas Badrodin.

Di sisi lain, Ketua Komisi III Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa seharusnya KPK dan DPR saling menghormati. Terlebih jika KPK punya SOP terkait dengan bantuan pengawalan oleh Brimob bersenjata lengkap. Ia pun meminta agar Polri mempertimbangkan ulang.

"Ke depan Kapolri beserta jajarannya mempertimbangkan lagi jika ada aparat penegak hukum meminta bantuan, lihat dululah mana yang mau digeledah," ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya, Jazilul Fawaid mengkritisi etika pengawalan aparat bersenjata lengkap yang diperbantukan kepada KPK. Ia mempertanyakan apakah hal itu juga menjadi standar di kepolisian. Menurut Jazilul, ketika Polri memberikan bantuan kepada KPK juga memperkuat etika dalam kerja sama antar lembaga.

"Penggunaan laras panjang, apakah itu memang standar Kapolri memberikan perbantuan kepada KPK, saya berharap kerjasama antar kelembagaan, itu ketika melibatkan aparatnya, diberikan etika," katanya.

Politisi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan tak seharusnya aparat bersenjata lengkap masuk di gedung parlemen. Menurut lelaki yang juga anggota Mahkamah Kehormatan Dewan itu, jika KPK ingin menggeledah ruangan di gedung DPR yang belum jelas status hukumya maka seharusnya meminta pengawalan dari satuan pengamanan objek vita (pam-obvit). Dia pun meminta agar di kemudian hari aparat kemanan seperti Polri tidak mengawal beberapa ruangan anggota DPR yang tak layak digeledah.

"Mulai saat ini kami minta bantuan Kapolri sesuai peraturan yang ada dan undang-undang MD3 untuk menjaga kehormatan dewan. Ketika penggeledahan terjadi DPR akan meminta bantuan Pam-Obvit. Ruangan yang tak seharusnya digeledah kami minta agar tidak dilakukan penggeledahan," tandasnya. 

Seperti diketahui, sejumlah penyidik KPK melakukan penggeledahan di tiga ruangan anggota dewan dengan bantuan polisi bersenjata laras panjang. Dalam aksi itu, terjadi adu mulut antara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan penyidik KPK tak terhindarkan ketika penyidik ingin menggeledah ruang 0342 milik anggota dewan dari Fraksi PKS. Fahri menilai tindakan penggeledahan itu contempt of parliament.

Meski terjadi adu mulut antar kedua pihak, akhirnya penggeledahan tetap dilakukan di ruang 0342 yang ditempati Wakil Ketua Komisi V Yudi Widiana Adia. Yudi merupakan anggota dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Penggeledahan terhadap ruang kerja Yudi terkait dengan pengembangan kasus dugaan korupsi dengan tersangka anggota Komisi V, Damayanti Wisnu Putranti. Penyidik juga menggeledah ruang anggota Komisi  V dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto.
Tags:

Berita Terkait