Melihat Aturan Pembatasan Barang Impor Lewat Kacamata Hukum Perdagangan Internasional
Terbaru

Melihat Aturan Pembatasan Barang Impor Lewat Kacamata Hukum Perdagangan Internasional

WTO mempersilakan sebuah negara melakukan pembatasan barang impor lewat skema tarif. Jika pada akhirnya pemerintah memberlakukan skema non-tarif, ada syarat yang harus dipenuhi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Prof. Nandang dalam Podcast Hukumonline bertajuk Ngabuburit bareng Hukumonline: Episode #7 Regulations Roundup: Updates on Indonesian Laws in Live Podcast, Jumat (29/3). Foto: FNH
Prof. Nandang dalam Podcast Hukumonline bertajuk Ngabuburit bareng Hukumonline: Episode #7 Regulations Roundup: Updates on Indonesian Laws in Live Podcast, Jumat (29/3). Foto: FNH

Belum lama ini pemerintah melakukan revisi terhadap aturan pembatasan barang impor bawaan penumpang perjalanan dari luar negeri. Ketentuan terbaru ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36 Tahun 2023 jo. Permendag No.3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Pada dasarnya peraturan ini mengatur batasan jumlah barang beberapa komoditas yang boleh dibawa masuk ke dalam negeri tanpa adanya izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sejumlah barang impor yang dibatasi ini termasuk produk-produk yang dibeli penumpang saat di luar negeri berupa barang konsumtif atau oleh-oleh saat kembali ke tanah air.

Beleid teranyar ini rupanya mendapatkan reaksi kontra dari publik. Aturan ini banyak dikeluhkan, terutama bagi warga yang biasanya belanja barang sebagian untuk dijual kembali dalam bisnis jastip atau jasa titip.

Baca juga:

Namun menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FHUII), Prof. Nandang Sutrisno, protes publik terjadi karena adanya misunderstanding dalam memahami kandungan dan maksud dari Permendag 36/2023 tersebut. Jika dibaca secara seksama, regulasi tersebut pada dasarnya tidak membatasi barang bawaan penumpang dari luar negeri. Hanya saja, pemerintah memang membatasi barang bawaan dari luar negeri yang bebas bea masuk.

“Jika baca sepintas, betul-betul membatasi kuantitas. Misal barang bawaan penumpang dibatasi untuk ponsel hanya dua, sepatu hanya dua pasang. Tapi sebenarnya mau bawa berapapun silahkan, kalau kelebuhan dari aturan yang ditetapkan, ya bayar bea masuk. Jadi pengaturan pembatasan itu interpretasinya bukan hanya itu yang boleh dibawa, tapi hanya itu yang tidak dikenakan pajak atau bea masuk,” kata Prof. Nandang dalam Podcast Hukumonline bertajuk “Ngabuburit bareng Hukumonline: Episode #7 Regulations Roundup: Updates on Indonesian Laws in Live Podcast”, Jumat (29/3).

Prof. Nandang melihat regulasi ini bertujuan baik, terutama untuk mencegah praktik impor tidak resmi seperti jastip. Dia juga menilai aturan ini penting agar tidak mengganggu impor resmi yang berpotensi mengganggu ekosistem bisnis retail di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga berupaya melindungi dan mendorong pertumbuhan industru dalam negeri itu sendiri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait