Ramai-Ramai Minta Penundaan Pengesahan RKUHP
Utama

Ramai-Ramai Minta Penundaan Pengesahan RKUHP

Bagi Komnas masih ada sejumlah ketentuan yang kurang tepat antara lain terkait pengaturan pelanggaran HAM berat, ketidakpastian hukum, dan penerapan fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium. Sebagian pasal-pasal dalam RKUHP masih bermasalah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora sedikitnya ada 3 pasal kolonial dalam RKUHP. Pertama, Pasal 223 dan Pasal 224 RKUHP tentang penghinaan presiden. Ketentuan ini pada dasarnya berasal dari pasal tentang lese mejeste yang tujuannya untuk melindungi ratu Belanda. Pasal ini sudah dibatalkan MK melalui putusan bernomor MK No.013-022/PUUIV/2006 karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip negara hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan informasi, dan prinsip kepastian hukum.

 

Kedua, Pasal 248-249 RKUHP yang mengatur penghinaan pemerintah yang sah. Nelson mencatat pasal ini sudah dibatalkan MK lewat putusan No.6/PUUV/2007. Ketentuan pidana dalam pasal ini dikenal sebagai haatzaai artikelen, yakni pasal yang melarang orang mengemukakan rasa kebencian dan perasaan tidak senang terhadap penguasa. Pasal ini digunakan kolonial Belanda terhadap bangsa Indonesia sebagai pihak yang terjajah. Delik materil ketentuan ini tidak jelas karena definisi “menimbulkan keonaran” sangat karet dan tidak terukur.

 

“Hukum pidana mewajibkan kejelasan norma dalam pengaturannya (lex certa, lex scripta, dan lex stricta),” papar Nelson mengingatkan.

 

Ketiga, Pasal 367-368 RKUHP mengenai penghinaan kekuasaan umum/lembaga negara. Dia mengingatkan komentar umum kovenan hak sipol Komisi HAM PBB No.34 poin 38 menyebut pemerintah negara peserta tidak seharusnya melarang kritik terhadap institusi, seperti kemiliteran dan administrasi negara.

Tags:

Berita Terkait