UUPM vs. Tanah Untuk Rakyat
Judicial Review:

UUPM vs. Tanah Untuk Rakyat

Baru saja diundangkan, UU Penanaman Modal sudah diajukan uji materiil oleh sekelompok LSM. Mereka menganggap UU Penanaman Modal kelewat liberal dan berpotensi menyengsarakan rakyat.

CRP/Ycb
Bacaan 2 Menit

 

Namun Janses mengaku hendak menggunakan risalah sidang Pansus UUPM. Dari situ, nantinya bisa diambil  sejumlah argumen-argumen anggota DPR penentang pasal-pasal yang diuji materiilkan mereka. BPN, meski dari pemerintah, sepanjang untuk menerangkan data-data pendukung yang kami kemukakan, akan kami pertimbangkan untuk dilibatkan, tambahnya.

 

Dihubungi lewat saluran telepon (2/8), dari kubu seberang, Staf Ahli Perundangan Pemerintah dalam Penyusunan UU PM Erman Rajagukguk enggan berkomentar soal Uji Materiil UU yang konon dulu, ia bela di depan parlemen. Saya nanti saja komentarnya. Toh saja juga belum menerima permohonannya, kilasnya.

 

Permohonan Kurang Fokus

Pada sidang pemeriksaan Pendahuluan pada Kamis (2/8) itu, Tim Advokasi Gerak Lawan membawa  pasukan pengunjuk rasa yang membuat sidang makin meriah dengan penjagaan ketat polisi. Sebelumnya pada Kamis (5/7) silam, saat mendaftarkan permohonan Uji Materiil, mereka juga membawa pengunjuk rasa yang berorasi dan beraksi teatrikal pengadilan rakyat di depan gedung baru MK.

 

Panel Hakim Konstitusi menganggap materi permohonan Tim Advokasi Gerak Lawan masih obscuur (kabur). Permohonannya tidak terfokus, muter-muter kemana-mana tidak jelas apa yagn dimaui pemohon,  kata Ketua Panel Hakim Konstitusi Harjono.

 

Menurutnya, dalil  pemohon yang membenturkan UUPM dengan sejumlah Undang-undang (UU) lainnya, seperti UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, dan UU Pokok Agraria (UUPA) justru membuat fokus persoalan menjadi tidak menentu. Pasal mana yang bertentangan dengan UUD 1945 dan segala argumen yang mengaitkan hal itu malah kurang dibahas, tegurnya.

 

Seperti kebiasaan dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim Konstitusi Laica Marzuki menyoroti soal legal standing para LSM. Dalam pandangan Laica, harus ada kaitan kerugian konstitusional yang diderita pemohon dengan berlakunya UUPM itu. Ini kok malah seperti karya akademis tapi tidak fokus, kata Laica.

 

Sementara menguatkan komentar kedua hakim lainnya, I Dewa Gede Palguna juga berkomentar sama. General statement mesti disebutkan. Kalau Anda mau memaparkan seperti karya akademis,  tesisnya harus jelas. Ada identifikasi masalah, lalu buat tesisnya. Selain itu, Anda juga terlalu menyepelekan legal standing, tandas Palguna.

 

Lantaran terlalu panjang lebar menasihati pemohon, Palguna sampai mengutip Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MK. Maaf, tapi kami (Hakim Konstitusi-red) ini memang diwajibkan oleh Undang-Undang MK untuk memberi nasihat pada pemohon mengenai kejelasan dan kelengkapan permohonan yang diajukan, tuturnya. Sebab, lanjutnya, Nanti jangan sampai MK menyatakan N/O (niet ontvankelijk verklaard-red) hanya karena permohonannya kabur.

Tags: