Tommy Soeharto, yang selama ini menjadi buronan nomor satu Kepolisian ditangkap di daerah Bintaro, tepatnya Jl. Maleo VI No. 9 Bintaro Jaya Sektor IX, Jakarta Selatan setelah dikepung 25 aparat reserse Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jakarta.
Penangkapan terhadap Tommy di daerah Bintaro, menurut keterangan Kapolda Sofjan Jacob, dipimpin oleh Kasupim Kobra anti-Teror dan Bom Polda Metro Jaya AKP Syafei, yang dibentuk untuk memburu Tommy. Pada saat penangkapan, Tommy sedang berada di kamar dan sama sekali tidak melakukan perlawanan.
Pengejaran terhadap buronan Tommy Soeharto dilakukan aparat Kepolisian sejak 3 November 2000, setelah pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita menyatakan Tommy bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada kasus ruilslag (tukar guling) Bulog dengan Goro.
Tommy diancam hukuman mati
Pihak Kepolisian mulai kembali gencar melakukan pemburuan terhadap Tommy, setelah pada 7 Agustus 2001 polisi berhasil menangkap Mulawarman dan Noval Hadad, pelaku penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, yang mengaku membunuh hakim agung tersebut atas perintah Tommy Soeharto.
Setelah menangkap para tersangka pembunuh hakim agung, pihak kepolisian sempat memberikan deadline kapada Tommy untuk menyerahkan diri atau pihak Kepolisian tidak akan bertanggungjawab lagi atas keamanan Tommy. Namun, Tommy tetap juga tidak mau menyerahkan diri.
Untuk kasus pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, baik pelaku langsung maupun yang menyuruh melakukan pembunuhan yakni Tommy, bakal diganjar hukum berat. Tommy dituduh melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang diancam hukuman mati.
Sementara terhadap pemilikan senjata api, yang ditemukan di Jl. Alam Segar Pondok Indah, Jakarta Selatan pada 3 November 2000 serta dugaan keterlibatan teror bom yang melanda beberapa tempat di Jakarta, Tommy dituduh melanggar UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang juga diancam dengan hukuman mati.