A menemukan sebuah dompet yang berisi uang Rp10 juta di jalan. Sebenarnya sewaktu menemukan dompet tersebut, A hendak menyerahkan dompet tersebut ke kantor polisi. Namun, A terbujuk oleh C yang menyarankan agar uang tersebut sebaiknya digunakan untuk membeli sepeda motor. Akhirnya A mengikuti saran dari C dan membeli sepeda motor. Ternyata, perbuatan A tersebut oleh C dilaporkan ke polisi karena C sebenarnya ada dendam terhadap A. A ditangkap oleh polisi, diperiksa dan diadili. Dalam persidangan, jaksa mendakwa A dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Namun, hakim memutus A tidak bersalah karena sifat melawan hukumnya tidak terbukti dan A dibebaskan. Jaksa kemudian mengajukan dakwaan baru dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Pertanyaannya:
Apakah bisa orang yang menemukan uang di jalan didakwa karena pencurian/penggelapan?
Apakah bisa jaksa mengajukan dakwaan baru terhadap si A? Apakah tidak nebis in idem?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Mengambil dompet berisi uang yang ditemukan di jalan dan menggunakannya bisa didakwa dengan Pasal 372 KUHP atau Pasal 486 UU 1/2023 tentang penggelapan dan/atau Pasal 362 KUHP atau Pasal 476 UU 1/2023 tentang pencurian. Dengan catatansepanjang dapat dibuktikan serta memenuhi unsur-unsur delik dalam pasal tersebut, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana.
Terkait dengan kasus si A yang didakwa lagi dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, setelah ada putusan hakim dengan vonis bebas, melanggar asas ne bis in idem. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Dua Kali Didakwa Karena Menggunakan Uang yang Ditemukan di Jalan yang dibuat oleh Kartika Febryanti, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 2 Desember 2011.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Hukumnya Pakai Uang yang Ditemukan di Jalan
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Untuk menjawab pertanyaan hukumnya pakai uang dari dompet yang ditemukan di jalan, maka perlu diketahui terlebih dahulu pendapat R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 25) yang pada pokoknya menyatakan bahwa mengambil dompet berisi uang yang ditemukan di jalan termasuk dalam perbuatan pidana yang bisa dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Selengkapnya kami kutip sebagai berikut:
Kadang-kadang sukar sekali untuk membedakan antara pencurian dan penggelapan, misalnya A menemui uang di jalanan lalu diambilnya. Jika pada waktu mengambil itu sudah ada maksud (niat) untuk memiliki uang tersebut, maka peristiwa ini adalahpencurian. Apabila pada waktu mengambil itu pikiran A adalah: “uang itu akan saya serahkan ke kantor polisi” dan betul diserahkannya, maka A tidak berbuat suatu peristiwa pidana, akan tetapi jika sebelum sampai di kantor polisi kemudian timbul maksud untuk memiliki uang itu dan dibelanjakan, maka A salahmenggelapkan.
Sejalan dengan pendapat di atas, S.R. Sianturi dalam buku Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 625-626) menyatakan bahwa terkait Pasal 372 KUHP, dalam hal menemukan sesuatu benda di jalanan, di lapangan, di suatu tempat umum, dan sebagainya, maka perlu dinilai hubungan kejiwaan antara seseorang itu dengan barang tersebut ketika dia menemukan barang tersebut, atau mengetahui barang yang tertinggal tersebut, atau menyadari keterbawaan barang tersebut.
Lebih lanjut, jika pada saat seketika itu dia mengatakan: “Oh, ini rejeki nomplok, menjadilah barang itu milikku”, maka dalam hal ini dipandang telah terjadi pengambilan (pemindahan kekuasaan) yang menjadi unsur tindakan utama dari Pasal 362 yaitu pasal pencurian). Tetapi, jika pada saat itu ia mengatakan: “Ah, kasihan pemilik barang itu, nanti cari-cari dia. Pada kesempatan pertama saya harus mengembalikannya”. Namun setelah beberapa hari berselang timbul keinginannya untuk memilikinya, maka yang terjadi adalah penggelapan(hal. 625 – 626).
Dengan demikian, mengacu pada pendapat ahli di atas, tindakan mengambil dompet berisi uang yang ditemukan di jalan pada dasarnya dapat didakwa berdasarkan KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[1] yaitu tahun 2026,yaitu Pasal 372 KUHP atau Pasal 486 UU 1/2023 tentang penggelapan dan/atau Pasal 362 KUHP atau Pasal 476 UU 1/2023 tentang pencurian.
Perlu dicatat bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana pencurian atau penggelapan sepanjang dapat dibuktikan serta memenuhi unsur-unsur delik dalam pasal yang dimaksud.
Asas Ne Bis In Idemdalam Hukum Pidana
Selanjutnya, kami akan menjawab pertanyaan Anda terkait bolehkah jaksa mengajukan dakwaan baru terhadap si A berdasarkan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, padahal hakim telah membebaskan si A karena tidak ada sifat melawan hukum pada perbuatan si A dan apakah hal tersebut tidak melanggar asas ne bis in idem?
Untuk pertanyaan tersebut, kami akan jelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan asas ne bis in idem. Asasne bis in idemmengandung makna bahwa seseorang tidak dapatdituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan dalam perkara yang sama.
Asas ini diatur dalam Pasal 76 KUHP atau Pasal 132 dan Pasal 134 UU 1/2023 sebagai berikut:
Pasal 76 KUHP
Pasal 132 huruf a UU 1/2023
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap setiap orang atas perkara yang sama.
Pasal 134 UU 1/2023
Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam 1 perkara yang sama jika untuk perkara tersebut telah ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berlakunya asas ne bis in idem itu digantungkan kepada hal, bahwa terhadap seseorang dan peristiwa tersebut telah ada putusan hakim dengan vonis yang tidak diubah lagi yang berisi:[2]
penjatuhan hukuman (veroordeling). Dalam hal ini terdakwa diputuskan bersalah oleh hakim karena telah melakukan tindak pidana; atau
putusan lepas (ontslag van rechtsvervolging). Dalam hal ini perbuatan yang dituduhkan terhadap terdakwa dapat dibuktikan, namun perbuatan itu bukanlah suatu tindak pidana; atau
putusan bebas (vrijspraak). Dalam hal ini berarti perbuatan tindak pidana yang dituduhkan kepada terdakwa tidak cukup bukti.
Putusan yang telah diperiksa pokok perkaranya dan mempunyai kekuatan hukum tetap, berarti putusan tersebut telah mempertimbangkan apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Terhadap putusan tersebut, dapat berlaku ne bis in idem.
Jika putusannya hanya berkaitan dengan kompetensi absolut atau kompetensi relatif ataupun mengenai sah-tidaknya dakwaan bukanlah termasuk putusan yang telah diperiksa pokok perkaranya, sehingga atas putusan tersebut belum dapat diberlakukan asas ne bis in idem.
Hal ini dijelaskan oleh Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi (hal. 423) bahwa syarat ne bis in idem adalah res judicata yang berarti ada suatu tindak pidana yang telah diperiksa berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana terdakwa telah diputus dan mempunyai hukum tetap.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Wirjono Prodjodikoro, dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 161-162) bahwa apabila kejaksaan dengan salah satu dari kedua putusan hakim yaitu putusan yang menyatakan terdakwa dibebaskan (vrijgesproken) atau terdakwa dilepaskan dari tuntutan (ontslagen van rechtsvervolging), terpaksa mengajukan tuntutan baru, maka tibalah saatnya hakim harus meninjau Pasal 76 KUHP tentang ne bis in idem.
Concursus Idealis dalam Kasus Menemukan Uang di Jalan
Selanjutnya, bisakah si A dituntut dua kali dalam kasus ini? Perlu diketahui bahwa perbuatan si A mengambil dompet berisi uang yang ditemukan di jalan hanyalah dapat dipandang sebagai satu perbuatan dan termasuk ke dalam concursus idealis.
Tegasnya, concursus idealis terjadi ketika ada satu perbuatan, namun termasuk ke dalam lebih dari satu rumusan delik. Seperti dalam kasus si A yang mengambil dompet yang ditemukan di jalan, namun dapat dikenakan pasal tentang pencurian atau pasal tentang penggelapan.
Mengutip pendapat Diah Gustiniatidan Budi Rizki H, dalam buku Azas-azas dan Pemidanaan Hukum Pidana di Indonesia (hal. 197), yang menyatakan bahwa suatu kasus dipandang sebagai concursus realis ketika terdakwa melakukan beberapa perbuatan, maka dimungkinkan ada penuntutan lagi. Akan tetapi apabila dipandang sebagai concursus idealis, dimana hanya dipandang ada satu perbuatan, maka hanya dimungkinkan adanya satu kali penuntutan saja.
Dengan demikian, jika putusan bebas si A telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dakwaan baru yang diajukan oleh jaksa penuntut umum yang mendakwa si A dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan melanggar asas ne bis in idem. Selain itu, perbuatan si A termasuk concursus idealis, sehingga hanya dimungkinkan 1 kali penuntutan saja.