Draf Revisi terhadap Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU) Polri memuat beragam substansi yang berpotensi mengancam ruang gerak masyarakat sipil. Mulai dari penggalangan intelijen, pembinaan, pengawasan, serta pengamanan di ruang siber, hingga penyadapan.
Wakil Koordinator Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan banyak kasus kekerasan di tanah air yang melibatkan aparat kepolisian. Ironisnya, oknum anggota kepolisian yang terlibat kekerasan tak mendapat sanksi keras. Periode Juli 2023-Juni 2024 Kontras mencatat ada 645 peristiwa kekerasan.
“Data seperti itu ada setiap tahun dan sayangnya tidak ada perbaikan yang dilakukan pemerintah," kata Andi dalam diskusi bertema “RUU Polri Melenggang, Impunitas Melanggeng” yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Rabu (3/7/2024).
Alih-alih menyelesaikan masalah, pemerintah malah memasukan sejumlah pasal bermasalah dalam RUU Polri. Misalnya, menambah kewenangan luas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan di ruang siber. Berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan dan perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri. Kewenangan ini sangat subjektif sehingga aparat kepolisian memiliki kewenangan yang luas dan terkesan semaunya.
Baca juga:
RUU Polri menurut Andi memberi kewenangan kepolisian melakukan penyadapan tanpa pengaturan yang jelas. Kemudian Pasal 16B RUU Polri memberi kewenangan luas bagi Polri untuk mendeteksi dan menanggulangi ancaman. Dia menilai, ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lain, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan dan kedaulatan nasional.
“Ke depan polisi punya kewenangan sangat luas dan berbahaya bagi kebebasan masyarakat sipil,” tegasnya.
Dosen STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti berpandangan materi dalam RUU Polri banyak dikritik masyarakat sipil dikarenakan arahnya bukan reformasi Polri sebagaimana harapan. Gelagat RUU Polri sama seperti beberapa RUU lainnya yang muncul di masa transisi pemerintahan yakni RUU TNI, RUU Kementerian Negara, RUU Penyiaran, hingga RUU MK.