Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau
Utama

Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau

Indonesia punya Undang-Undang Penerbangan baru. Lebih dari separuh materi wet ini mengatur dan mendorong keselamatan penerbangan. Tanggung jawab maskapai penerbangan dikaitkan dengan perlindungan konsumen.

Mys
Bacaan 2 Menit

Studio Alam Depok, 31 Desember 2008. Libur Natal 2008, Tahun Baru Hijriyah 1430 H dan Tahun Baru 2009 menjadi peak season yang mendatangkan keuntungan bagi pengelola transportasi, termasuk penerbangan. Jadwal penerbangan penuh menuju tempat-tempat wisata favorit. Libur panjang pada pergantian tahun ini merangkai hubungan simbiosis mutualisma antara maskapai dengan pengguna jasa penerbangan.

 

Libur panjang kali ini semakin melengkapi kado penghujung tahun bagi perusahaan penerbangan. Sebab, sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memberikan ‘kado' penting berupa persetujuan atas Undang-Undang Penerbangan baru menggantikan Undang-Undang No. 15 Tahun 1992.

 

Terdiri dari 466 pasal, UU Penerbangan 2008 merupakan wujud penyempurnaan regulasi lama untuk menyesuaikan dengan perkembangan iptek serta perubahan paradigma dan lingkungan strategis. Undang-Undang ini diperlukan untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan penerbangan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan pada regulasi organisasi penerbangan sipil internasional, kata Menteri Perhubungan Jusman Syafi'i Djamal.

 

Seperti ditegaskan Dirjen Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno, UU Penerbangan baru ini banyak mengatur dan berorientasi pada keamanan penerbangan. Sekitar 70 persen materinya merumuskan kegiatan yang berorientasi pada keselamatan penerbangan. Keselamatan penerbangan memang merupakan syarat menjadi keniscayaan dipenuhi bila dunia penerbangan Indonesia hendak diakui di dunia internasional.

 

Prioritas keselamatan bukan hanya pada pesawat dan perusahaan angkutan, tetapi juga penumpang. Karena itu, UU Penerbangan 2008 mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum para penyedia jasa dan pengguna jasa penerbangan, serta tanggung jawab hukum penyedia jasa penerbangan terhadap kerugian pihak ketiga. Dalam konteks perlindungan penumpang itu pula, UU Penerbangan 2008 melihat penyelenggaraan penerbangan dalam kerangka perlindungan konsumen. Spirit perlindungan konsumen tergambar secara eksplisit baik pada batang tubuh maupun penjelasan UU Penerbangan.

 

******

 

Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar, 27 November 2008. Penumpang Garuda tujuan Denpasar-Jakarta sudah memadati ruang tunggu satu jam sebelum keberangkatan pukul 20.00 WITA. Masing-masing penumpang sibuk dengan tingkah dan gaya. Ada yang sibuk membeli cendera mata, ada yang asyik ngobrol, sementara yang lain tidur-tiduran.

 

Guratan wajah para penumpang tampak kecewa ketika suara dari speaker memberitahukan keberangkatan pesawat Garuda tujuan Jakarta tertunda selama tiga puluh menit karena alasan teknis operasional. Namun kekecewaan penumpang tak sampai meluap menjadi amuk seperti yang pernah terjadi di Bandara Polonia Medan dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Di dua tempat ini, penumpang sempat mengamuk karena ketidakjelasan jadwal keberangkatan. Berjam-jam penumpang menunggu tanpa informasi yang memadai dari perusahaan penerbangan. Jawaban petugas tak memberikan jawaban memadai: alasan teknis operasional. Penumpang yang sudah menunggu berjam-jam tidak dilayani sebagaimana layaknya konsumen. Padahal mereka sudah membayar mahal-mahal untuk jasa penerbangan itu.

Tags: