Putusan MK yang Jadi Perhatian Publik Sepanjang 2020
Utama

Putusan MK yang Jadi Perhatian Publik Sepanjang 2020

Dari permohonan PUU yang dikabulkan, ditolak, dan tidak diterima, ada beberapa putusan MK yang dianggap menarik perhatian publik.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Menurut Mahkamah, pembinaan Kementerian Keuangan kepada pengadilan pajak bukan berarti Kementerian Keuangan ikut terlibat dalam pemilihan ketua dan wakil ketua pengadilan pajak karena hakim bebas dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. Dengan pertimbangan ini, keterlibatan Menteri Keuangan hanya bersifat administratif guna menindaklanjuti hasi pemilihan ketua/wakil ketua (dari oleh para hakim pajak, red) yang diteruskan kepada Presiden setelah mendapat persetujuan Ketua MA.

Dan, terkait pengusulan pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat ketua dan wakil ketua pengadilan pajak dengan sendirinya (otomatis), keterlibatan Menteri Keuangan hanya bersifat administratif. “Mahkamah menyatakan pimpinan pengadilan pajak yakni ketua dan wakil ketua pengadilan pajak sangat penting diberikan batasan masa jabatan atau periodeisasi yang relevan satu kali periodeisasi masa jabatan selama lima tahun,” demikian kesimpulan Mahkamah.    

  1. Syarat usia minimal menjadi advokat  

Melalui Putusan MK No. 83/PUU-VIII/2020 tertanggal 25 November 2020, MK kembali menolak permohonan pengujian Pasal 3 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait syarat usia minimal 25 tahun menjadi Advokat. Permohonan ini diajukan oleh Wenro Haloho, seorang advokat magang. (Baca Juga: Alasan MK Tolak Uji Aturan Syarat Usia Advokat)

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, Pemohon mendalilkan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pemohon mendalilkan permohonan ini berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya.

Namun menurut Mahkamah, substansi alasan permohonan yang dijadikan dasar adalah sama dengan perkara Nomor 019/PUU-I/2003 yang telah diputus Mahkamah yaitu berkenaan dengan usia minimal untuk menjadi advokat. “Karena itu, Mahkamah mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 019/PUU-I/2003 bertanggal 18 Oktober 2004 dengan amar putusan menyatakan menolak permohonan Pemohon,” demikian bunyi pertimbangan putusan.

Menurut Mahkamah, adanya syarat minimal untuk menjadi advokat yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat bukanlah suatu bentuk diskriminasi karena penentuan usia tersebut tidak didasarkan atas agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, maupun keyakinan politik.

  1.  Perusahaan Asuransi dapat menjalankan lini usaha suretyship

Dalam Putusan MK No. 5/PUU-XVIII/2020 tertanggal 25 November 2020, MK menolak pengujian Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang dimohonkan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) terkait perluasan bisnis usaha perusahaan asuransi.

Dalam permohonannya, AAUI meminta agar usaha asuransi umum, asuransi jiwa, asuransi umum syariah, dan asuransi jiwa syariah dapat diperluas termasuk lini usaha suretyship. Menurut pemohon, suretyship tidak diatur secara tegas dalam pasal yang diuji. (Baca Juga: MK: Perusahaan Asuransi Dapat Menjalankan Lini Usaha Suretyship)

Mahkamah menilai norma Pasal 5 ayat (1) UU Perasuransian frasa sesuai kebutuhan masyarakat” merupakan ketentuan yang perlu diakomodir dan dipertahankan untuk menyesuaikan perkembangan industri perasuransian di masyarakat. Apabila norma ini dimaknai “termasuk lini usaha suretyship” sebagaimana yang diinginkan Pemohon dalam petitum, justru akan memberi ketidakpastian hukum bagi perusahaan asuransi untuk dapat melakukan perluasan ruang lingkup usaha dan membatasi kemungkinan adanya perluasan lini usaha lain selain suretyship.

Tags:

Berita Terkait