Menurut UU, eksekusi mati harus di depan regu tembak. Ini kan negara hukum, bagaimana aturan dan pelaksanaan eksekusi kan sudah diatur, jelasnya. Undang-Undang yang dimaksud Thomson adalah UU No. 2 PNPS Tahun 1969 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati Pidana Umum dan Militer.
Sementara Michdan meminta agar Kejaksaan jangan menafsirkan UU secara letter lijk. Tergantung kepentingan masyarakatnya, ujarnya. Ia meminta seharusnya ada pembaharuan dalam sistem dan penegakan hukum di Indonesia.
Bahkan, menurut Michdan, cara pancung bila dilihat dari segi medis lebih manusiawi. Ia mengaku sudah berdiskusi dengan beberapa dokter yang berpendapat seperti itu. Di leher ada syaraf yang bila dipancung tidak akan menimbulkan rasa sakit yang besar, jelasnya berdasarkan hasil diskusi dengan dokter tersebut.
Oleh sebab itu, Michdan akan mengirim surat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk meminta fatwa terkait pelaksanaan hukuman mati. Tapi usaha itu masih akan ditunda. Sampai saat ini, karena belum ada ketegasan kapan pelaksanaan eksekusi itu, kami belum mengajukan surat atau fatwa ke MUI, jelasnya.