Suciwati, Penerus Perjuangan Munir
Edisi Akhir Tahun 2011:

Suciwati, Penerus Perjuangan Munir

Meskipun skeptis dengan komitmen pemerintah, Suciwati yakin keadilan akan datang.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit

 

Tapi pemerintah baru membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) sekitar satu tahun kemudian. Itupun setelah Sucidan rekan-rekan sesama aktivis menagih pembentukan tim ke pemerintah. “Ketika kita buat statement itu (‘Mana Janjimu?’), kemudian aku ditelpon Sudi Silalahi (Mensesneg). Tak lama setelah itu, aku dikirim Keppres Nomor 111 Tahun 2004 mengenai Pembentukan Tim Pencari Fakta yang mulai bekerja awal januari 2005,” katanya.

 

Menurut Suci, TPF yang hanya bekerja selama enam bulan itu tak diberikan kewenangan besar seperti menyidik. Hal ini mengherankan pihaknya karena di dalam susunan TPF juga terdapat aparat penegak hukum seperti dari Kepolisian dan Kejaksaan.

 

“Jadi untuk meminta langsung surat-surat atau apa, itu perlu kerjasama dengan instansi lain, padahal di situ ada orang kepolisian, ada orang kejaksaan, jadi kayaknya kita melihatnya memang sengaja, mungkin ada hal yang sudah diketahui sehingga (kewenangan) dibatasi.”

 

Suci mencontohkan data yang diminta pihaknya kepada Badan Intelijen Negara (BIN) khususnya mengenai meninggalnya sang suami juga dipersulit. Yakni terkait percakapan antara Pilot Garuda Pollycarpus Buhari Priyanto dengan salah satu Deputi BIN Muchdi PR. Percakapan melalui sambungan telepon ini dilakukan Muchdi di ruangan kantornya di BIN. Menurutnya, pihak BIN saat itu tak memberikan hasil percakapan karena mengatasnamakan rahasia negara.

 

Meski TPF berjalan, di ujung rekomendasi, lagi-lagi Suci harus menelan pil pahit. Hasil temuan TPF tak dibuka ke publik tentang siapa-siapa saja orang yang terlibat dalam pembunuhan suaminya. Selain itu, karena hasil rekomendasi tak diketahui khalayak luas, presiden dengan mudahnya tak menindaklanjuti hasil TPF tersebut. “Kan ada rekomendasi dan itu tidak ditindaklanjuti oleh presiden. Itu yang mengecewakan,” katanya.

 

Dukungan Internasional

Seperti tak mau menyia-nyiakan waktu, saat TPF bekerja, Suci pun mencari keadilannya sendiri. Ditemani beberapa rekan, ia mulai melakukan kampanye ke dunia internasional bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dalam kematian suaminya. Kampanye ini dilakukan karena ia berpikir, suaminya sudah menjadi milik dan bagian dari dunia internasional.

 

Perjalanan ke sejumlah negara untuk mencari dukungan dimulai Suci dari markas pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di New York, Amerika Serikat. Di Dewan HAM PBB, Suci sempat memberikan testimoni mengenai kematian sang suami. Awal mula perjalanan Suci ke dunia internasional dilakukan pada tahun 2005.

Tags:

Berita Terkait