Ramai-Ramai Minta Penundaan Pengesahan RKUHP
Utama

Ramai-Ramai Minta Penundaan Pengesahan RKUHP

Bagi Komnas masih ada sejumlah ketentuan yang kurang tepat antara lain terkait pengaturan pelanggaran HAM berat, ketidakpastian hukum, dan penerapan fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium. Sebagian pasal-pasal dalam RKUHP masih bermasalah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Misalnya, pasal contempt of court, penghinaan presiden, living lawpenodaan agama, pidana mati, penghinaan pemerintah/penguasa, pidana korporasi, aborsi, narkotika, hingga pelanggaran HAM berat. Seperti yang disuarakan Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Aliansi Nasional Reformasi KUHP terdiri dari YLBHI, ICJR, LBH Jakarta, Elsam, MaPPI FHUI, PSHK, LBH Masyarakat, KontraS.      

 

Ketua YLBHI Asfinawati mencatat masih banyak pasal dalam RKUHP yang seharusnya diperbaiki. Misalnya, tentang hukum yang hidup di masyarakat dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 618 RKUHP potensial menjerat banyak orang masuk penjara karena dianggap melakukan pidana di suatu daerah yang tidak diketahui apa saja ketentuan pidana dalam living law yang ada di daerah tersebut. RKUHP tidak memberi definisi atau kriteria yang jelas tentang hukum yang hidup di masyarakat dan hukum adat. Penafsiran hukum yang hidup di masyarakat ini bersifat subyektif dan memberi kewenangan besar kepada aparat kepolisian.

 

“Ini pasal yang mengecoh, seolah itu hukum adat, tapi faktanya tidak ada tertulis dalam RKUHP,” kata Asfin dalam jumpa pers di kantor YLBHI/LBH Jakarta beberapa waktu lalu. Baca Juga: Masih Berfilosofi Kolonial Diharapkan RKUHP Tidak Buru-Buru Disahkan

 

Asfin merujuk Pasal 342 RKUHP yang dinilainya memuat norma yang tidak jelas karena tidak ada ukuran tentang apa yang dimaksud dengan “menggunakan dan memanfaatkan hewan di luar kemampuan kodratnya.” Kemudian Pasal 281 RKUHP tentang contempt of court juga memuat norma yang tidak jelas dan bisa mengancam kerja-kerja profesi advokat dan jurnalis.

 

Selain itu, Pasal 323 RKUHP tentang kriminalisasi penghinaan terhadap agama. Menurut Asfin, tidak ada penjelasan apa yang dimaksud dengan penghinaan agama. Jika penghinaan ini ditujukan kepada individu, pihak yang merasa dihina bisa melakukan pengaduan. Dalam ketentuan RKUHP ini siapa pihak yang bisa mengklaim bahwa ada ajaran yang menghina suatu agama?

 

“Ini akan menimbulkan diskriminasi yakni memilih satu tafsir agama untuk mempidanakan tafsir yang lain. Pasal ini seharusnya dihapus,” kata Asfin.

 

Aliansi menilai seharusnya pasal itu tidak dibawa ke ranah pidana, tapi perdata atau mekanisme lainnya. Jika ketentuan ini disahkan, maka DPR dan pemerintah melakukan diskriminasi yang pada prinsipnya dilarang oleh konstitusi. Aliansi mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk mendengar seluruh masukan masyarakat dengan berpegang teguh pada konstitusi. Jika ada sejumlah masukan yang tidak selaras/sejalan dengan konstitusi, DPR dan pemerintah tidak perlu mengakomodirnya dalam RKUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait