Regulasi Baru E-Court Pengadilan: Era Baru Pengurusan dan Pemberesan Kepailitan
Kolom

Regulasi Baru E-Court Pengadilan: Era Baru Pengurusan dan Pemberesan Kepailitan

SK KMA 363/2022 menawarkan terobosan yang berani, dan patut diantisipasi sebagai faktor penting dalam peningkatan tata kelola kepailitan dan PKPU di Indonesia.

Bacaan 10 Menit

Pemerintah sudah mengatur kewajiban pelaporan ke Kementerian Hukum dan HAM sejak Permenkumham Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus, yang meliputi Pelaporan Awal, Pelaporan berkala 6 bulanan dan Pelaporan Akhir. Nyatanya kewajiban pelaporan berkala ini tidak pernah efektif, dan sempat hilang dari daftar kewajiban pelaporan Kurator pada Permenkumham Nomor 18 Tahun 2013, yang hanya mewajibkan Kurator untuk memberikan Laporan Penunjukan dan Laporan Akhir. 

Namun pada 2018, kewajiban pelaporan berkala kembali muncul pada Bab V Permenkumham 37 Tahun 2018 tentang Kewajiban Pelaporan Kurator dan Pengurus. Ketentuan ini menjadi penting, karena pada Bab VI Permenkumham 37 Tahun 2018, diatur bahwa kurator terdaftar bisa dicoret dari Daftar Kurator apabila dia tidak menyampaikan laporan Keadaan Pailit dan Pelaksanaan Tugas yang wajib dilaporkan tiga bulan sekali sebanyak dua kali berturut-turut.

Alasan lain kurator terdaftar dapat dicoret karena lalai melaporkan Laporan Akhir serta terbukti adanya benturan kepentingan dan terbukti melakukan tindakan yang dapat merugikan harta pailit berdasarkan pengaduan dari debitur, kreditur maupun pihak lain yang terkait dengan kepailitan. Artinya pelaporan merupakan fondasi krusial dari tata kelola proses pengurusan dan pemberesan, begitu seriusnya kewajiban pelaporan, maka ketidakpatuhan dapat berakibat serius bagi izin berpraktik kurator.

Di lapangan, peran Permenkumham 37 Tahun 2018 dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas praktik kurator dan pengurus, belum bisa sepenuhnya terlaksana, karena operasionalisasinya masih terkendala infrastruktur pelaporan yang belum tersedia. Keberadaan SK KMA 363/2022 merupakan kemajuan penting dalam upaya mengumpulkan dan mengolah data kepailitan, karena praktik terbaik di banyak negara, informasi tentang proses pengurusan dan pemberesan sudah lazim tersedia bagi publik.

Otoritas Kepailitan Belanda misalnya menyajikan informasi tersebut pada informasi kepailitan mereka. Sementara itu Singapura pada bisa dicek di laman ini. Sedangkan Australia dapat di cek di laman ini. Seluruh otoritas di masing-masing negara ini memiliki karakteristiknya masing-masing.

Apakah SK KMA 363/2022 akan menjadi merupakan embrio dari pusat informasi kepailitan Indonesia sebagaimana pusat informasi di negara-negara tersebut? Kelihatannya Perma 7/2022 dan SK KMA 363/2022 belum mengatur hal tersebut. Namun kebutuhan untuk adanya pusat informasi untuk menjelaskan status kepailitan suatu subyek hukum yang dapat diakses dengan mudah dan murah oleh publik merupakan bagian inheren dari transparansi kemudahan berusaha, di mana kreditur perlu dilindungi dalam berurusan dengan debitur-debiturnya. Jangan sampai karena ketiadaan informasi, para pelaku usaha terjebak untuk berurusan dengan debitur yang sudah insolven, yang tentunya sangat merugikan dan berisiko tinggi bagi usaha.

Pentingnya Keterbukaan, Pengukuran Kinerja dan Pemberesan Kepailitan

World Bank Group melalui survei Ease of Doing Business (yang sudah diakhiri September 2021 lalu) pada indikator resolving insolvency telah secara rutin mengukur indikator time and motion dari kinerja proses kepailitan di suatu negara. Caranya dengan mengukur berapa berapa lama waktu yang diperlukan bagi suatu perkara kepailitan untuk sampai ke tahap likuidasi, berapa biaya yang dikeluarkan dan berapa recovery rate yang dicapai.

Tags:

Berita Terkait