menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan di atas, satwa tersebut dirampas untuk negara dan dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.[2]
Perlu diketahui, terdapat pengecualian dari larangan tersebut yang hanya dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.[3]
Kemudian, barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan larangan sebagaimana telah disebutkan di atas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.[4]
Selain itu, barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan larangan sebagaimana disebutkan di atas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp50 juta.[5]
adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam;
daerah penyebaran yang terbatas (endemik).
Dalam hal suatu jenis satwa yang dilindungi populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu, sehingga jenis tidak lagi termasuk kategori jenis satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PP 7/1999, maka statusnya dapat diubah dari dilindungi menjadi tidak dilindungi.[6]
Lebih lanjut, penetapan satwa yang dilindungi menjadi yang tidak dilindungi dan sebaliknya ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah mendapat pertimbangan Otoritas Keilmuan (Scientific Authority) dalam hal ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).[7]
Memelihara Hewan yang Dilindungi
Sepanjang penelusuran kami, memang tidak dinyatakan secara eksplisit mengenai ketentuan peralihan tentang status hewan peliharaan yang dulunya tidak dilindungi menjadi dilindungi.
Pada angka 4 SE Menteri LHK 9/2018, disebutkan bahwa pelaksanaan Permen LHK 20/2018 tidak berlaku surut, maka diinstruksikan kepada Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam (“BKSDA”) untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
mengaktifkan Call Centre untuk menerima pengaduan, merespon, mensosialisasikan, membina, dan melakukan pendampingan kepada seluruh elemen masyarakat terkait terbitnya Permen LHK 20/2018.
Membentuk posko dan menetapkan petugas untuk melakukan penerimaan laporan masyarakat yang menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan jenis satwa yang semula tidak dilindungi menjadi dilindungi berdasarkan Permen LHK 20/2018, untuk selanjutnya dilakukan pendataan dan penandaan yang hasilnya menjadi data awal untuk proses perizinan lebih lanjut.
Memberikan kemudahan dalam proses pendataan dan penandaan, dengan tidak memungut biaya apapun dan memberikan pelayanan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri bagi setiap orang yang telah melakukan pelaporan, pendataan dan penandaan satwa termasuk jenis burung yang berkicau yang dimiliki, dipelihara, disimpan, diperniagakan sebelum berlakunya Permen LHK 20/2018 baik untuk kepentingan bawaan pribadi, cindera mata, dan atau lomba/kontes burung.
Melakukan pencermatan komprehensif terhadap daftar jenis satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Lampiran Permen LHK 20/2018.
Khusus untuk jenis burung berkicau diminta untuk:
Bersama mitra melakukan pencermatan dan memberikan masukan pada drat Perdirjen Konversi Sumber Daya Alam dan Ekosistem tentang Penyelenggaraan Kontes dan/atau Lomba Burung Berkicau.
Menghimbau kepada masyarakat untuk bergabung dalam perkumpulan/organisasi resmi terkait burung berkicau guna kemudahan dalam proses pendataan dan penandaan serta pengawasan.
Selanjutnya, diakses dari laman Portal Informasi Indonesia milik Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam artikel yang berjudul Izin Memelihara Hewan Langka, hewan langka yang didapatkan dari penangkaran dan bukan dari alam dapat dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan yang termasuk kateori F2.
Kategori tersebut merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan kata lain, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.
Adapun cara membuat surat izin memelihara hewan langka:
Proposal izin menangkaran atau memelihara hewan yang diajukan ke BKSDA
Salinan Kartu Tanda Penduduk untuk individu atau perseorangan serta akta notaris untuk badan usaha.
Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktifitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Bukti tertulis asal usul indukan.
Berdasarkan uraian di atas, kami menyarankan untuk melaporkan kepemilikan hewan peliharaan yang dulunya tidak dilindungi menjadi dilindungi setelah berlakunya Permen LHK 20/2018 dan perubahannya serta menjalani proses untuk mendapatkan perizinan pemeliharaan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
Surat Edaran Nomor: SE.9/KSDAE/SET/KUM.1/8/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi