Prof Saldi Isra Beberkan Misteri Putusan Syarat Usia Capres-Cawapres
Utama

Prof Saldi Isra Beberkan Misteri Putusan Syarat Usia Capres-Cawapres

MK mengubah pendirian dan sikap dalam sekelebat pada hari yang sama. Seharusnya MK seharusnya menerapkan judicial restraint dengan menahan diri untuk tidak masuk dalam kewenangan pembentuk UU.

Ady Thea DA
Bacaan 7 Menit

Sadar atau tidak, putusan terhadap ketiga perkara itu bagi Saldi menutup ruang adanya tindakan selain dilakukan oleh pembentuk UU. Kendati demikian bukan kali ini saja MK berubah pendirian, tapi perubahan itu tak pernah secepat ini dimana terjadi dalam hari yang sama. Perubahan pendirian itu tak hanya mengesampingkan putusan sebelumnya, tapi didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapat fakta-fakta penting yang berubah di tengah masyarakat.

Lalu, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga MK mengubah pendiriannya dari amar menolak dalam putusan perkara No.29-51-55/PUU-XXI/2023 menjadi dikabulkan dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023?. Saldi menghitung secara keseluruhan ada belasan permohonan untuk menguji batas minimal usia calon Presiden dan Wakil Presiden dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017.

Hukumonline.com

Susana persidangan pembacaan putusan di ruang sidang Gedung MK. Foto: RES

Setidaknya ada 2 gelombang permohonan. Pertama, pemeriksaan terhadap perkara No.29-51-55/PUU-XXI/2023 dan hanya ketiga perkara ini yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengar keterangan sebagimana dimaksud pasal 54 UU MK yakni Presiden dan DPR. Serta mendengarkan keterangan pihak terkait, ahli pemohon, dan ahli pihak terkait. Rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus ketiga perkara itu pada 19 September 2023 dihadiri 8 hakim konstitusi yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Perubahan sikap

Ketua sekaligus anggota MK Anwar Usman tak hadir dalam RPH itu sehingga hasilnya 6 hakim konstitusi sepakat menolak permohonan dan tetap menempatkan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy). Sisanya, 2 hakim konstitusi memilih sikap berbeda (dissenting opinion). Tercatat 2 hakim yang berpendapat berbeda dalam perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah.

Terjadi perubahan sikap sebagian hakim konstitusi terjadi dalam RPH pengambilan putusan gelombang kedua. Yakni, permohonan perkara 90/PUU-XXI/2023 dan 91/PUU-XXI/2023. Kali ini RPH dihadiri Ketua dan anggota MK Anwar Usman sehingga lengkap 9 hakim konstitusi membahas putusan gelombang kedua.

Beberapa hakim konstitusi yang sebelumnya dalam perkara No.29-51-55/PUU-XXI/2023 bersikap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum opened legal policy, seketika menunjukkan ‘ketertarikan’ dengan model alternatif yang dimohonkan dalam petitum perkara No.90/PUU-XXI/2023. Padahal alternatif itu secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam putusan MK perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023. Berubahnya pandangan dan pendapat sejumlah hakim konstitusi itu memicu pembahasan lebih detil dan alot, sehingga ditunda dan diulang beberapa kali. Pemohon sempat menarik permohonan No.90-91/PUU-XXI/2023, tapi sehari kemudian membatalkan penarikan itu.

“Terlepas dari ‘misteri’ yang menyelimuti penarikan dan pembatalan penarikan itu yang berselang satu hari, sebagian hakim konstitusi yang dalam putusan 29-51-55/PUU-XXI/2023 berada pada posisi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk UU, kemudian pindah halauan dalam mengambil posisi akhir dengan mengabulkan sebagian perkara 90/PUU-XXI/2023,” ujar Saldi.

Tags:

Berita Terkait