Problematika Hubungan Kerja di Masa Pandemi, Begini Pandangan Sejumlah Akademisi
Fokus

Problematika Hubungan Kerja di Masa Pandemi, Begini Pandangan Sejumlah Akademisi

Jutaan orang kehilangan pekerjaan. Perundingan pengusaha-pekerja, serta campur tangan pemerintah penting dilakukan untuk mencari solusi terbaik.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Berdasarkan penelusuran hukumonline, alasan-alasan force majeur itu telah berkembang dalam praktik. Bukan hanya tutupnya operasional usaha karena kantor/pabrik terbakar dan bencana alam, tetapi juga karena kebijakan pemerintah yang membuat core business perusahaan terhenti.

(Baca juga: Penting!!! Inilah Putusan-Putusan PHK Akibat Force Majeur).

Pada umumnya, bencana alam diakui sebagai dasar legal bagi perusahaan melakukan PHK. Penyebaran Covid-19 telah ditetapkan Pemerintah melalui Keppres No. 12 Tahun 2020 sebagai bencana nasional. Cuma, sifatnya adalah bencana non-alam. Apakah dengan demikian penyebaran Covid-19 dan kebijakan membatasi mobilitas warga dapat dijadikan alasan force majeur untuk PHK?

Sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, force majeur dapat dijadikan alasan PHK. Pengusaha dapat berpijak pada kebijakan pemerintah yang menyebabkan operasional perusahaan terganggu. Sejumlah akademisi dalam webinar juga berpandangan bahwa Keppres No. 12 Tahun 2020 dapat dipakai sebagai pijakan force majeur. Tetapi penting digarisbawahi bahwa pengusaha tidak dapat begitu saja menyebut force majeur. Pengurus P3HKI, Imam Budi Santoso, menegaskan harus dibuktikan terlebih dahulu kerugian yang dialami perusahaan akibat dampak Covid-19. Joice juga menyebutkan dampak langsung Covid-19 terhadap operasional perusahaan harus dibuktikan. “Ketika PHK tidak dapat dihindari, maka wabah Covid-19 jangan dijadikan alasan perusahaan mem-PHK pekerja tanpa dibuktikan terlebih dahulu kerugian yang dialami perusahaan akibat dampak Covid-19,” paparnya dalam presentasi webinarnya.

Intinya, alasan force majeur itu tidak bisa dijadikan alasan secara serta merta. Harus dilihat kasus demi kasus agar jelas korelasi antara penetapan darurat oleh pemerintah dengan berhenti beroperasinya perusahaan. Jika terjadi sengketa, maka hakim harus benar-benar menguji kebenaran klaim perusahaan atas force majeur.

(Baca juga: Guru Besar Ini Bicara PHK Alasan Force Majeur Dampak Covid-19).

Agar tidak menimbulkan sengketa ketenagakerjaan yang kompleks, para akademisi mengusulkan solusi duduk bersama merundingkan jalan keluar terbaik. Bagaimanapun, situasi pandemi telah berdampak terhadap pekerja dan pengusaha, dan kondisi ini tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. Asri Wijayanti menyebutkan berunding adalah jalan keluar yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kedua pihak harus mempertimbangkan untung rugi pada opsi yang dipilih. Berunding adalah konsekuensi yuridis jika ada kondisi yang tak dapat dihindari kedua belah pihak.

Pekerja Migran

Selain ancaman PHK terhadap pekerja di dalam negeri, ada problematika pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Faktanya, penerapan lockdown atau pembatasan di beberapa negara berimbas pada pekerja migran Indonesia  sehingga banyak yang dipulangkan. Mereka yang dipulangkan ke Tanah Air pun tidak otomatis bisa pulang ke rumah karena ada penolakan dari masyarakat yang khawatir terdampak virus. Masalah lain adalah tertundanya pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Agusmidah, melihat bahwa pekerja migran juga menjadi rentah secara ekonomi dan sosial. Di satu sisi, hubungan kerja mereka diputus dan harus kembali ke Tanah Air; dan sisi lain berpotensi terjangkit virus atau dianggap sebagai sumber penularan.

Tags:

Berita Terkait