Sejumlah Isu Penting dalam Perubahan KUHAP
Terbaru

Sejumlah Isu Penting dalam Perubahan KUHAP

Mulai pemulihhan korban tindak pidana, diferensiasi fungsional, hingga hukum acara koneksitas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Keenam, pengaturan upaya paksa. Menurutnya, ketidakjelasan standar atau persyaratan pelaksaan upaya paksa terbukti menimbulkan banyak persoalan dalam praktik. Ujungnya, penggerusan hak asasi dan kebebasan fundamental warga negara. Misalnya selain merumuskan perlunya izin ketua pengadilan, praktis tidak ada syarat apapun yang dibebankan KUHAP kepada penyidik untuk mencari justifikasi penggeledahan rumah.

Tanpa meletakkan kewajiban untuk membuktikan adanya probable cause bahwa di suatu tempat akan diperoleh bukti tertentu, penggeledahan rumah akan terus dilakukan dengan tingkat subyektivitas penegak hukum yang sedemikian tingginya. Menariknya, lingkup upaya paksa yang diatur limitatif oleh KUHAP, malah diperluas melalui penambahan kewenangan penegakan hukum dalam berbagai UU.

Ketujuh, ketidaksetaraan posisi negara dan warga negara. Ketidaksetaraan posisi negara dan warga negara dalam sistem peradilan pidana terlihat begitu terbatasnya KUHAP mengatur hak-hak pembelaan yang dimiliki tersangka/terdakwa. Kendati tidak diberikan kewajiban untuk membuktikan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, pelaku seharusnya diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingannya.

“Namun, pada kenyataannya, hakim yang akan menentukan diterima atau tidaknya bukti-bukti yang diajukan terdakwa dan/atau penasihat hukumnya,” kata dia.

Menurutnya, akibat tidak diatur secara khusus alokasi pembelaan yang diberikan bagi terdakwa acapkali jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kesempatan yang diberikan kepada penuntut umum dalam membuktikan dakwaannya. Selain itu, belum adanya kewajiban yang dilletakan ke penuntut umum saat memanggil saksi yang dihadirkan oleh terdakwa. Nah dalam praktiknya, penasihat hukum terdakwa yang harus mencari dan meyakinkan saksi a de charge untuk hadir dan memberikan keterangan di persidangan.

“Sekalipun demikian, terdakwa dan/atau penasihat hukum masih harus memohon kepada majelis hakim agar diperbolehkan mendengar kesaksian pihak-pihak tersebut.”

Kedelapan, hukum acara koneksitas. Menurutnya dalam KUHAP pengaturan koneksitas pun perlu ditinjau ulanng. Sebab, mekanisme yang dirancang dalam menjembatani pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara militer maupun sipil tersebut sudah lama ditinggalkan dalam praktik. Sekalipun memiliki karakteristik penyertaan, praktik peradilan justru menunjukkan pelaku sipil akan ditangani oleh penyidik/penuntut umum. Sedangkan pelaku militer akan diadili dengan menggunakan proses yang dimiliki oleh peradilan militer.

Tags:

Berita Terkait