Appraisal, Profesi Penilai yang Perlu Tahu Hukum
Edisi Lebaran 2010

Appraisal, Profesi Penilai yang Perlu Tahu Hukum

Profesi penilai sudah ada di Indonesia selama puluhan tahun. Permintaan terhadap appraisal kian meningkat.

CR-9
Bacaan 2 Menit

 

Hamid berpendapat kurangnya tenaga appraisal antara lain karena tidak memiliki basis di perguruan tinggi. Ia berharap kalangan kampus bisa memberi tempat bagi profesi penilai sebagaimana layaknya profesi notaris dan akuntan. Kalau diberi tempat bisa jadi minat masyarakat pun akan tinggi.

 

Lantaran tak ada basis pendidikan formal, pendidikan calon appraisal diambil alih oleh MAPPI. MAPPI membuat sendiri sistim pendidikan, silabus, dan ujian sertifikasi. “Kami diberi amanah oleh Menkeu untuk sertifikasi ini,” ujarnya.

 

 

Daerah juga perlu

Tenaga apparisal bukan hanya dibutuhkan di Ibukota. Menurut Hamid, daerah pun seharusnya membutuhkan. Misalnya untuk perhitungan nilai pajak daerah yang akan masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Cuma, faktanya, tak banyak daerah yang memiliki appraisal. Hanya sedikit penilai yang kompeten di daerah untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak.

 

Walhasil, sejumlah daerah menggunakan data yang tidak valid. Bayangkan, jika lebih dari 500 kabupaten/kota memiliki appraisal yang kompeten. Perhitungan Nilai Jual Objek Pajak di daerah bersangkutan bisa lebih optimal.

 

Melihat kebutuhan itu, Hamid kembali mengungkapkan harapannya tentang pembukaan program pendidikan strata satu yang diakui Pemerintah. Usulan itu bukan tidak pernah disampaikan. Tetapi Pemerintah berdalih ilmu apparisal sudah dipelajari dalam berbagai disiplin ilmu.

 

Direktur Akademik Direktorat Pendidikan Tinggu Kementerian Pendidikan Nasional, Ilah Sailah, menegaskan pelajaran penilaian sudah diberikan pada banyak program studi tingkat sarjana. “Sudah ada kok di banyak jurusan. Di program studi arsitektur, teknologi industri, dan beberapa yang lain, sudah diberikan kok,” tegas Ilah.

 

Untuk membuka jenjang pendidikan yang diinginkan MAPPI bukan perkara gampang. Harus dipenuhi sejumlah syarat. Pertama, kelayakan studi. Kedua, besarnya minat dan kepentingan bagi pengembangan keilmuan. Ketiga, satu program studi tidak boleh tumpang tindih dengan program lain. Ukurannya, jika suatu program memiliki 70 persen kesamaan kurikulum dengan program lain, maka pendirian tidak bisa dilakukan. Paling banyak kemiripan hanya 40 persen.

Tags: