Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau
Utama

Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau

Indonesia punya Undang-Undang Penerbangan baru. Lebih dari separuh materi wet ini mengatur dan mendorong keselamatan penerbangan. Tanggung jawab maskapai penerbangan dikaitkan dengan perlindungan konsumen.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Alasan-Alasan Delay Pesawat yang Dapat Dibenarkan

Menurut UU Penerbangan 2008

Faktor Cuaca

Faktor Teknis Operasional

  • Hujan lebat,
  • Petir;
  • Badai;
  • Kabut,
  • Asap,
  • Jarak pandang di bawah standar minimal; atau
  • Kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang menganggu keselamatan penerbangan.
  • Bandara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan untuk operasional pesawat udara;
  • Lingkungan menuju bandara atau landasan terganggu fungsinya, misalnya karena retak, banjir, atau kebakaran;
  • Terjadi antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandara
  • Keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).  

 

UU Penerbangan 2008 juga menegaskan faktor apa saja yang tidak termasuk pengertian teknis operasional. Setiap maskapai tidak boleh menggunakan dalih ini untuk delay keberangkatan: (i) Keterlambatan pilot, co-pilot, dan awak kabin; (ii) Keterlambatan jasa boga; (iii) Keterlambatan penanganan di darat; (iv) Menunggu penumpang, baik yang baru melapor, pindah pesawat, atau penerbangan lanjutan; dan (vi) Ketidaksiapan pesawat udara.

 

Jika alasan-alasan yang disebut terakhir dipakai maskapai, konsumen dapat mempersoalkan, termasuk menempuh langkah seperti yang ditempuh David Tobing. Tentu saja, tergantung berapa lama delay yang dialami penumpang. Pasal 170 UU Penerbangan 2008 memberikan wewenang kepada Menteri Perhubungan untuk mengatur lebih lanjut jumlah ganti kerugian untuk setiap delay pesawat. Hingga saat memasuki 2009, Peraturan Menteri dimaksud belum ada. Sehingga yang jadi pedoman adalah Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008.

 

Berdasarkan beleid ini, setiap keterlabatan lebih dari 180 menit, maskapai wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang/makan malam, atau memindahkan ke penerbangan berikutnya atau maskapai lain jika diminta penumpang. Jika penumpang tak dapat dipindahkan, maskapai harus memberikan fasilitas akomodasi hingga diterbangkan ke penerbangan hari berikutnya.

 

Informasi dalam Permenhub itu pula yang dipajang di pintu ruang tunggu Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar. Sayang, pemasangan informasi sejenis belum merata. Walhasil, belum semua konsumen tahu akan hak-haknya. Kesadaran konsumen penerbangan bisa tumbuh jika mereka terus menerus mendapat pencerahan dan advokasi.

 

Sebagai konsumen, para penumpang pesawat perlu tahu hak-hak dan kewajiban mereka. Seperti yang dilakukan Civil Aviation Authority di Inggris. Cobalah klik laman www.caa.co.uk. Otoritas yang bertanggung jawab atas hak-hak penumpang pesawat asal Eropa di Inggris itu merumuskan dengan jelas hak penumpang ketika pesawat ditunda, terlambat atau keberangkatan dibatalkan.

 

Memasuki tahun 2009, penumpang Indonesia sudah punya dua pegangan: putusan pengadilan dan UU Penerbangan baru.

 

Tags: