RUU tentang Perkreditan Perbankan
Terbaru

RUU tentang Perkreditan Perbankan

Mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dan perlunya unifikasi ketentuan-ketentuan mengenai perkreditan maka perlu disusun suatu undang-undang yang menjamin kepastian hukum bagi semua pihak. Unifikasi ini penting, karena masalah perkreditan perbankan ada hubungannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil; Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.(Petikan Penjelasan Umum RUU Perkreditan Perbankan).

Amrie
Bacaan 2 Menit

Pasal 9

(1)         Kreditur harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan calon pemohon kredit untuk melunasi kredit yang akan diterima.

(2)         Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kreditur wajib melakukan penilaian terhadap pemohon kredit mengenai watak, kemampuan, modal, prospek usaha, dan Jaminan kredit.

(3)         Pemberian kredit dalam jumlah tertentu, kreditur wajib meminta studi kelayakan dari pihak konsultan independen dan/atau pihak penilai independen.

Pasal 10

Setiap kreditur wajib memberikan prioritas utama dalam pemberian kredit kepada usaha kecil.

Pasal 11

Kreditur dapat menggunakan keterangan dan/atau data dari pusat informasi kredit dan/atau pihak ketiga yang memiliki informasi tentang kondisi calon pemohon kredit.

Pasal 12

Penilaian jaminan kredit dalam rangka persetujuan kredit dapat dilakukan oleh kreditur atau perusahaan penilai independen yang diakui dan ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 13

Apabila kreditur tidak memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, maka kreditur wajib menolak dan memberitahukan penolakan tersebut kepada pemohon kredit beserta alasannya secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pasal 14

(1)      Dalam hal permohonan kredit telah disetujui oleh kreditur, kreditur wajib      dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja, menyampaikan surat persetujuan penyediaan kredit kepada pemohon disertai syarat-syarat kredit yang telah disepakati.

(2)      Pelaksanaan persetujuan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam perjanjian kredit.

Pasal 15

(1)      Kreditur wajib menyalurkan kredit yang telah disetujuinya setelah perjanjian kredit ditanda tangani dan dokumen-dokumen yang disyaratkan terpenuhi.

(2)      Debitur berhak melakukan penarikan kredit secara bertahap sesuai dengan tujuan dari kredit yang diambilnya, setelah memenuhi persyaratan penarikan kredit.

(3)      Untuk kredit usaha kecil, kreditur wajib menyediakan dana yang disetujuinya dalam waktu secepat mungkin.

Pasal 16

(1)      Debitur wajib memenuhi segala kewajiban yang telah disepakati dan dinyatakan dalam perjanjian kredit.

(2)      Debitur wajib menggunakan kredit yang diperoleh dari kreditur sesuai dengan peruntukkannya berdasarkan isi perjanjian kredit dan surat permohonan kredit.

Pasal 17

(1)      Debitur wajib rrielunasi kredit berikut bunga, denda dan/atau biaya lain sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kredit.

(2)      Dalam hal debitur telah melunasi kreditnya, pihak kreditur wajib mengembalikan jaminan pemberian kredit kepada debitur atau pemilik jaminan kredit disertai dengan surat pernyataan pelunasan kredit dari Kreditur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 18

(1)      Kreditur melakukan pengawasan, dan/atau bimbingan dan/atau pemeriksaan secara berkala terhadap penggunaan kredit oleh debitur.

(2)      Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara mewajibkan debitur menyampaikan laporan secara berkala mengenai perkembangan usahanya dan atau proyek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

(3)      Apabila terjadi sesuatu yang dapat mengurangi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur sebagaimana disebutkan dalam ayat (2), maka debitur wajib segera memberitahukan kepada kreditur.

Pasal 19

(1)     Apabila debitur yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1), kreditur dapat melakukan penyelamatan melalui restrukturisasi kredit.

(2)     Apabila tindakan penyelamatan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil, maka kreditur dapat melakukan penyelesaian kredit dengan cara :

a.     melakukan eksekusi jaminan kredit;

b.     melakukan penghapusbukuan kredit; atau

c.     melakukan penghapusan tagihan kredit,

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)     Penghapusan tagihan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c dapat dilakukan karena :

a.       Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan tetap yang menyatakan bahwa debitur pailit;

b.       Daluwarsa penagihan kredit kepada debitur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c.       Suatu keadaan di luar kemampuan manusia (force majeur) yang menyebabkan Debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya.

(4)     Ketentuan pelaksanaan restrukturisasi kredit sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Pasal 20

Dalam hal basil eksekusi jarninan kredit melebihi jumlah kewajiban, debitur berhak memperoleh kelebihan hasil penjualan jaminan kredit setelah diperhitungkan dengan seluruh kewajiban debitur.

BAB IV

PERJANJIAN KREDIT

Pasal 21

(1)      Perjanjian kredit dibuat secara tertulis dalam bentuk standar yang dibuat oleh Bank Indonesia dan sesuai dengan kelaziman di dunia perbankan.

(2)      Ketentuan mengenai standar perjanjian kredit tidak berlaku bagi pelaku usaha kecil dan/atau Bank Perkreditan Rakyat.

Pasal 22

Setiap perjanjian kredit yang dibuat wajib memuat, sekurang-kurangnya :

a.         Identitas kreditur dan debitur secara benar, lengkap, dan jelas;

b.         Tujuan penggunaan kredit;

c.         Jumlah uang dan jenis mata uang tertentu;

d.         Jangka waktu perjanjian;

e.         Besar dan tata cara perhitungan bunga;

f.          Jaminan kredit;

g.         Hak dan kewajiban kreditur dan debitur;

h.         Syarat-syarat penarikan kredit;

i.           Hal-hal yang menimbulkan kewajiban materiil bagi debitur; dan

j.          Pernyataan debitur bahwa debitur telah mengerti dan menyetujui isi perjanjian kredit.

Pasal 23

Perjanjian kredit tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah diatur dalam perjanjian kredit, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang ini.

Pasal 24

Perjanjian kredit tidak dapat membawa kerugian dan /atau mendapat manfaat kepada pihak ketiga , selain hal yang telah diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.

Pasal 25

(1)      Perjanjian kredit wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia.

(2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap perjanjian kredit yang dibuat oleh para pihak yang memilih hukum Indonesia dan/atau yurisdiksi peradilan di Indonesia.

(3)      Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila salah satu pihak atau lebih dalam perjanjian kredit adalah bukan penduduk (non resident) maka perjanjian kredit wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

%%continue%%

Pasal 26

(1)      Bank wajib memberikan penjelasan mengenai seluruh isi perjanjian kredit dan dampak hukum dari isi perjanjian kredit tersebut kepada pemohon kredit.

(2)      Setelah pemohon kredit mengerti seluruh perjanjian kredit dan akibat hukum dari isi perjanjian tersebut dan menyetujuinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka kedua belah pihak menandatangani perjanjian kredit.

(3)      Perjanjian kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib ditandatangani juga oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Pasal 27

Akta perjanjian kredit dibuat dihadapan Notarisi kecuali bagi debitur usaha kecil dan Bank Perkreditan Rakyat.

BAB V

KREDIT USAHA KECIL

Pasal 28

(1)      Setiap kreditur wajib menyisihkan minimal 40 % dari total kredit untuk kepentingan usaha kecil.

(2)      Tata cara pemberian kredit kepada usaha kecil, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3)      Kriteria pengusaha kecil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 29

Jaminan kredit yang diberikan oleh debitur usaha kecil kepada kreditur adalah kegiatan usaha dan/atau prospek usaha.

Pasal 30

Perjanjian kredit yang dilakukan antara pengusaha kecil dengan kreditur dibuat sesederhana mungkin dan tidak merugikan kepentingan pengusaha kecil.

Pasal 31

Kreditur dalam melakukan pengawasan wajib memberikan bimbingan kepada debitur usaha kecil.

BAB VI

TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT

Pasal 32

(1)                Kreditur dan debitur dapat menetapkan suku bunga kredit berdasarkan sistem tetap (fixed rate) dan/atau suku bunga mengambang (floating rate).

(2)                Penentuan suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh ;

a.           jenis kredit yang diberikan kepada debitur;

b.           kebiasaan yang berlaku di dunia perbankan.

Pasal 33

Penentuan tingkat suku bunga kredit yang diberikan untuk proyek-proyek kepentingan sosial dan/atau kepentingan umum ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 34

(1)               Tingkat suku bunga, denda dan biaya-biaya yang akan timbul akibat transaksi kredit ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak debitur dan kreditur.

(2)               Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1), untuk kredit yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari Pemerintah, tingkat suku bunga dan persyaratan lainnya dapat ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 35

(1)               Kreditur wajib memberitahukan secara tertulis kepada debitur apabila kreditur karena alasan tertentu harus menyesuaikan tingkat suku bunga kredit yang telah disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).

(2)              Atas kenaikan tingkat suku bunga kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), debitur dapat mengajukan keberatan atas kenaikan tingkat suku bunga kredit.

(3)              Setiap perubahan tingkat suku bunga kredit wajib dituangkan secara tertulis dalam perjanjian tambahan (addendum) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan perjanjian pokoknya.

Pasal 36

(1)                Dalam hal kredit dinyatakan macet, pihak kreditur berhak memperhitungkan dan mengenakan bunga, denda dan biaya-biaya lain atas kredit selama-lamanya untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kredit dinyatakan macet.

(2)                Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Pasal 37

Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang sistem perhitungan tingkat suku bunga yang diberlakukan kepada seluruh bank di Indonesia.

BAB VII

JAMINAN KREDIT DAN AKIBAT HUKUM

Bagian Pertama

Jaminan Kredit

Pasal 38

(1)                Jaminan kredit yang diserahkan oleh debitur harus mempunyai harga dan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah kredit yang diterima oleh debitur.

(2)                Dalam hal jaminan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kreditur wajib menjaga dan memelihara jaminan kredit tersebut.

Pasal 39

Kreditur secara berkala melakukan penilaian ulang atas jaminan kredit dengan sepengetahuan pihak debitur.

Pasal 40

Terhadap pemberian kredit dalam jumlah besar, kreditur dapat meminta jaminan perseorangan (personnal guarantee) dari pihak debitur atau pihak lainnya yang disetujui oleh debitur.

Pasal 41

(1)                Dalam hal kredit telah dinyatakan diragukan dan/atau macet dan sampai dengan batas waktu tertentu yang telah disepakati bersama antara pihak kreditur dan debitur atau pemilik jaminan, kreditur dapat membeli jaminan tersebut baik sebagian dan/atau seluruhnya berdasarkan penyerahan secara sukarela dan/atau kuasa untuk menjual diluar lelang.

(2)                Jaminan yang dibeli oleh kreditur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dijual kembali selambat-lambatnya 1(satu) tahun sejak tanggal pembelian dilakukan oleh kreditur.

(3)                Kreditur dapat melakukan pembelian jaminan kredit pada banknya, melalui prosedur lelang dengan tetap berlaku ketentuan ayat (2).

(4)                Tata cara pembelian dan penjualan jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 42

Cessi piutang dapat dijadikan jaminan pengembalian kredit, dengan memberikan hak untuk didahulukan dari para berpiutang lainnya kepada kreditur penerima jaminan cessi piutang.

Pasal 43

Syarat-syarat cessi piutang sebagai jaminan kredit :

a.       Harus ada perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok;

b.       Piutang atas nama dan piutang itu telah ada pada saat dijaminkan;

c.        Cessi piutang sebagai jaminan kredit harus dituangkan dalam suatu perjanjian pemberian jaminan yang dibuat dengan akta notaris, menurut standar perjanjian pemberian kredit yang berlaku;

d.       Cessi piutang yang menjadi jaminan pada kreditur tidak dibukukan sebagai harta kreditur, selain sebagai agunan yang dibukukan secara administrasi pada kreditur.

Pasal 44

Peraturan tentang cessi piutang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

Bagian Kedua

Pengikatan

Pasal 45

(1)                Kreditur wajib melakukan pengikatan terhadap jaminan perkreditan yang diserahkan oleh debitur.

(2)                Pengikatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Asuransi

Pasal 46

(1)                Debitur wajib mengasuransikan jaminan kredit yang menurut sifatnya harus diasuransikan pada perusahaan asuransi yang sah atas beban debitur.

(2)                Dalam hal suatu kredit mempunyai tingkat risiko yang tinggi, kreditur wajib mengasuransikan kredit tersebut atas beban kreditur dengan sepengetahuan debitur.

(3)                Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) terhadap jaminan perseorangan.

Pasal 47

Kreditur dengan persetujuan debitur, menutup asuransi jiwa dari debitur persorangan untuk kepentingan debitur dalam rangka pelunasan utangnya kepada kreditur.

BAB VIII

PEMBUKUAN KREDIT

Pasal 48

(1)                Kreditur dan debitur wajib membuat administrasi pembukuan terhadap pemberian kredit menurut standar akuntansi perbankan.

(2)                Kreditur wajib setiap bulannya memberikan informasi kepada debitur tentang mutasi kredit, termasuk dan tidak terbatas saldo utang para debitur.

(3)                Debitur diberikan kesempatan untuk memberikan persetujuan atau koreksi atas mutasi kredit dan saldo utang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 49

(1)                Setiap mutasi kredit wajib dicatat dalam pembukuan bank sesuai dengan prosedur yang berlaku.

(2)                Setiap mutasi kredit yang dapat membebani keuangan debitur yang dilakukan oleh kreditur tanpa perintah atau persetujuan debitur, menjadi beban tanggung jawab keuangan Kreditur.

Pasal 50

Pembukuan bank, dapat dipakai sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 51

Kreditur dan debitur wajib menata usahakan dan memelihara serta menyimpan dokumen pembukuan bank dan dokumen yang terkait dengan pemberian kredit sampai batas waktu 5 (lima) tahun setelah terjadinya pelunasan utang debitur kepada kreditur.

BAB IX

KEPAILITAN

Pasal 52

(1)                Kreditur berwenang mengajukan permohonan pernyataan kepailitan terhadap debitur yang tidak mempunyai 2 (dua) kreditur atau lebih.

(2)                Terhadap debitur yang berdasarkan penilaian kreditur tidak mampu melunasi kewajiban yang diperjanjikan kepada kreditur, pihak kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan kepailitan kepada Pengadilan Tata Niaga.

(3)                Terhadap debitur yang termasuk perusahaan publik dan/atau perusahaan efek permohonan pernyataan kepailitan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).

Pasal 53

Debitur tidak dapat menggunakan hak mengajukan permohonan pernyataan kepailitan untuk dirinya sendiri, selama debitur belum menyelesaikan seluruh kewajiban yang telah diperjanjikan kepada pihak kreditur.

BAB X

WANPRESTASI

Pasal 54

Debitur yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian perkreditan perbankan, pihak kreditur wajib melakukan penanganan yang cepat dan tepat, sehingga tidak mengakibatkan kebangkrutan pihak kreditur.

Pasal 55

(1)                Dalam hal kreditur berada dalam posisi wanprestasi karena terjadinya skors kliring, bank dinyatakan dalam bank beku operasi dan/atau bank terpaksa dilikuidasi, maka perjanjian kredit menjadi berakhir, sejak kreditur ditetapkan berada dalam posisi wanprestasi.

(2)                Debitur wajib melunasi pokok pinjaman yang telah diterimanya beserta bunga yang menjadi kewajibannya sampai dengan saat kreditur dinyatakan wanprestasi.

BAB XI

PEMBATALAN DAN/ATAU BATALNYA PERJANJIAN

Bagian Pertama

Pembatalan Perjanjian

Pasal 56

(1)                Dalam hal debitur dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pada Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1), maka perjanjian kredit dapat dibatalkan secara sepihak oleh kreditur.

(2)                Akibat hukum dari pembatalan perjanjian kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka :

a.       kreditur berhak menagih kembali atas kredit yang telah diterima oleh debitur;

b.       kreditur berhak meminta ganti rugi akibat pembatalan perjanjian kredit tersebut.

Pasal 57

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 63 huruf (a), Pasal 65 huruf (a) tidak terpenuhi, maka perjanjian kredit dapat dibatalkan.

Bagian Kedua

Batalnya Perjanjian

Pasal 58

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22, Pasal 63 huruf (b), Pasal 64 dan Pasal 66 ayat (1) tidak terpenuhi, maka perjanjian kredit menjadi batal demi hukum.

BAB XII

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 59

(1)                Segala bentuk perselisihan yang timbul akibat tidak dipenuhinya kesepakatan antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit, diselesaikan secara musyawarah.

(2)                Apabila cara musyawarah tidak dapat tercapai, maka penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui lembaga yang berwenang sesuai dengan kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit.

(3)                Pilihan hukum dan yurisdiksi dalam penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan kesepakatan kreditur dan debitur.

BAB XIII

LARANGAN

Pasal 60

Kreditur dilarang untuk melakukan kapitalisasi bunga atas fasilitas kredit yang terdapat tunggakan bunga lebih dari 3 (tiga) bulan;

Pasal 61

Dalam pemberian Kredit, setiap kreditur dilarang memberikan perlakuan secara diskriminatif dan perlakuan istimewa (privilledge) terhadap calon pemohon kredit.

Pasal 62

(1)                Kreditur dalam memberikan kredit dilarang melampaui batas maksimal pemberian kredit.

(2)                Ketentuan tentang batas maksimal pemberian kredit diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 63

Dalam perjanjian kredit dilarang mencantumkan :

a.         klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang maknanya sulit dimengerti;

b.         ketentuan yang mewajibkan pemohon kredit atau debitur tunduk pada syarat-syarat yang akan ditetapkan kemudian, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas ditetapkan dalam Undang-undang ini.

Pasal 64

Kreditur dilarang memberikan penanggungan utang (bank garansi) sebagai jaminan kredit.

Pasal 65

(1)                Kreditur dilarang mengalihkan, menjaminkan, menggadaikan, menyewakan, atau memindahtangankan jaminan kredit kepada pihak manapun, kecuali dengan persetujuan tertulis dari debitur atau pemilik jaminan kredit.

(2)                Debitur dilarang mengalihkan, menjaminkan, menggadaikan, menyewakan, atau memindahtangankan jaminan kredit kepada pihak manapun, kecuali dengan persetujuan tertulis dari kreditur.

Pasal 66

(1)           Debitur dilarang menarik kredit melebihi jumlah yang telah disepakati dalam perjanjian kredit;

(2)           Pengecualian ayat (1) dapat diberikan oleh pihak kreditur setelah pihak debitur memberikan alasan yang dapat diterima secara hukum.

(3)           Dalam hal terjadi pelampauan penarikan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja, para pihak wajib membuat perjanjian kredit tambahan (addendum), dengan tetap memperhatikan ketentuan pemberian kredit yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)           Persyaratan dan prosedur pelampauan penarikan kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), harus tetap berpedoman pada prosedur pemberian kredit yang berlaku.

BAB XIV

KETENTUAN SANKSI

Bagian Pertama

Umum

Pasal 67

Kreditur dan/atau debitur yang melanggar perjanjian perkreditan perbankan dikenakan sanksi administasi, dan/atau sanksi pidana.

Bagian Kedua

Sanksi Administrasi

Pasal 68

Dalam hal kreditur melanggar ketentuan Pasal 60, kreditur wajib mengembalikan bunga yang sudah dikapitalisasi, disertai dengan denda sebesar 10% (sepuluh persen) perbulan, dari bunga yang sudah dikapitalisasi.

%%continue%%

Pasal 69

(1)                Apabila kreditur melanggar ketentuan pada pasal 61, Bank Indonesia akan mengeluarkan teguran tertulis.,

(2)                Pemohon kredit yang merasa dirugikan akibat perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengajukan gugatan administrasi negara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 70

(1)                Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang undang ini, Bank Indonesia wajib menetapkan sanksi administratif kepada kreditur yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

(2)                Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah :

a.       teguran tertulis;

b.       denda uang.

(3)                Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Sanksi Pidana

Pasal 71

Setiap anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai kreditur, yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 65 ayat (1), yang mengakibatkan rusak, hilang dan/atau beralihnya jaminan kredit, bukti kepemilikan dan dokumen lainnya yang dipercayakan kepada kreditur, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan/atau denda minimal Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

Pasal 72

Setiap anggota dewan komisaris; direksi atau pegawai kreditur, yang dengan sengaja membantu meminta dan/atau menerima dan/atau mengizinkan dan/atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang dan/atau barang berharga yang digunakan untuk keuntungan pribadi dan/atau untuk keuntungan keluarganya dalam rangka mendapatkan dan/atau berusaha mendapatkan fasilitas kredit dari kreditur atau memberikan persetujuan bagi debitur untuk melakukan penarikan dana melebihi batas pemberian kreditnya, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, denda minimal Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

Pasal 73

Setiap anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai kreditur, yang dengan sengaja :

a.       membuat dan/atau menyebabkan adanya penatausahaan palsu dalam pembukuan dan/atau dalam laporan; maupun dalam dokumen dan/atau laporan kegiatan usaha, dan/laporan transaksi dan/atau rekening debitur;

b.       menghilangkan dan/atau tidak memasukkan dan/atau menyebabkan tidak dilakukannya penata-usahaan dalam pembukuan dan/atau dalam laporan; maupun dalam dokumen dan/atau laporan kegiatan usaha dan/atau laporan transaksi dan/atau rekening debitur;

c.       mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus dan/atau menghilangkan adanya penatausahaan dalam pembukuan dan/atau laporan; maupun dokumen dan/atau laporan kegiatan usaha dan/laporan transaksi dan/atau rekening debitur; dan/atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan dan/atau merusak penatausahaan pembukuan tersebut.

diancam dengan pidana sekurang-kurangya 3 (tiga) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan denda minimal Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

Pasal 74

Setiap anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai kreditur, yang dengan sengaja dalam waktu yang wajar mengembalikan jaminan kredit kepada debitur dan/atau pemilik jaminan kredit, sebagaimana dimaksud pada Pasal 20, dan/atau tidak mengembalikan kelebihan hasil penjualan jaminan kredit kepada debitur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan denda minimal Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

Pasal 75

(1)                Debitur yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) yang mengakibatkan rusak dan/atau hilang dan/atau beralihnya jaminan kredit, bukti kepemilikan dan dokumen lainnya kepada pihak yang tidak berhak, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan/atau denda minimal Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

(2)                Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh badan hukum dan/atau badan lainnya, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu dan/atau yang melakukan dan/atau yang membantu melakukan.

Pasal 76

(1)                Debitur yang dengan sengaja memberikan keterangan, dokumen, data yang tidak benar dan/atau dipalsukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) yang dapat menimbulkan hak dan/atau perikatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi kerugian bagi kreditur diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan/atau denda minimal Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

(2)                Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Badan Hukum dan/atau badan lainnya, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu dan/atau yang melakukan membantu melakukan.

Pasal 77

Debitur yang menggunakan kredit yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), diancam dengan sanksi pidana sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara dan setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, dan denda minimal Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 78

Dengan berlakunya Undang-undang ini, perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya tetap berlaku sampai dengan jatuh tempo perjanjian kredit yang bersangkutan.

Pasal 79

(1)           Dengan berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan dan berlaku sebagai hukum positif sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan dicabut dan/atau diganti dan/atau diperbaharui.

(2)           Bank Indonesia dalam waktu 1(satu) tahun sejak berlakunya undang-undang ini wajib mengeluarkan peraturan pelaksana yang dimaksudkan dalam undang-undang ini.

(3)           Bank Indonesia berwenang untuk mengkaji ulang, mencabut peraturan pelaksanaan yang ada dan/atau menerbitkan peraturan pelaksanaan yang baru sebagai pengganti dan/atau perubahan dan/atau pembaharuan dan/atau mengatur hal yang belum diatur.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 80

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ........

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN NEGARA TAHUN 2000 NOMOR

RANCANGAN PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………. TAHUN 2000

TENTANG

PERKREDITAN PERBANKAN

A. UMUM

Guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini perlu dilakukan secara berkesinambungan. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan secara lebih sungguh-sungguh dan konkrit untuk mewujudkan perekonomian yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.

Dalam menunjang pelaksanaan pembangunan ekonomi diperlukan dana dalam jumlah yang cukup besar. Dalam hubungan ini, perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki peranan strategis sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan masyarakat penyimpan dana dan pengguna dana. Fungsi intermediasi tersebut dilakukan dengan cara menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada dunia usaha sebagai sumber utama pembiayaan bagi pembangunan ekonomi nasional.

Peraturan perkreditan yang berlaku selama ini berpedoman pada berbagai ketentuan seperti Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-undang Pelepas Uang (Geldschieterordonantie, Staatsblad 1938 No. 532), Undang-undang Riba (Woeker Ordonantie, Staatsblad 1938 No. 524), Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berikut peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan lainnya yang pada umumnya menimbulkan terjadinya penerapan yang tidak konsisten dan pada gilirannya kurang memberikan kepastian hukum bagi para pihak.

Mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dan perlunya unifikasi ketentuan-ketentuan mengenai perkreditan maka perlu disusun suatu undang-undang yang menjamin kepastian hukum bagi semua pihak. Unifikasi ini penting, karena masalah perkreditan perbankan ada hubungannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil; Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Unifikasi perkreditan perbankan diperlukan untuk mewujudkan sarana hukum yang dapat memberikan keseimbangan tanggung jawab, hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, persamaan perlakuan (equal treatment) dan transparansi.

Dalam Undang-undang ini kredit diartikan sebagai uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang disediakan oleh kreditur kepada debitur berdasarkan perjanjian kredit. Adapun pengertian tagihan adalah hak tagih yang timbul antara lain dari penerbitan Letter of Credit (L/C), Standby L/C, bank garansi, pembelian surat berharga nasabah yang disertai dengan Note Purchase Agreement (NPA), dan pengambilalihan anjak piutang. Khusus mengenai tagihan kartu kredit baru dapat digolongkan sebagai kredit apabila pemegang kartu kredit tidak menyelesaikan kewajibannya hingga jatuh tempo seperti yang dipersyaratkan.

Pembentukan Undang-undang tentang Perkreditan Perbankan merupakan langkah yang tepat, guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengantisipasi perkembangan perekonomian dan sistem keuangan yang semakin terbuka dan kompleks.

Adanya pembentukan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan ini juga bertujuan untuk membantu kelangsungan usaha kelompok usaha kecil, yang selama ini selalu terabaikan dalam melangsungkan kegiatan usahanya.

Dalam rangka menjamin kepastian hukum sebagaimana tersebut di atas, Undang-undang tentang Perkreditan Perbankan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1.         Memuat ketentuan antara lain :

a.    Perjanjian bersifat konsensual dan riil, berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang hanya bersifat riil;

b.    Perjanjian kredit dibuat dalam bentuk standar dengan tetap memperhatikan keseimbangan hak dan kewajiban antara kreditur den debitur;

c.     Penerapan sanksi pidana di bidang perkreditan perbankan;

 %%continue%%

 2.         Mengandung prinsip-prinsip antara lain :

a.    Transparansi yang diwujudkan dengan menerapkan unsur keterbukaan dalam memperoleh kejelasan mengenai bentuk dan isi Perjanjian Kredit.

b.    Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit yaitu dengan menerapkan azas perkreditan yang sehat antara lain dengan tercermin dari pemberian kredit berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, sehingga unsur Jaminan Kredit merupakan faktor yang penting yang wajib diperhatikan oleh Kreditur.

Disamping ketentuan dalam undang-undang ini diatur pula mengenai jaminan kredit yang meliputi jaminan materiil dan jaminan immateriil. Jaminan kredit mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian agunan yang selama ini berlaku dalam praktek perbankan. Perbedaan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh kredit, khususnya bagi pengusaha kecil yang relatif tidak selalu memiliki agunan tambahan.

Selama ini permasalahan yang selalu terjadi dalam dunia perkreditan khususnya yang menyebakan tidak dapat dikembalikannya kredit oleh debitur selain diakibatkan karena hal-hal yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara debitur dan kreditur dalam suatu perjanjian kredit, juga disebabkan adanya penyalahgunaan kredit oleh debitur. Penyalahgunaan kredit dalam praktek perbankan hingga saat ini belum dapat dijangkau dengan penerapan sanksi pidana, sementara itu perbuatan dimaksud tidak saja akan menimbulkan kredit bermasalah tetapi pada gilirannya justru akan menimbulkan kesulitan yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian nasional. Dengan demikian sangat tepat apabila dalam Undang-undang ini diatur mengenai pengenaan sanksi pidana terhadap para pihak yang telah menyalahgunakan kredit.

B. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kredit sindikasi adalah kredit yang disediakan oleh beberapa kreditur dengan salah satu sebagai koordinator kreditur, sedangkan yang dimaksud dengan kredit konsorsium adalah kredit yang disediakan oleh beberapa kreditur.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan transparansi adalah keterbukaan informasi dari kedua belah pihak (kreditur dan debitur) untuk menghindari kegagalan kredit dan menghindari perbedaan penafsiran/perselisihan terhadap hal-hal yang telah disepakati.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Kebijakan pokok perkreditan adalah kebijakan dalam penyediaan kredit yang ditetapkan oleh pemerintah, yang harus dipatuhi oleh setiap bank di Indonesia,

angka (a)

Cukup jelas.

angka (b)

Komite kredit adalah unit yang ada di setiap bank yang bertugas untuk menentukan kebijakan dalam penyediaan kredit dalam bank tersebut.

angka (c)

Audit adalah teknik pemeriksaan administrasi dan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi dan keuangan Indonesia yang berlaku.

angka (d)

Cukup jelas.

Pasal 7

Kebijakan pemberian kredit yang diatur dalam undang-undang ini merupakan dasar bagi perbankan Indonesia dalam menyalurkan Credit perbankan. Tujuan dari kebijakan dalam pemberian kredit adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan oleh dunia perbankan dan masyarakat pada umumnya. Adanya kebijakan pemberian ini sebagai dasar untuk mencegah pengalaman yang buruk yang pernah dialami oleh dunia perbankan Indonesia selama ini.

Pasal 8

Ayat (1)

Pemberian penjelasan dapat dilakukan baik secara tertulis dan/atau secara lisan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan keterangan yang benar adalah keterangan yang diberikan berdasarkan fakta dan/atau kondisi pada saat permohonan kredit diajukan.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Jumlah tertentu ditentukan di luar kriteria plafon pemberian kredit oleh pihak kreditur, dan tidak boleh menyimpang dari ketentuan batas maksimal pemberian kredit yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang tentang Perbankan.

Yang dimaksud dengan konsultan independen adalah konsultan yang ditugaskan untuk melakukan verifikasi terhadap kegiatan usaha dari debitur yang akan mendapatkan fasilitas kredit, sehingga kredit yang akan disalurkan sesuai dengan peruntukkannya. Kedudukan dari konsultan independen ini tidak boleh terafiliasi dengan pihak kreditur dan calon debitur. Tanggung jawab pihak konsultan independen terkait dengan asosiasi konsultan independen. Konsultan independen lebih menitikberatkan pada segi manajemen perusahaan.

Yang dimaksud dengan pihak penilai independen adalah pihak yang ditugaskan oleh kreditur untuk meneliti dan melakukan verifikasi terhadap aset-aset dan benda dan/atau barang yang akan dijaminkan, yang dimiliki oleh calon debitur. Pihak penilai independen tidak boleh terafiliasi dengan pihak kreditur dan calon debitur. Tanggung jawab pihak penilai independen terkait dengan asosiasi penilai independen.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan prioritas utama adalah kewajiban kreditur yang harus diberikan kepada debitur usaha kecil dalam hal penyaluran kredit.

Pasal 11

Pusat Informasi kredit adalah unit yang ada di Bank Indonesia yang menyediakan data tentang kredit, yang dapat diakses oleh publik.

Pihak ketiga adalah unit-unit lainnya yang menyediakan data tentang kredit dan informasi tentang calon debitur. Fungsi pihak ketiga dilakukan secara independen dan tidak mengikat pihak manapun. Bagi pihak kreditur apabila akan mengambil keterangan dari pihak ketiga, maka sifatnya harus dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Jangka waktu yang dipersyaratkan adalah selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak permohonan kredit diajukan yang disertai dengan dokumen persyaratan permohonan kredit yang lengkap, apabila kreditur mempunyai kewenangan memutus kredit. Dalam hal permohonan kredit diajukan kepada kantor bank yang tidak mempunyai kewenangan memutus sesuai prosedur intern bank yang bersangkutan, jangka waktu yang dipersyaratkan adalah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Kreditur dapat meminta debitur untuk memenuhi syarat penarikan kredit sepanjang syarat penarikan kredit dicantumkan dalam perjanjian kredit.

Pasal 16

Ayat (1)

Kewajiban debitur adalah utang dan/atau bunga dan/atau biaya yang lainnya sebagai akibat dari penggunaan kredit.

Ayat (2)

Penggunaan kredit yang dimaksud adalah penggunaan kredit seperti tercantum dalam isi perjanjian kredit, penggunaan kredit dilarang-dilarang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Pasal 17

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan biaya lain adalah biaya berperkara dipengadilan dan biaya untuk membayar pengacara apabila terjadi sengketa.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Kewajiban debitur untuk melaporkan dimaksudkan agar kreditur dapat mengetahui realisasi penggunaan kredit dan perkembangan usaha dan atau proyek yang dibiayai dengan kredit, serta kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya. kredit yang wajib dilaporkan oleh debitur adalah seluruh jenis kredit kecuali kredit konsumsi.

Ayat (3)

Hal-hal yang perlu diberitahukan dalam hal ini adalah sesuatu yang dapat mengurangi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada Kreditur, antara lain terjadinya perselisihan intern dalam suatu perusahaan, dampak dari kebijakan Pemerintah terhadap debitur. Pemberitahuan tersebut diperlukan oleh kreditur untuk menetapkan langkah-langkah lebih lanjut terhadap usaha debitur.

Pasal 19

Ayat (1)

Dalam mempertimbangkan restrukturisasi Kredit harus memperhatikan antara lain kondisi keuangan berdasarkan proyeksi arus kas, itikad baik dan prospek usaha Debitur yang baik.

Yang dimaksud dengan restrukturisasi kredit cara penyelamatan kredit yang wajib dilakukan oleh kreditur untuk mencegah agar kredit yang disalurkan dapat diselamatkan. Teknik restrukturisasi kredit ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak boleh mengakibatkan bangkrutnya pihak kreditur dan tidak boleh merugikan pihak debitur.

Ayat (2)

Huruf a

Eksekusi jaminan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf b

Yang dimaksud dengan penghapusbukuan kredit adalah pembebanan pokok dan bunga kredit yang dihapusbukukan (written off) ke dalam Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif setelah dikurangi nilai wajar dari aktiva yang diterima atau agunan yang dikuasai, dalam hal ini penghapusbukuan kredit tidak menghilangkan hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai perjanjian kredit, dan pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Huruf c

Yang dimaksud dengan penghapusan tagihan kredit adalah tindakan mengakhiri tagihan kredit.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Suatu keadaan di luar kemampuan manusia misalnya bencana alam.

Ayat (4)

Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain :

a.         Tata cara restrukturisasi kredit.

b.         Kredit yang dapat direstrukturisasi.

c.         Pelaksanaan restrukturisasi kredit;

d.         Penggolongan kualitas kredit setelah direstrukturisasi.

Pasal 20

Yang termasuk dalam pengertian seluruh kewajiban debitur adalah utang pokok, bunga, dan biaya lain yang berkaitan dengan kredit serta biaya lain yang timbul sehubungan dengan penjualan jaminan kredit.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Ketentuan tentang perjanjian standar yang akan diatur dalam Peraturan Bank Indonesia a.l. :

a.         Bentuk dan format perjanjian standar;

b.         Contoh hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan kepatutan;

c.         Contoh hal-hal yang menyebabkan adanya tambahan dan/atau perubahan perjanjian standar;

d.         Sanksi administratif terhadap penyimpangan dalam pembuatan perjanjian standar.

Pasal 22

Huruf a

Identitas kreditur dan debitur sekurang-kurangnya mencakup nama, alamat, jabatan orang yang mewakili apabila bertindak melalui wakil dan dasar kewenangan wakil-wakil dimaksud.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Cukup Jelas.

Huruf e

Cukup Jelas.

Huruf f

Cukup Jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Kerugian yang dimaksud adalah kerugian materiil dan/atau kerugian immateriil.

Pasal 25

Ayat (1)

Perjanjian kredit dilakukan dalam wilayah hukum Indonesia, maka perjanjian kreditnya wajib dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan non resident adalah orang yang berdiam di Indonesia kurang dari 183 hari dalam satu tahun kalender (365 hari).

Pasal 26

Ayat (1)

Pemberian penjelasan dapat dilakukan baik secara tertulis maupun lisan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, adalah saksi yang mewakili pihak kreditur dan saksi dari pihak debitur.

Pasal 27

Cukup Jelas.

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup Jelas.

 

%%continue%%

Ayat (2)

Peraturan Pemerintah wajib dibuat dan diselesaikan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia, sejak 1 (satu) tahun Undang-Undang diberlakukan.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah dibidang perdagangan perindustrian, koperasi, tenaga kerja, Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur secara khusus kepentingan usaha kecil.

Pasal 29

Yang dimaksud kegiatan usaha adalah kegiatan usaha yang dilakukan secara perseorangan dan/atau yang dilakukan oleh badan hukum tertentu.

Yang dimaksudkan dengan prospek usaha adalah prospek dan/atau masa depan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha kecil, baik prospek sebelum menerima kredit dan/atau sejak diterimanya kredit termasuk prospek dengan diterimanya kredit tersebut.

Pasal 30

Yang dimaksud dengan sederhana mungkin ialah mudah dimengerti dan dipahami.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Suku bunga tetap adalah suku bunga yang disepakati bersama untuk sualu jangka waktu tertentu yang sifatnya tetap dan sama.

Suku bunga mengambang adalah suku bunga yang disepakati bersama untuk suatu jangka waktu tertentu dan suku bunga tersebut bisa berfluktuasi tergantung kondisi tertentu dan pada umumnya suku bunga yang mengambang berada dalam persentase di atas suku bunga pasar.

Ayat (2)

Point (a)

Cukup jelas.

Point (b)

Tingkat suku bunga tergantung pada pasar perbankan yang ada, seperti SIBOR, LIBOR atau penentuan tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Federal Reserve Bank of America (FED).

Pasal 33

Proyek kepentingan sosial seperti rumah sakit dan proyek-proyek sosial lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah atau proyek yang ditetapkan oleh badan-badan dunia.

Proyek kepentingan umum, seperti sekolah, proyek transportasi yang sifatnya massal.

Pasal 34

Ayat (1)

Yang termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian Kredit antara lain biaya administrasi, provisi, dan commitment fee.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kata "dapat" dalam ketentuan ini adalah bahwa penetapan suku bunga tidak hanya berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur. Kredit yang sumber dananya sebagian atau seluruhnya berasal dari Pemerintah antara lain kredit program, yaitu kredit-kredit untuk tujuan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan bunganya sebagian atau seluruhnya atas beban Pemerintah.

Pasal 35

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan alasan tertentu yang mengharuskan penyesuaian tingkat suku bunga adalah apabila hal itu tidak dilakukan akan mengakibatkan kreditur mengalami negative spread, dan penyesuaian tersebut berlaku secara umum.

Ayat (2)

Hal ini tidak menutup upaya debitur untuk melakukan negosiasi dengan kreditur.

Ayat (3)

Perjanjian tambahan (addendum) merupakan perjanjian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian pokoknya.

Pasal 36

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan denda adalah pembebanan biaya atas tertundanya kewajiban pembayaran pokok dan atau bunga oleh Debitur.

Biaya-biaya lain misalnya biaya premi asuransi yang belum dibayar, biaya administrasi Kredit

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 37

Cukup Jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan harga dan nilai sama dengan jumlah kredit adalah jaminan yang berharga dan bernilai kumulatif sama dengan nilai kredit yang diterima.

Berharga artinya jaminan tersebut mempunyai harga yang dapat dinilai dengan mata uang resmi (rupiah) dan harganya sama dengan kredit yang telah diterimanya, sedangkan nilai artinya bahwa jaminan tersebut mempunyai nilai ekonomis dan nilai tambah lainnya dalam sektor transaksi perdagangan.

Yang dimaksudkan dengan jaminan sama dengan jumlah kredit yang diterima, adalah jaminan yang diberikan debitur sebesar 1,5 (satu setengah) kali dari jumlah kredit yang diterimanya.

Ayat (2)

Jumlah tertentu artinya jaminan kredit tersebut mempunyai harga dan nilai yang dapat diklasifikasikan menurut harga pasar. Wajib diikat menurut perundang-undangan, adalah peraturan perundang-undangan yang mewajibkan untuk melakukan pengikatan terhadap jaminan kebendaan tertentu dan jaminan kepercayaan (fiducia).

Pasal 39

Yang dimaksud dengan penilaian ulang adalah penilaian terhadap jaminan kredit secara 6 (enam) bulan sekali atau penilaian ulang dalam periode tertentu apabila dipandang perlu, seperti adanya penurunan nilai terhadap jaminan kredit berdasarkan perhitungan dari perusahaan penilai.

Sepengetahuan debitur artinya debitur memberikan ijin tertulis untuk dilakukan penilaian ulang.

Pasal 40

Cukup Jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Kredit dinyatakan diragukan dan/atau macet harus berdasarkan standardisasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam peraturan kebijakan perkreditan.

Syarat pembelian jaminan kredit oleh pihak kreditur harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyerahan secara sukarela berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

Penyerahan dengan surat kuasa adalah surat kuasa yang dibuat oleh debitur kepada kreditur untuk menjual jaminannya untuk menutupi kewajiban debitur kepada kreditur.

Ayat (2)

Tanggal pembelian adalah tanggal ketika debitur menerima hasil penjualan jaminannya. Bukti dari debitur adalah kuitansi penerimaan uang hasil penjualan jaminan. Uang hasil penjualan jaminan bisa berarti nilai penjualan jaminan untuk menutupi seluruh kewajiban debitur kepada kreditur dan/atau nilai penjualan jaminan adalah sisa dari hasil penutupan karena kewajiban debitur kepada kreditur.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 42

Cukup Jelas.

Pasal 43

Cukup Jelas.

Pasal 44

Cukup Jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Pengikatan yang dimaksud adalah adanya perjanjian atas kebendaan milik debitur atau pihak yang ditunjuk oleh debitur, dimana debitur akan menjamin kepemilikannya ke pihak kreditur karena terjadinya peristiwa hukum perjanjian kredit.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 46

Ayat (1)

Debitur diberikan kebebasan untuk memilih perusahaan asuransi yang telah memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang. Dalam penutupan asuransi dipersyaratkan hasil klaim asuransi dibayarkan melalui Kreditor (banker's clause).

Ayat (2)

Kredit yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi antara lain kredit ekspor.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 47

Asuransi jiwa dimaksud adalah asuransi jiwa untuk menutup pertanggungan jiwa debitur apabila suatu saat di masa perjanjian kredit berlangsung, pihak debitur meninggal dunia. Nilai pertanggungan jiwa dimaksud adalah minimal setara dengan nilai perjanjian kredit.

Dampak hukum dari meninggal dunianya pihak tertanggung yaitu si debitur, maka pihak penanggung (perusahaan asuransi jiwa) akan menutup semua pertanggungan akibat dari perjanjian kredit yang dilakukan oleh pihak debitur dengan pihak kreditur. Apabila nilai pertanggungan melebihi nilai perjanjian kreditnya, maka selisihnya harus diserahkan kepada ahli waris si tertanggung atau ahli waris si debitur.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kewajiban membuat catatan pembukuan adalah melakukan pencatatan dan pembukuan seluruh kredit yang diberikan secara benar, lengkap, dan akurat.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Mutasi rekening yang dimaksud dalam ayat ini adalah mutasi debet atau kredit dan posisi saldo rekening koran debitur.

Pasal 49

Ayat (1)

Mutasi kredit adalah debet dan/atau kredit yang terjadi dalam perkreditan perbankan. Pembukuan bank adalah pembukuan dalam bentuk elektronik dan/atau pembukuan dalam bentuk pembukuan bank. Sebagai alat bukti artinya pembukuan bank tersebut mempunyai bentuk fisik yang dapat dipegang dan/atau dapat dilihat dengan kasat mata.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

 

%%continue%%

Pasal 50

Alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum sempurna adalah alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kepailitan.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 53

Cukup Jelas.

Pasal 54

Cukup Jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan wanprestasi disini adalah wanprestasi secara sepihak yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau oleh Bank Indonesia. Sejak kreditur dinyatakan dalam kondisi wanprestasi secara sepihak oleh Pemerintah dan/atau oleh Dewan Ototiras Moneter, maka tanggung jawab kreditur terhadap perjanjian kredit yang telah dilakukan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia dan/atau Pemerintah, melalui program penjaminan..

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Perjanjian kredit dapat dibatalkan oleh kreditur karena tidak terlaksananya kewajiban debitur dalam perjanjian kredit.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 57

Kreditur yang tidak melaksanakan kewajibannya, maka perjanjian kredit dapat dibatalkan, pihak debitur yang mengalami kerugian dapat mengajukan ganti rugi kepada kreditur.

Pasal 58

Perjanjian kredit yang dinyatakan menjadi batal demi hukum, maka secara hukum perjanjian kredit tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan pihak debitur dan kreditur berada dalam kondisi semula sebelum terjadinya perjanjian kredit tersebut.

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan lembaga yang berwenang adalah lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan antara lain badan peradilan, arbitrase dan Alternative Dispute Resolution (ADR).

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 60

Cukup Jelas.

Pasal 61

Perlakuan secara diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, budaya, daerah, pendidikan, dan status sosial lainnya. Termasuk dalam hal ini perbedaan prosedur dan/atau pemberian kemudahan terhadap debitur terkait.

Pasal 62

Ayat (1)

Batas maksimal pemberian kredit (BMPK) adalah batasan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam hal penyaluran dan pemberian kredit sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 63

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan kemudian misalnya klausula yang menyatakan bahwa bank sewaktu-waktu dapat melakukan penyesuaian tingkat suku bunga selama perjanjian kredit berlaku.

Pasal 64

Cukup Jelas.

Pasal 65

Cukup Jelas.

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Alasan yang dapat diterima oleh hukum, artinya ada pihak di debitur yang bertanggungjawab atas penarikan tersebut disertai adanya keterangan tertulis dari debitur tentang alasan ditariknya dana melebihi ketentuan yang telah disepakati. Persetujuan tetap wajib diberikan oleh pihak kreditur.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup Jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup Jelas.

Pasal 70

Cukup Jelas.

Pasal 71

Cukup Jelas.

Pasal 72

Cukup Jelas.

Pasal 73

Cukup Jelas.

Pasal 74

Cukup Jelas.

Pasal 75

Cukup Jelas.

Pasal 76

Cukup Jelas.

Pasal 77

Cukup Jelas.

Pasal 78

Cukup Jelas.

Pasal 79

Cukup Jelas.

Pasal 80

Cukup Jelas.

TAMBAHAN BERITA NEGARA TAHUN 2000 NOMOR

Tags: