Suhardi Somomoeljono: Kami Sudah Mundur dari KKAI
Utama

Suhardi Somomoeljono: Kami Sudah Mundur dari KKAI

Dari delapan organisasi advokat yang bergabung di Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), cuma Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) yang menolak Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Padahal, jika dibanding organisasi-organisasi yang lain HAPI termasuk yang anggotanya paling sedikit dan relatif muda usia.

Amr
Bacaan 2 Menit

Kalau seandainya MA nanti memutuskan kartu advokat HAPI tidak berlaku untuk sidang ya terserah MA. Kami kan berhak juga untuk berijtihad untuk menterjemahkan maksud pembuat undang-undang yang seperti itu. Bahkan, kalau perlu kami akan judicial review minta kepada Mahkamah Konstitusi bagaimana menjelaskan ini nanti.

HAPI menganggap KKAI tidak berwenang mengeluarkan kartu advokat karena bukan badan hukum. Lalu, menurut anda bagaimana keabsahan KTPA KKAI?

KTPA itu hanya kartu tanda pengenal, inilah advokat. Kan yang kita pahami seperti itu, kartu tanda pengenal berarti istilahnya semuanya itu sudah diverifikasi oleh KKAI. Tapi, untuk kartu advokat pasti menyangkut identitas lengkap, kalau di kartu tanda pengenal kan tidak. Kan tidak ada alamat identitas seseorang di situ. Itulah yang namanya tanda pengenal, oh ini advokat. Tapi, secara materiil kalau kartu advokat itu menyangkut identitas yang dikeluarkan organisasi. Sementara itu kita dulu. Karena kita mengakui KKAI, makanya bolehlah dia melakukan verifikasi dalam rangka kebersamaan. Bisa saling mengontrol, maksud kita begitu. Inilah punya kita (HAPI), tolong KKAI dikontrol. Semacam diwaarmerken gitu lho. Dan dulu pak Fred (Fred BG Tumbuan) juga setuju bahwa KTPA hanya semacam waarmerken. Artinya, ditandai oleh KKAI bahwa ini sudah dicatat oleh KKAI, betul-betul sudah resmi gitu lho.

Jadi, sebenarnya lebih ideal sekali sekarang anggota HAPI selain punya kartu hitam itu, kartu tanda pengenal KKAI dimasukkan di dalam jadi satu kesatuan. Itu sebenarnya yang kita konsep. Kalau anda buka website HAPI di situ ada Surat Edaran Nomor 59, di situ kan sudah jelas nama, alamat, anak itu praktek di pengadilan tinggi mana. Kan jelas di situ karena memang ada dasar SKPTnya.

Ada anggapan justru memecah belah advokat?

Tidak, justru HAPI ingin mengingatkan senior-senior kita. Kami walaupun bagaimana menghormati, apalagi Ikadin sudah yang paling tua, kami itu anggaplah organisasi yang muda. Nah, dalam hal ini kami ingin mengingatkan karena berkali-kali ngomong juga tidak diperhatiin bahwa yang utama itu segera buat organisasinya cepat. Apakah mau ditunggalkan atau tidak itu terserah. Sebab ini hanya dua tahun diperintah oleh pembuat undang-undang. Sebab kami khawatir kalau dalam dua tahun itu tidak terwujud berartikan diambil alih oleh pemerintah untuk kepentingan umum. Jangan sampai mengganggu ketertiban umum dalam persidangan kan pemerintah boleh mengambil alih. Apalagi kita dipacu membuat kode etik bersama, belum lagi nanti mengadili anak-anak yang melanggar kode etik, kapan kita membentuk organisasi itu? Padahal, organisasi advokat itu semacam departemen. Kalau hakim punya Departemen Kehakiman, inilah Departemen Keadvokatan kita. Seperti di Jepang itukan punya gedung tinggi sekali bagusnya bukan main, kami kan memimpikan itu. Tapi, senior-senior kita tidak membimbing ke sana. Malah kami dibuat sibuk dengan kartu advokat dengan iuran 500 ribu banyak yang tidak mampu minta dispensasi macam-macam. Jadi, kita memang agak gak ngerti cara berpikirnya itu. Dan kami juga tidak sembarangan punya sikap seperti itu. Kami juga konsultasi dengan senior-senior juga. Kartu advokat HAPI keluar juga sudah konsultasi intensif dengan pak Sudjono (Ikadin,red) , kami juga intensif dengan Mas Teguh Samudera (Ikadin, red). Walau itu secara informal, tapi artinya tindakan kami bisa dibenarkan.

Apakah pernah ada niat dari DPP HAPI untuk keluar dari KKAI?

Lha, kalau itu sebenarnya pada saat rapat itu kami sudah menyatakan mundur. Yang terakhir pada saat kita mengeluarkan kartu advokat yang hitam itu. Ya sudah kalau memang KKAI tidak mengizinkan, kami sudah terlanjur mencetak dan sudah perintah Rakernas. Kalau hanya gini tidak boleh, ya sudah kami mundur saja. Kami sudah bilang begitu waktu di dalam rapat KKAI itu. Malah Ketua Umum HAPI sendiri yang menyatakan itu. Habis gimana, kita yang kecil tidak diakses gitu lho. Kita itu istilah partai kan gurem. Anggaplah kita itu PKB atau PAN yang kecil, yang besar-besar itukan Golkar, PDIP gitu lho. Kami tidak digubris omongan kita itu. Ya sudah, kita bersikap seperti itu saja nanti bagaimana pendapat masyarakat. Toh, kita punya Mahkamah Konstitusi yang lebih tinggi. Kalau memang kami keliru nanti ya MK yang akan menegakkan hak konstitusi masing-masing.

Nah, ini kami juga punya usul soal konsep Organisasi Advokat tidak pernah diakses oleh KKAI sehingga kami itu kayak, ah mungkin HAPI itu dianggap kecil gitu ya. Maksud saya, kita itu jangan saling meremehkan. Meskipun kami itu partai gurem istilahnya, juga harus didengar. Toh, kita kan bukan Parpol kita kan profesional yang mengedepankan intelektual bukan kekuatan massa gitu.

Terus terang, kami menginginkan adanya federasi supaya kedelapan organisasi advokat plus yang lain ini harus diberi akses masuk. Dengan catatan, federasi itu membuat AD/ART, membuat UUD yang menentukan siapa yang bisa masuk ke dalam federasi itu. Misalnya, harus memenuhi syarat harus punya anggota sekian, harus punya organisasi di daerah dan di pusat, harus ber-SK advokat dan lain sebagainya. Jadi, maksud HAPI supaya ada undang-undang federasinya, harus ada AD/ART federasi yang mengatur ini. Sebab kalau tidak ada yang mengatur itu nantikan organisasi advokat yang pepesan kosong bisa masuk kan bahaya juga.

Sebenarnya, HAPI itu tidak sepakat kalau KKAI itu kemudian ada koordinator dan sekretaris. Harusnya itu kalau memang betul-betul murni joint committee, maka itu semua harus ketua umum bersama Sekjen kedelapan (organisasi, red) itu. Kemudian, dibuat pimpinan kolektif, itu malah bisa sebenarnya. Tapi, minimal PO-nya (Project Officer, red) kan harus ada, walaupun sederhana. Inikan sama sekali belum ada.

Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di KKAI selama ini?

Misalnya, tentang penarikan 500 ribu tapi prakteknya setelah HAPI turun ke lapangan banyak sekali yang  tidak mampu ternyata. Itu belum sempat kita sosialisasi ke bawah mendekati teman-teman yang ada di LBH-LBH yang banyak sekali melakukan social worker. Ini belum sempat kita sosialisasi tahu-tahu diputus gitu aja. Jadi, terlalu cepat memang. Sehingga, memang kami sendiri keteteran.

Apakah Koalisi Advokat Publik dan HAM (KAPHAM) yang juga memprotes KKAI ada di belakang HAPI?

Tidak ada kerjasama secara kelembagaan. Tetapi, secara fungsional teman-teman itu semua hampir setiap hari juga ketemu di pengadilan. Kita juga diskusi bicara in person. Ide kami hampir sama, itu sebenarnya hanya kebetulan saja. Kemudian, mungkin terjadi semacam solidaritas. Kemudian, teman-teman PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia) sama kita semua adalah teman-teman akrab. Belum lagi APHI, LBH kemudian KAPHAM. Banyak organisasi advokat yang belum masuk di UU Advokat. Kemudian, Serikat Pengacara Rakyat juga. Anak-anak itu riil artinya memang DPP mereka aktif sekali, tapi tidak pernah diakses KKAI. Padahal, anak-anak itukan hanya perlu diperhatiin sebenarnya. Anak-anak itu juga punya SK.

Ada instruksi khusus pasca peluncuran KTPA KKAI kepada anggota HAPI?

Betul, kami mengeluarkan imbauan ke anggota kita bahwa tetap kalau sidang menggunakan kartu advokat HAPI plus KTPA KKAI. Karena dengan KTPA itu berarti saudara telah diverifikasi oleh KKAI. Ini dasarnya adalah keterbukaan supaya kita tidak egoistis. Sebab kalau KKAI sudah memverifikasi HAPI jelas itu sudah benar. Sebab berkas-berkas anggota HAPI yang dikembalikan KKAI semua kita intensifkan agar segera dipenuhi. Jadi, kami tetap mengakui KTPA itu.

Tags: