Resha Agriansyah Partnership Ajak Masyarakat Pahami Kontroversi SEMA No. 3 Tahun 2023
Terbaru

Resha Agriansyah Partnership Ajak Masyarakat Pahami Kontroversi SEMA No. 3 Tahun 2023

Resha Agriansyah berharap, seminar yang mayoritas didatangi oleh pihak perbankan ini dapat mencari solusi terbaik.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit

 

“Adanya pembatasan pada developer juga menjadi problem. Pada developer-developer yang mangkrak, konsumen atau bank tidak punya kepastian. Jadi, jika niatnya ingin melindungi konsumen, hal ini tidak terjadi karena justru merugikan konsumen. Pemberian kepailitan secara eksklusif pada jangka panjang bisa merugikan developer, ketika ia ingin melakukan restrukturisasi terhadap perjanjian. Pembuktian sederhana pada kepailitan adalah soal syarat, bukan akibatnya,” kata Hadi.

 

Membawakan materi 'Surat Edaran dalam Perspektif HAN dan Perundang-undangan', Ahli Ilmu Perundang-undangan Universitas Indonesia, Dr. Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H. mengangkat permasalahan-permasalahan terkait SEMA No. 3 Tahun 2023. Beberapa di antaranya karena SEMA ini mengecualikan 'permohonan pernyataan pailit atau PKPU terhadap pengembang (developer) apartemen dan/atau rumah susun dari UU No. 37 Tahun 2004; adanya praktik dan substansi yang berbeda (posisi SEMA yang menentang atau justru mengatur lebih spesifik); hingga kekuatan surat edaran jika dibandingkan dengan UU.

 

“MA perlu mendengar ada persoalan. Dia bukan lembaga pembentuk peraturan baru. SEMA juga hanya bisa menyirkulasikan kebijakan, bukan membentuk norma baru. SEMA bersifat internal dan mengatur mengenai hal-hal tertentu. Ketika surat edaran ini menimbulkan kontroversial, seharusnya ia dapat diubah dengan yang lebih tepat penggunaannya,” Fitriani menjelaskan. 

 

 

Hukumonline.com

Para narasumber Seminar Hukum Nasional 2024 yang digelar RAP melalui Resha Agriansyah Learning Center. Foto: istimewa.

 

Administratif dan Internal

Ketua Dewan Penasihat AKPI, Jamaslin James Purba, S.H., M.H. menguraikan, secara struktur—SEMA bukanlah peraturan. SEMA mungkin lahir dari banyaknya permasalahan PKPU dan kepailitan dalam praktik. Namun, kewenangan SEMA cukup dibuat administratif dan internal, bukan menilai suatu perkara.

 

Diterbitkannya SEMA No. 3 Tahun 2023 sendiri, menurut James, bertentangan dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasalnya, dalam UU Kepailitan sudah ada batasan (Pasal 2 ayat 5) tentang bidang usaha yang diberikan pelindungan khusus terhadap perkara pailit maupun PKPU. Di sisi lain, SEMA ini memberikan konsekuensi hilangnya upaya hukum, sebab permohonan pailit atau PKPU terhadap pengembang rumah susun, tidak dapat lagi diajukan ke Pengadilan Niaga, melainkan hanya dapat melalui gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

 

“Permohonan PKPU atau pailit harus dibuktikan sederhana atau tidak melalui pengadilan. Developer juga membutuhkan PKPU untuk mengajukan restrukturisasi. Surat edaran tidak mengatur permasalahan dan tidak dapat dilakukan judicial review,” ujar James.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait