Terikat Perkawinan Campuran? Pahami Aturan Pokok Pembagian Warisan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Terikat Perkawinan Campuran? Pahami Aturan Pokok Pembagian Warisan

Sistem hukum yang mengatur pembagian waris di Indonesia tidak tunggal.

M-27
Bacaan 2 Menit

Hukumonline.com

 

Patut dicatat bahwa harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang pewaris dan biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (bila ada). Jika pewaris meninggalkan isteri (janda) atau suami (duda) dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini). Sesuai hukum adat, harta bersama/gono-gini dibagi menjadi dua bagian, separuhnya adalah milik suami dan separuhnya milik istri.

 

Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhis), pembayaran hutang dan pemberian kerabat (Pasal 171 butir e KHI). Sesuai Pasal 194-214 KHI, kerabat yang tidak memperoleh bagian waris, anak angkat, atau orang tua angkat dapat memperoleh bagian sebagai hibah (ketika pewaris masih hidup) atau sebagai wasiat wajibah, atau diberi bagian yang tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan.

 

Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. (pasal 188 KHI). Namun, perlu diketahui bahwa perhitungan seperti di atas dapat dilaksanakan apabila ahli waris mengajukan permohonan penetapan waris ke pengadilan agama.

 

Dalam hukum perdata (KUH Perdata), ahli waris dibagi ke dalam empat golongan, yaitu:

Golongan I (Suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya); Golongan II (Orang tua dan saudara kandung pewaris); Golongan III (Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris); dan Golongan IV  (Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris).

 

(Baca juga : Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata)

 

Dalam hukum perdata, jika ada Golongan I, maka  golongan-golongan selanjutnya akan terdinding. Elizabeth menjelaskan jika ada anak dan juga ada pasangan hidup maka yang lain-lain tidak memperoleh pasangan hidup, jadi kapan yang lain-lain memperoleh waris? Yang lain dapat memperoleh waris kalau suami atau isteri tidak ada. Menurut hukum perdata, Golongan I akan menutup golongan kedua, ketiga hingga keempat. Jika tidak ada Golongan I, maka yang mendapat ialah Golongan II. Jika Golongan I dan II tidak ada, warisan jatuh ke Golongan III. Jika Golongan III pun tidak ada, maka Golongan IV yang menjadi ahli waris. Jika keempat golongan tidak ada, maka warisan jatuh ke negara diambil dan diurus Balai Harta Peninggalan.

 

Elizabeth mengingatkan bahwa dalam hukum perdata seluruh bagian diberikan sama rata setiap ahli waris. Hal pertama yang harus dilakukan ahli waris ialah membuat surat keterangan waris ke notaris, lalu mengecek terlebih dahulu apakah pewaris meninggalkan wasiat atau tidak. Ada tidaknya wasiat berpengaruh pada besaran waris yang akan dibagi kepada para ahli waris (legitime portie). Pengecekan surat wasiat pun memiliki syarat yang mengharuskan pewaris atau pembuat wasiat sudah meninggal ditandai adanya surat keterangan kematian atau akta kutipan kematian yang dapat dikeluarkan oleh kelurahan; adanya identitas yang meninggal; dan adanya surat permohonan pengecekan dari ahli warisnya.

 

Bagaimana jika suami yang meninggal adalah seorang WNA, yang menikahi perempuan Indonesia? Apa syarat-syarat di atas berlaku dan dapat di akses melalui notaris atau pengadilan di Indonesia? Elizabeth berpendapat hukum waris yang digunakan adalah hukum waris yang berlaku di negara asal WNA. Ia merujuk pada Pasal 16 Algemene Bepalingen wetgeving voor Indonesie (AB).

Tags:

Berita Terkait