Wajah Baru Pengelolaan Proyek SBSN Pasca Perubahan PP 56/2011
Kolom

Wajah Baru Pengelolaan Proyek SBSN Pasca Perubahan PP 56/2011

Setidaknya terdapat dua respons cepat yang harus segera dilakukan pemerintah dalam konteks ini adalah Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka mengakomodir amanat perubahan PP 56/2011.

Bacaan 8 Menit

Perspektif Hukum Perencanaan Pembangunan Nasional

Dari perspektif hukum perencanaan pembangunan nasional pengundangan PP 16/2023 telah melahirkan tanggung jawab sekaligus kewajiban hukum kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Menurut hemat Penulis, setidaknya terdapat dua respons cepat yang harus segera dilakukan pemerintah dalam konteks ini adalah Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka mengakomodir amanat perubahan PP 56/2011. 

Respon pertama dengan merevisi Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Proyek Yang Dibiayai Melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara. Selain dalam rangka melaksanakan amanat langsung dan tidak langsung ketentuan PP 16/2023, revisi tersebut juga untuk menjabarkan lebih lanjut ketentuan mengenai tata cara pengelolaan proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN pada PP 16/2023 yang masih bersifat general agar dapat operasional dengan diatur lebih teknis dan rinci dalam sebuah Peraturan Menteri.

Respon kedua, berkenaan penajaman mitigasi risiko proyek SBSN sebagaimana dijelaskan di atas, Kementerian PPN/Bappenas perlu membentuk unit independen yang mempunyai tugas dan fungsi untuk menata dan mengelola risiko (governance, risk, and compliance) proyek SBSN. Sebagaimana kita ketahui bersama, sudah seharusnya risiko proyek SBSN dikelola sejak fase awal. Ada 5 (lima) langkah dasar yang harus diambil untuk mengelola risiko proyek SBSN. Dimulai dari mengidentifikasi risiko (risk identification), menganalisis risiko (risk analysis), kemudian penilaian risiko dan solusi yang diterapkan (risk response), dan terakhir pemantauan dan kontrol risiko (risk monitoring and control). Dengan adanya unit independen governance, risk, and compliance proyek SBSN diharapkan dapat tercipta efektifitas pelaksanaan perencanaan, penatausahaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja proyek yang dibiayai melalui penerbitan SBSN.

Kira-kira bagaimana pemerintah mengambil langkah selanjutnya? Entahlah, namun semua berharap bahwa arah kebijakan yang diambil berujung pada upaya menumbuhkembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah melalui pemutakhiran tata kelola proyek SBSN sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

*)Mardiyanto, S.H., M.H., Tenaga Ahli Hukum dan Kelembagaan Kementerian PPN/Bappenas, Dosen Hukum Tata Negara IBLAM School of Law, Advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait