Saya mau bertanya, bolehkah napi yang mendapatkan cuti bersyarat melakukan pekerjaan di luar kota? Terimakasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Cuti bersyarat merupakan salah satu program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Pada prinsipnya sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sesuai bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (“UU 12/1995”). Dengan demikian, warga binaan pemasyarakatan (narapidana) dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Cuti bersyarat merupakan salah satu program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.[1]
Cuti bersyarat dilaksanakan melalui pembimbingan dan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan (“Bapas”) dan Kejaksaan serta dapat melibatkan kelompok masyarakat peduli pemasyarakatan (“Pokmas”),[2] yang merupakan himpunan unsur masyarakat baik organisasi maupun perorangan yang memiliki kepedulian tinggi dan kesediaan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemasyarakatan.[3]
Cuti bersyarat dapat diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi syarat:[4]
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan;
telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 6 bulan; dan
berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 6 bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 masa pidana.
Adapun kelengkapan dokumen yang menjadi syarat pemberian cuti bersyarat sesuai dengan Permenkumham 32/2020adalah sebagai berikut:[5]
petikan putusan pengadilan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (“Lapas”)/Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”);
salinan register F dari Kepala Lapas/LPKA;
salinan daftar perubahan dari Lapas/LPKA;
surat pernyataan dari narapidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum dan menjalankan protokol kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19;
surat keterangan dari instansi penegak hukum yang menyatakan tidak terlibat perkara lain dan/atau tidak terdapat penundaan proses perkara lain;
laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan yang diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Bapas; dan
surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga/wali, lembaga sosial, instansi pemerintah, instansi swasta, yayasan, atau pembimbing kemasyarakatan yang menyatakan bahwa:
narapidana tidak melakukan perbuatan melanggar hukum; dan
membantu dalam membimbing dan mengawasi narapidana selama mengikuti program cuti bersyarat.
Namun, cuti bersyarat tersebut tidak diberikan kepada narapidana yang melakukan tindak pidana:[6]
narkotika, prekursor narkotika, dan psikotropika, untuk narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun;[7]
terorisme;
korupsi;
kejahatan terhadap keamanan negara;
kejahatan hak asasi manusia yang berat; dan/atau
kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.
Saat ini dalam pelaksanaannya, pemberian cuti bersyarat sudah melalui sistem informasi pemasyarakatan yang terintegrasi antara Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Kemenkumham”), dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.[8]
Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:
Tim pengamat pemasyarakatan Lapas/LPKA merekomendasikan usulan cuti bersyarat bagi narapidana kepada Kepala Lapas/LPKA berdasarkan data narapidana yang telah memenuhi syarat.[9]
Dalam hal Kepala Lapas/LPKA menyetujui usulan pemberian cuti bersyarat, Kepala Lapas/LPKA menyampaikan usulan pemberian cuti bersyarat kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham.[10]
Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham melakukan verifikasi tembusan usulan cuti bersyarat paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal usulan diterima dari Kepala Lapas/LPKA.[11] Hasil verifikasi usulan cuti bersyarat tersebut kemudian disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.[12]
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Pemasyarakatan melakukan verifikasi usulan pemberian cuti bersyarat, dan jika disetujui maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan keputusan pemberian cuti bersyarat.[13]
Keputusan pemberian cuti bersyarat akan disampaikan kepada Kepala Bapas untuk diberitahukan kepada narapidana.[14]
Penting untuk dicatat, terhadap cuti bersyarat dapat dilakukan pencabutan dalam hal narapidana melanggar:[15]
syarat umum, terlibat pelanggaran hukum dan ditetapkan sebagai tersangka/terpidana; dan/atau
syarat khusus, yang terdiri atas:
menimbulkan keresahan dalam masyarakat didasarkan oleh pengaduan masyarakat yang diklarifikasi oleh pembimbing kemasyarakatan;
menimbulkan keresahan dalam masyarakat berdasarkan hasil pengawasan oleh pembimbing kemasyarakatan;
tidak melaksanakan protokol kesehatan sesuai dengan ketentuan pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19;
tidak mengikuti atau mematuhi program pembimbingan yang ditetapkan oleh Bapas;
tidak melaksanakan kewajiban melapor kepada Bapas yang membimbing paling banyak 3 kali berturut-turut; dan/atau
tidak melaporkan perubahan alamat atau tempat tinggal kepada Bapas yang membimbing.
Berdasarkan penjelasan di atas, menjawab pertanyaan Anda, pada prinsipnya tidak ada aturan yang melarang atau membatasi narapidana yang diberikan cuti bersyarat untuk bekerja diluar kota. Oleh karena itu, yang terpenting adalah seluruh syarat serta ketentuan yang kami jelaskan di atas dipenuhi oleh narapidana, termasuk pelaporan rutin ke Bapas yang ditunjuk.