Tuangkan Semua Kesepakatan Kerja Dalam Satu Dokumen
Berita

Tuangkan Semua Kesepakatan Kerja Dalam Satu Dokumen

Jika berada dalam satu dokumen, akan lebih memudahkan para pelaku hubungan industrial. Selain itu, agar tidak ada pertentangan antara kesepakatan yang satu dengan kesepakatan yang lain.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Pada persidangan yang digelar Selasa (2/9) lalu, kuasa hukum Budi menghadirkan Mirisnu Viddiana sebagai saksi. Di dalam persidangan, Viddi –demikian Mirisnu Viddiana disapa–menuturkan bahwa pilihan unjuk rasa untuk menuntut kesejahteraan diambil setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas SPBM. Kalau Dewan Pengawas tidak mengizinkan, maka unjuk rasa itu tidak akan terwujud. Jadi bukan karena pengaruh saudara Budi ini. Saya saja yang ketua SPBM tidak bisa memutuskan tanpa persetujuan Dewan Pengawas, apalagi saudara Budi, papar Viddi.

 

Pihak Bank Mandiri sendiri tampaknya tidak terlalu peduli tentang siapa yang berhak mengambil keputusan di SPBM. Buktinya, tidak ada anggota Dewan Pengawas yang dijatuhkan sanksi serupa. Bank BUMN ini hanya menyesalkan mengenai bentuk pilihan tindakan yang diambil SPBM dalam menuntut haknya.

 

Di persidangan kuasa hukum Bank Mandiri berulang kali menegaskan, berdasarkan ketentuan di dalam PKB, jika ada perselisihan antara pekerja dengan manajemen, maka akan diselesaikan dengan peraturan yang berlaku. Ia menafsirkan frasa 'peraturan yang berlaku' hanyalah kepada UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI dan UU Ketenagakerjaan. Kalau mengacu ke dalam undang-undang itu, maka penyelesaian perselisihan hanya bisa ditempuh lewat mekanisme bipartit, mogok kerja, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan atau berujung ke PHI.

 

Bagi Bank Mandiri, pilihan SPBM untuk berunjuk rasa ke beberapa instansi pemerintahan, tidak sesuai dengan undang-undang. Dengan sendirinya, Bank Mandiri menilai SPBM telah melanggar ketentuan PKB.

 

Viddi tidak tinggal diam mendengar argumentasi Bank Mandiri. Ia menceritakan bahwa dirinya bersama dengan Budi dan beberapa koleganya adalah sebagai tim perunding penyusun PKB. Lebih lanjut ia menuturkan, saat perundingan PKB berlangsung sebenarnya ada beberapa kesepakatan. Kesepakatan antara SPBM dan manajemen itu ada yang dituangkan ke dalam PKB, dan ada juga yang di tempat lain. Kesepakatan yang tidak tertuang di dalam PKB itu, kita masukkan ke dalam gentlemen's agreement yang juga tertulis, tukas Viddi.

 

Di dalam gentlemen's agreement itu, kata Viddi, disebutkan mengenai upaya SPBM untuk memperjuangkan haknya. SPBM dibolehkan untuk melakukan mogok kerja dan upaya lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang. Nah ketentuan ini cuma ada di gentlemen's agreement, tidak di PKB. Waktu itu pihak manajemen berdalih kalau masalah mogok kerja dan upaya lain ini kan sudah diatur dalam undang-undang, jadi tidak perlu dimasukkan ke PKB. Kita waktu itu berprasangka baik saja dan mengikuti kemauan manajemen, Viddi bercerita.

 

Berbekal gentlemen's agreement itu, SPBM pun menganggap unjuk rasa bisa saja dilakukan sepanjang tidak melanggar undang-undang. Makanya kami memberitahukan Polda Metro Jaya terlebih dulu tentang rencana aksi unjuk rasa kami ini.

 

Terhadap perkara ini, Mustaqim angkat bicara. Menurutnya, pilihan berunjuk rasa maupun mogok kerja adalah hak buruh. Sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kalau demo misalnya, ya harus melapor ke pihak berwajib terlebih dulu, imbuhnya. Jika unjuk rasa atau mogok kerja dilakukan secara sah menurut hukum, maka Mustaqim menegaskan, perusahaan tidak boleh membalasnya dengan sanksi PHK.

Tags: