​​​​​​​Sepakat dan Permasalahannya: Lahirnya Perjanjian
Catatan Hukum J. Satrio

​​​​​​​Sepakat dan Permasalahannya: Lahirnya Perjanjian

​​​​​​​Pihak yang sepakatnya mengandung cacat, dengan tidak memanfaatkan Pasal 1454 B.W. untuk keuntungannya, maka ia dianggap menyetujui perjanjian itu.

RED
Bacaan 2 Menit

 

 “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

 

Tidak menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

 

Jadi saat perjanjian ditutup mungkin Anda belum tahu berapa besar atau berapa banyaknya obyek perjanjian yang disepakati. Hal itu menurut ketentuan di atas tidak menjadi masalah, sekalipun Pasal 1320 sub 3 B.W. mensyaratkan: adanya hal tertentu, yang maksudnya adalah adanya suatu benda (zaak) atau suatu obyek tertentu.

 

Perhatikan kata “tertentu”. Ternyata kata “tertentu” tidak harus tertentu dalam segala seginya. Hal itu nampak dalam Pasal 1333 tersebut di atas. Kekurangan itu nantinya bisa diisi oleh ketentuan undang-undang yang bersifat menambah, kebiasaan atau kepatutan (baca Pasal 1339 B.W.).

 

Kalau begitu orang bisa terikat kepada isi tertentu suatu perjanjian, yang tidak pernah ia tegas-tegas sepakati.

 

Perhatikan kata “isi tertentu” dari suatu perjanjian, karena unsur pokok -- unsur esensialia -- perjanjian harus sudah disepakati agar perjanjian lahir.

 

B.W. berangkat dari prinsip, atas segi-segi perjanjian -- yang bukan merupakan esensialia dari perjanjian yang bersangkutan -- yang ditinggalkan tidak diatur (disepakati) oleh para pihak, akan demi hukum diisi dengan ketentuan hukum yang bersifat menambah (aanvullendrecht), dan kalau hukum yang bersifat menambah tidak ada, diisi oleh kebiasaan yang berlaku atau oleh kepatutan (baca Pasal 1339 B.W.).

Tags:

Berita Terkait