Putusan MK yang Jadi Perhatian Publik Sepanjang 2020
Utama

Putusan MK yang Jadi Perhatian Publik Sepanjang 2020

Dari permohonan PUU yang dikabulkan, ditolak, dan tidak diterima, ada beberapa putusan MK yang dianggap menarik perhatian publik.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Namun, saat debitur tersebut tidak sepakat, putusan pengadilan menjadi syarat dokumen pengajuan pelelangan jaminan fidusia tersebut. Ketentuan pelelangan lainnya masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan dokumen persyaratannya sesuai Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. 

  1. Jabatan wamen konstitusional, tapi dilarang rangkap jabatan

MK tidak menerima uji materi Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terkait konstitusionalitas jabatan wakil menteri (wamen) yang dapat diangkat oleh Presiden sesuai kebutuhan. Dengan begitu, jabatan wamen tetap dianggap konstitusional sebagaimana termuat dalam Putusan MK No. 79/PUU-IX/2011. Tapi, Mahkamah melarang wamen merangkap jabatan lain sebagaimana berlaku pula pada jabatan menteri.     

“Penting bagi Mahkamah menegaskan fakta yang dikemukakan para pemohon mengenai tidak adanya larangan jabatan Wakil Menteri yang mengakibatkan Wakil Menteri dapat merangkap sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau swasta,” demikian bunyi pertimbangan Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019 yang dibacakan, Kamis (27/8/2020) lalu. (Baca Juga: MK: Jabatan Wamen Konstitusional, Tapi Dilarang Rangkap Jabatan)  

Menurut Mahkamah, pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana pengangkatan dan pemberhentian Menteri, sehingga Wakil Menteri haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana status yang diberikan kepada Menteri. “Dengan status demikian, seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara berlaku pula bagi Wakil Menteri.”

Hanya saja, ketika seorang advokat konstitusi, Viktor Santoso Tandiasa melayangkan uji materi Pasal 23 UU Kementerian Negara terkait larangan menteri rangkap jabatan, permohonan ini diputus tidak dapat diterima pada 26 Oktober 2020 lewat putusan MK No. 76/PUU-XVIII/2020. Alasan MK, pemohon tidak spesifik dan aktual menguraikan kerugian konstitusional atas berlakunya Pasal 23 UU 39/2008 itu. Padahal, pemohon hanya meminta agar MK menegaskan larangan rangkap jabatan berlaku pada jabatan wakil menteri sebagaimana tertuang dalam putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019.

  1. MK tetapkan pemilihan dan masa jabatan pimpinan pengadilan pajak

Dalam Putusan MK No. 10/PUU-XVIII/2020 tertanggal 28 September 2020, MK mengabulkan sebagian pengujian Pasal 8 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak terkait mekanisme pemilihan pimpinan pengadilan pajak. Mahkamah menyatakan Pasal 8 ayat (2) UU Pengadilan Pajak inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai ketua dan wakil ketua pengadilan pajak diangkat oleh Presiden dari dan oleh hakim (pajak) yang sebelumnya diusulkan Menteri Keuangan dengan persetujuan Ketua MA untuk masa jabatan selama 5 tahun.

“Menyatakan Pasal 8 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan, ‘Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung’, bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden yang dipilih dari dan oleh para Hakim (Pajak, red) yang selanjutnya diusulkan melalui Menteri (Keuangan, red) dengan persetujuan Ketua MA untuk 1 kali masa jabatan selama 5 tahun’,” demikian amar Putusan MK No. 10/PUU-XVIII/2020 yang dibacakan, Senin (28/9/2020) lalu. (Baca Juga: MK ‘Rombak’ Pemilihan dan Tetapkan Masa Jabatan Pimpinan Pengadilan Pajak)

Tags:

Berita Terkait