PN Jakpus Kandaskan Gugatan Mintarsih terhadap Bos Blue Bird
Berita

PN Jakpus Kandaskan Gugatan Mintarsih terhadap Bos Blue Bird

Untuk sementara, “perang saudara” putra-putri Djokosoetono berakhir.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Armada Blue Bird. Foto: RES (Ilustrasi)
Armada Blue Bird. Foto: RES (Ilustrasi)
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan tidak dapat menerima gugatan yang diajukan oleh mantan Wakil Direktur CV Lestiani (kini menjadi PT Lestiani) Mintarsih A Latief terhadap bos Blue Bird Purnomo Prawiro Mangkusudjono, Selasa (18/2).

“Tidak dapat menerima gugatan penggugat,” putus Ketua Majelis Hakim Annas Mustaqim dalam persidangan, Selasa (18/2). Annas memutus perkara ini bersama dengan Hakim Gosen Butar-Butar dan Antonius Widijantono.

Dalam putusannya, majelis menilai Mintarsih sudah tidak lagi berada di dalam CV Lestiani. Majelis menggunakan Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) untuk memutus persoalan ini. Pasal itu menyatakan pendirian CV harus dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dan ada pesero aktif dan pasif.

Nah, berdasarkan itu, majelis berpendapat pengunduran diri Mintarsih dari CV Lestiani adalah sah, apalagi pengunduran tersebut dilakukan secara sukarela. Pengunduran itu pun telah sesuai dengan Pasal 3 Akta CV Lestiani. Bahkan, keluarnya Mintarsih sebagai pesero pengurus dibuktikan dengan surat penetapan majelis hakim Pengadilan Jakarta Pusat tertanggal 30 April 2001 lalu.

Sehingga, apapun perbuatan hukum yang dilakukan Direktur PT Lestiani, Purnomo Prawiro Mangkusudjono dan keluarga Djokosoetono lainnya tidak perlu meminta persetujuan dari Mintarsih terlebih dahulu. Sebab, Mintarsih memang tak lagi “orang dalam” dari persekutuan komanditer ini.

Kendati demikian, majelis mengatakan Mintarsih tetap dapat meminta hak-hak atas sahamnya yang dirasa kurang. “Meskipun CV Lestiani (sekarang berubah menjadi PT Lestianii,-ed) sudah tidak ada lagi, Penggugat masih bisa meminta hak-haknya yang kurang,” ujar Annas.

Ditemui usai sidang, Mintarsih A Latief tegas menyatakan banding. Pasalnya, Mintarsih menilai putusan ini janggal karena majelis mengatakan dasar CV adalah kesepakatan bersama. “Semua mengatakan mundur adalah kesepakatan, nah kalau memang kesepakatan mengapa saya tidak bisa menegosiasikan hak-hak saya? Kok bisanya saya nggak dibayar atas hak-hak saya,” tandasnya.

Kuasa Hukum Tergugat dan Turut Tergugat, Hotman Paris Hutapea menyatakan pihaknya telah menang mutlak. Kasus antara putra-putri Djokosoetono ini telah usai. Ia menegaskan ‘perang saudara’ telah berakhir. Inti putusan, lanjut Hotman, adalah majelis hakim telah memutuskan keluarnya Mintarsih sebagai pesero pengurus di CV Lestiani adalah sah.

“Kita telah mutlak menang. Blue Bird Taxi telah usai dari perang saudara karena telah tegas disebutkan Mintarsih bukan pesero di CV Lestiani. Jadi, siapa lo?” ucapnya dengan yakin usai persidangan kepada hukumonline.

Hotman juga tak mau ambil pusing walau gugatan rekonvensi (gugatan baliknya) juga tak diterima oleh majelis. “Itu hanyalah formalitas. Kita tetap menang mutlak,” lanjutnya lagi.

Lebih lanjut, Hotman mempersilahkan Mintarsih untuk menempuh upaya hukum yang lebih tinggi. “Silahkan saja, yang penting kita sudah menang dan hakim tegas mengatakan dia bukan pengurus CV Lestiani,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Mintarsih menyeret CV Lestiani dan Direktur CV Lestiani Purnomo Prawiro Mangkusudjono sebagai para tergugat. Selain itu, Mintarsih juga menyertakan para ahli waris pendiri CV Lestiani, Chandra Suharto Mangkusudjono sebagai turut tergugat. Para ahli waris tersebut adalah Krisna Priawan Djokosoetono, Sigit Priawan Djokosoetono, Bayu Priawan Djokosoetono, dan Indra Priawan Djokosoetono. Begitu juga dengan PT Blue Bird Taxi sebagai Turut Tergugat V.

Kasus ini merupakan kasus ribut-ribut keluarga karena Chandra Suharto, Mintarsih, dan Purnomo Prawiro merupakan putra-putri Djokosoetono. Mintarsih menggugat saudara-saudara itu karena mereka menjual saham milik Mintarsih tanpa hak. Gugat menggugat ini berawal dari para tergugat yang tidak pernah melibatkan Mintarsih dalam kepengurusan perseroan. Sementara itu, Pasal 5 ayat (2) Anggaran Dasar mengamanatkan Wakil Direktur CV Lestiani bertindak dan mengurus perseroan juga.

Namun, Purnomo mengabaikan untuk melibatkan Mintarsih. Bahkan, Purnomo juga tidak pernah memperlihatkan buku perseroan kepada Mintarsih, termasuk meminta Mintarsih menandatangani buku perseroan yang berisi keuangan. Mintarsih telah berulang kali meminta kepada Purnomo untuk memperlihatkan buku-buku tersebut. Buku perseroan dinilai penting karena melalui buku itulah para pengurus mengetahui perkembangan CV Lestiani.

Pada akhirnya, CV dibubarkan dan saham-saham CV Lestiani yang ada di Blue Bird Taxi dialihkan ke para pengurus CV. Namun, hingga kini Mintarsih belum mendapatkan bagian sahamnya. Alhasil, Mintarsih mengalami kerugian laba yang tidak pernah dibagi sejak tahun 1971 sebesar Rp20 miliar dan kerugian karena tidak dijalankannya CV Lestiani oleh Purnomo sebesar Rp5 miliar. Tidak hanya kerugian material, Mintarsih juga mengalami kerugian immaterial senilai Rp50 miliar.
Tags:

Berita Terkait