Tuntutan Berlipat Edhy Prabowo
Terbaru

Tuntutan Berlipat Edhy Prabowo

Selain pidana penjara selama 5 tahun, Edhy Prabowo dikenakan uang pengganti sebesar Rp9 miliar dan pencabutan hak politik.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit

Dalam sidang ini pula, staf khusus dan sekretaris pribadi serta pemilik PT ACK juga dituntut bersama Edhy. Misalnya Andreau Misanta Pribadi dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, Safri dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kemudian, Amiril Mukminin dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, Ainul Faqih dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan dan terakhir Sidwadhi Pranoto Loe dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Atas dasar ini, Edhy Prabowo dkk diyakini melakukan tindak pidana sesuai dakwaan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Tidak bersalah

Kepada wartawan usai sidang, Edhy sendiri merasa tidak salah dan tidak punya wewenang terhadap ekspor Benur yang sudah ia delegasikan sesuai dengan bukti persidangan. Meskipun mengklaim bukan salahnya, menurut Edhy ia tetap bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian yang ia pimpin dan tidak melarikan diri begitu saja.

“Tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai. Keputusan ini, tuntutan ini ajan saya jalani terus sampai besok tgl 9 kami mengajukan pembelaan setelah itu ada proses putusan,” terangnya.

Soesilo Ariwibowo, penasihat hukum Edhy mengatakan hal yang sama. Menurutnya, surat tuntutan itu agak dipaksakan sesuai dengan dakwaan meskipun fakta-faktanya bertentangan. Contoh misalnya soal kewenangan, ia menyebut penuntut seakan ambigu mengakui bahwa itu bukan kewenangan kliennya terkait dengan pengurusan izin ekspor dan budidaya karena itu sudah didelegasikan kepada para Dirjennya.

“Tadi dalam fakta persidangan tak ada satu saksi pun yang mengatakan bahkan secara terang benderang semua saksi mengatakan tidak tahu ada intervensi dari Pak Edhy termasuk Sespri maupun stafsusnya sendiri. Artinya Pak Edhy sebenarnya tidak dalam kewenangannya terkait dengan perizinan yang dituduhkan pada pak Edhy. Ini kan tuduhannya pak Edhy dianggap menerima uang hasil mempercepat proses perizinan lobster dan izin ekspor. Namun, di dalam faktanya tak terjadi seperti itu. Bahkan yang AS$77 ribu yang konon diakui oleh Safri tapi kan gak bisa terbukti atau ada petunjuk lain bahwa itu diterima oleh Pak Edhy,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait