Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau
Utama

Setitik Harapan Buat Konsumen Penerbangan di Tahun Kerbau

Indonesia punya Undang-Undang Penerbangan baru. Lebih dari separuh materi wet ini mengatur dan mendorong keselamatan penerbangan. Tanggung jawab maskapai penerbangan dikaitkan dengan perlindungan konsumen.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

******

 

Jakarta, 17 Desember 2008. Kemenangan gugatan David hingga putusannya berkekuatan hukum tetap menjadi kabar baik bagi konsumen penerbangan. Kabar baik itu terasa semakin lengkap di tahun 2008 setelah DPR dan Pemerintah memuat materi tanggung jawab hukum maskapai penerbangan terhadap penumpang dalam konteks perlindungan konsumen ke dalam UU Penerbangan baru.

 

Untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, UU ini juga memberikan perlindungan konsumen tanpa mengorbankan kelangsungan hidup penyedia jasa transportasi. Begitu termuat dalam Penjelasan Umum UU Penerbangan 2008. Tampak ada nuansa keseimbangan antara hak-hak konsumen dan hak hidup maskapai penerbangan.

 

Sejumlah pasal semakin mempertegas perlindungan konsumen penerbangan. Pasal 1 angka 23 menjabarkan bahwa tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh: penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga.

 

Pasal 146 menegaskan: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

 

Pasal 147 ayat (1) menambahkan: Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.

 

Sebenarnya, tanggung jawab pengangkut juga disinggung sekilas dalam UU Penerbangan 1992. Bahkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sudah menentukan besaran ganti rugi maksimal satu juta rupiah. Namun kedua peraturan ini dianggap kurang memadai, apalagi besaran ganti rugi maksimal.

 

Tetapi yang lebih menggembirakan bukan hanya perubahan besaran ganti rugi. UU Penerbangan 2008 juga merumuskan apa saja yang masuk kategori faktor cuaca dan teknis operasional. Kedua jargon ini sering dipakai sebagai alasan klise penundaan penerbangan, padahal penumpang tak memiliki kapabilitas untuk membuktikan kebenaran alasan tersebut.

Tags: