Telkomsel dan Sony BMG Langgar Hak Moral Dodo Zakaria
Berita

Telkomsel dan Sony BMG Langgar Hak Moral Dodo Zakaria

Tindakan Telkomsel dan Sony BMG memotong lagu (mutilasi) lagu 'Di dadaku ada kamu' karya Dodo Zakaria untuk digunakan di dalam Nada Sambung Pribadi dinyatakan sebagai pelanggaran hak moral.

IHW
Bacaan 2 Menit
Telkomsel dan Sony BMG Langgar Hak Moral Dodo Zakaria
Hukumonline

 

Sebaliknya, Indra Nathan Kusnadi kuasa hukum Telkomsel menyesalkan putusan hakim. Dijelaskan Indra, majelis hakim ternyata tidak melirik sama sekali alat bukti yang disodorkannya. Putusan ini belum memiliki kekuatan hukum yang tetap. Para pihak masih dimungkinkan untuk menempuh upaya hukum selanjutnya, yaitu kasasi. Tampaknya upaya kasasi itu yang akan kita ambil, karena putusan majelis hakim kemarin (15/8) sama sekali tidak memperhatikan alat bukti yang kami ajukan, jelas Indra.

 

Alat bukti yang sama sekali tidak dipertimbangkan, lanjut Indra, adalah perjanjian lisensi antara pihak Sony BMG dengan Dodo Zakaria. Disebutkan secara jelas di dalam perjanjian itu bahwa Dodo memberikan izin kepada Sony BMG untuk menyiarkan lagu ciptaannya dalam bentuk apapun. Sayang.. Hakim tidak mempertimbangkan bukti surat perjanjian itu, keluh Indra.

 

Selain itu, masih menurut Indra, keterangan ahli yang dihadirkan olehnya juga tidak diperhatikan oleh hakim. Padahal berdasarkan keterangan Rahmi Jened sebagai ahli yang kami ajukan, beliau menyatakan dalam konteks NSP tidak ada mutilasi lagu seperti yang diatur di dalam penjelasan Pasal 24 Ayat (2) UU Hak Cipta, tuturnya. Mutilasi, kata Indra mengutip keterangan Rahmi yang merupakan pakar HaKI Universitas Airlangga, baru terjadi ketika bagian lagu yang dipotong dimodifikasi sedemikian rupa sehingga seolah-olah membentuk sebuah lagu baru.

 

Dengan demikian, sebenarnya lagu yang terdapat di dalam NSP bukanlah mutilasi lagu, karena orisinalitas lagu itu tetap dipertahankan. Setiap orang yang mendengar NSP itu masih bisa mengetahui lagu aslinya, tandasnya. Lebih jauh Indra membandingkan potongan lagu yang kerap dimainkan di sebuah acara kuis di televisi, sebut saja misalnya Berpacu Dalam Melodi atau Kuis Dangdut, yang tidak pernah dipersoalkan. Ini aneh. Cuma di Indonesia saja NSP dipermasalahkan. Di negara lain tidak ada tuh.

 

Pakar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Universitas Padjadjaran, Ahmad M. Ramli ketika dihubungi hukumonline menyatakan pada prinsipnya hak moral terdiri dari hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan (attribute right) dan hak untuk tidak diubah ciptaannya (integrity right).

 

Menunjuk pada ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UU Hak Cipta, sambung Ramli, setiap tindakan mengambil sebagian dari sebuah lagu yang utuh tanpa persetujuan penciptanya merupakan tindakan mutilasi. Dan berdasarkan penjelasan Pasal 24 Ayat (2) UU Hak Cipta, mutilasi adalah pelanggaran terhadap hak moral, tegasnya.

 

Setali tiga uang. Rapin Mudiarjo Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Watch memiliki pandangan serupa. Prinsipnya, memotong atau memodifikasi lagu dibolehkan sepanjang mendapatkan izin dari si pencipta. Jika tidak, jelas itu adalah pelanggaran hak moral, ujarnya.

 

NSP, menurut Rapin, adalah bentuk termutakhir dari Perbanyakan seperti yang diatur dalam Pasal 1 huruf 7 UU Hak Cipta. Dalam pasal itu Perbanyakan disebutkan sebagai penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Namun seperti disebutkan Ramli, hak untuk memperbanyak dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Jadi meskipun dimungkinkan untuk memotong atau mengambil sebagian, tetap harus meminta persetujuan pencipta. Karena penciptalah yang memegang hak untuk memperbanyak itu, kata Ramli.

 

Sedangkan menurut Rapin, dalam prakteknya seolah-olah ada pembagian 'kapling' antara pencipta yang berhak atas hak mengumumkan dan produser rekaman atas hak memperbanyak. Akhirnya yang terjadi seperti ini. Karena merasa memiliki hak memperbanyak, produser rekaman akhirnya bisa membikin lagu menjadi NSP tanpa ada obrolan terlebih dulu dengan pencipta, tandasnya.

 

Dikabulkan sebagian

Di dalam putusan, meskipun Telkomsel dan Sony BMG dinyatakan telah melanggar hak moral, namun hakim tidak menghukum keduanya untuk membayar ganti rugi sebagaimana dimohonkan Dodo yang totalnya berjumlah Rp10,3 milyar.

 

Hakim tidak mengabulkan tuntutan ganti rugi karena kami dianggap tidak bisa memperinci atau memperjelas kerugian yang dialami oleh Dodo karena hak moralnya terlanggar, ujar Santi mengungkapkan alasan penolakan hakim.

 

Rapin Mudiardjo ketika dimintai tanggapannya menyatakan putusan hakim yang menolak tuntutan ganti rugi dapat dibenarkan. Putusan hakim sudah tepat, karena dalam gugatan masalah hak moral, pemenuhannya bukan dengan ganti rugi materil. Melainkan dengan perintah hakim untuk menghentikan pelanggaran hak moral lebih lanjut, Rapin berujar. Senada dengan Rapin, Ramli mengatakan bahwa pada prinsipnya Hak Moral tidak berhubungan dengan masalah kerugian materil.

 

Perkara gugatan Dodo kepada Telkomsel dan Sony BMG ini sebenarnya bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Dodo juga pernah mengajukan gugatan yang sama kepada keduanya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Saat itu, selain menuntut masalah pelanggaran hak moral, Dodo juga menuntut agar pengadilan membatalkan perjanjian lisensi antara Dodo dengan Sony BMG. Namun gugatan Dodo saat itu tidak diterima (Niet Ontvankelijk verklaard, NO) karena Pengadilan Niaga tidak berwenang untuk membatalkan suatu perjanjian.

 

Atas putusan NO itu, kami tidak mengajukan kasasi. Melainkan memilih untuk melayangkan gugatan baru yang lebih fokus kepada masalah pelanggaran hak moral yang hasilnya dikabulkan sebagian oleh hakim, cerita Santi.

 

Kabar gembira dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menghampiri Dodo Zakaria. Betapa tidak, perkara gugatannya kepada Telkomsel dan Sony BMG dikabulkan sebagian oleh majelis hakim pada hari Rabu (15/8). Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Heru Purnomo menyatakan tindakan Telkomsel dan Sony BMG yang memutilasi lagu 'Di Dadaku Ada Kamu' di dalam penggunaannya sebagai Nada Sambung Pribadi (NSP) telah melanggar Hak Moral Dodo sebagai penciptanya.

 

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan agar Telkomsel dan Sony BMG harus bertanggung jawab secara tanggung renteng dan memerintahkan agar keduanya untuk menghentikan segala bentuk penggunaan lagu ciptaan Dodo itu sebagai NSP untuk tujuan komersil.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim sependapat dengan keterangan Edmon Makarim, pakar hukum Universitas Indonesia yang diajukan sebagai ahli oleh pihak Dodo. Saat itu Edmon secara garis besar menegaskan keterbatasan teknologi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan hukum. Artinya, hak cipta yang dipegang Dodo atas lagu 'Di dadaku ada kamu' adalah sepenuhnya untuk lagu itu. Jadi, tidak bisa para tergugat dengan sewenang-wenang memotong lagu itu dengan alasan minimnya ketersediaan waktu di dalam NSP, kata I Gusti Ayu Santi Pujiati, kuasa hukum Dodo.

 

Menurut Santi, demikian ia biasa disapa, mengacu pada ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dijelaskan tentang tidak bolehnya suatu ciptaan diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain. Kecuali atas persetujuan pencipta atau ahli warisnya dalam hal si penciptanya sudah meninggal dunia, Santi menambahkan.

 

Santi mengaku cukup puas dengan putusan majelis hakim. Menurutnya, putusan ini diharapkan bisa menjadi tonggak awal bagi penghormatan atas sebuah hak cipta, khususnya hak moral. Namun kami masih akan berkonsultasi dengan Pak Dodo untuk menerima atau akan mengajukan upaya hukum lainnya, terang Santi.

Tags: