Regulasi Longgar, Industri Tekstil Domestik “Sekarat”
Utama

Regulasi Longgar, Industri Tekstil Domestik “Sekarat”

Produk tekstil dibanjiri barang impor terutama Cina. Sejumlah perusahaan tekstil terancam gulung tikar.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Beberapa poin revisi di antaranya pelarangan produk impor yang sudah dapat diproduksi dalam negeri untuk masuk melalui PLB, penerapan persyaratan yang setara dengan pelabuhan, revisi Perdirjen harus memperketat masuknya barang impor produk TPT di PLB dan pengawasan dalam praktik beli jual langsung ke pasar domestik yang dilakukan oleh PDPLB.

 

Kemudian, penyetaraan parameter kualitas air limbah dengan negara lain dengan merevisi peraturan terkait seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan.

 

Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi), Suharno Rusdi meminta pemerintah segera menyelamatkan industri tekstil domestik. Menurutnya, pelonggaran impor produk-produk tekstil menyebabkan industri domestik tertekan. Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Bangladesh dan Vietnam kinerja produksi tekstil Indonesia sudah tertinggal.

 

“Bangladesh dan Vietnam yang tadinya maju semakin maju. Kami menilai penyebabnya adalah Permendag, perang dagang dan kampanye ekonom yang menilai industri tekstil ini adalah sunset industry (tidak bertahan). Pemerintah juga abai dalam pendidikan tekstil. Iklim usaha juga tidak kondusif dan tidak ada infrastruktur hukum yang melindungi industri TPT nasional,” pungkasnya.

 

Pemerintah sebenarnya juga menilai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu industri yang diharapkan menjadi industri andalan ekspor Indonesia. Namun demikian, masih terdapat permasalahan pada industri hulu, industri antara (tengah), dan industri hilir. Kapasitas produksi dan investasi industri hulu meningkat namun daya serap industri antara (tengah) di dalam negeri kurang sehingga pasar untuk industri hulu TPT adalah pasar ekspor. 

 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, di industri antara (tengah), terjadi penurunan kapasitas produksi yang antara lain disebabkan oleh permasalahan lingkungan dan mesin produksi yang sudah tua. Hal ini berimbas kepada industri hilir yang kesulitan mendapat bahan baku asal dalam negeri akibat kurangnya pasokan, sementara utilisasi produksi industri hilir baru 56%. Hal ini menyebabkan tertekannya industri hilir dalam negeri disamping juga tidak adanya pembatasan untuk impor pakaian jadi.

 

“Kita akan terus mencari titik keseimbangan, di satu sisi tetap mendukung industri dalam negeri dan menjaga tata kelola dari para pelaku ekonomi, di sisi lain kita juga memahami bahwa tantangan dan tekanan yang berasal dari perdagangan internasional ini harus terus kita waspadai secara bertahap," tutur Sri dalam keterangan persnya, Senin (14/10).

Tags:

Berita Terkait