MK Tolak Uji Konstitusionalitas Kewenangan Penyidikan Jaksa, Begini Respons Kejaksaan
Terbaru

MK Tolak Uji Konstitusionalitas Kewenangan Penyidikan Jaksa, Begini Respons Kejaksaan

Kejaksaan mengapresiasi terbitnya Putusan MK No.28/PUU-XXI/2023 yang menolak seluruh permohonan yang menguji konstitusionalitas kewenangan jaksa melakukan penyidikan perkara korupsi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung MK Jakarta. Foto: RES
Gedung MK Jakarta. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil Pasal 30 ayat (1) huruf d UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI; Pasal 39 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 50 UU No.30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD RI Tahun 1945.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” begitu amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis MK Suhartoyo, Selasa (16/1/2024) kemarin.

Baca Juga:

Permohonan ini diajukan oleh Advokat M. Jasin Djamaludin dalam perkara No.28/PUU-XXI/2023. Dalam permohonannya, sejumlah pasal yang diuji terkait kewenangan penyidikan kejaksaan dalam tindak pidana tertentu (korupsi) dianggap inkonstitusional dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pemohon menilai kewenangan penyidikan dalam tindak pidana tertentu menyebabkan Kejaksaan menjadi superpower, selain melakukan penuntutan jaksa bisa sekaligus melakukan penyidikan. Kewenangan jaksa sebagai penyidik dianggap pemohon telah menghilangkan checks and balances dalam proses penyidikan sehingga, menimbulkan kesewenang-wenangan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan RI Ketut Sumedana mengapresiasi terbitnya Putusan MK No.28/PUU-XXI/2023 yang menolak seluruh permohonan pemohon. Putusan yang menguji konstitusionalitas kewenangan jaksa melakukan penyidikan perkara korupsi itu bersifat final dan mengikat sejak dibacakan alias tidak ada upaya hukum.

Ketut mencatat pertimbangan Mahkamah dalam memutus perkara itu mengutip sebagian dalil yang disampaikan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam pemeriksaan perkara tersebut di MK. Setidaknya ada 4 poin yang disampaikan JPN. Pertama, kewenangan penyidikan merupakan open legal policy. Kedua, kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya tindak pidana khusus.

Ketiga, kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Keempat, kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan tidak mengganggu proses check and balance.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait