Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat
Fokus

Praktik Mafia Kehutanan Tak Lepas dari Peran Aparat

Banyak kebijakan Menteri Kehutanan yang lebih berpihak pada pengusaha. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum diharapkan bisa bekerja lebih intensif.

Yoz
Bacaan 2 Menit

 

Perorangan

Nilai (Rp)

Perusahaan

Nilai (Rp)

T. Azmun Jaafar

T. Lukman Jaafar

Asral Rahman

Fredrik Suli

Sudirno

19,83 miliar

8,25 miliar

600 juta

190 juta

50 juta

PT Riau Andalan Pulp and Paper

PT Merbau Palalawan Lestari

PT Selaras Abadi utama

PT Uniseraya

CV. Putri Lindung Bulan

CV. Tuah Negeri

CV. Mutiara Lestari

PT Rimba Mutiara Permai

PT Mitra Tani Nusa Sejati

PT Bhakti Praja Mulia

PT Trio Mas FDI

PT Satria Perkasa Agung

PT Mitra Hutani Jaya

CV. Alam Jaya

CV. Harapan Jaya

PT Madukuro

PT Yos Raya Timber

939.29 miliar

7,68 miliar

6,999 miliar

13,03 miliar

54,48 miliar

4,63 miliar

282 juta

7,11 miliar

16,88 miliar

10,74 miliar

13,39 miliar

94,82 miliar

87,92 miliar

12,93 miliar

13,73 miliar

17,6 miliar

6 miliar

Sumber: ICW

 

Tidak konsisten

Sementara itu, Wan Abubakar berpandangan, sejak dirinya menjadi ketua Tim Illegal Logging di Riau, banyak pejabat dengan mudah mengeluarkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) kepada pengusaha, terutama sebelum tahun 2002. Pada saat itu, katanya, memang diberikan pelimpahan kewenangan kepada kepala daerah.

 

Bukan hanya itu, Kementerian Kehutanan dianggap banyak mengeluarkan peraturan yang sangat bertentangan sehingga terjadi banyak perubahan. Tidak sedikit kebijakan yang dibuat Menteri Kehutanan yang berpihak pada pengusaha kayu, bukan kepada rakyat. Itu terjadi di era MS Kaban maupun sebelumnya.

 

Namun setelah tahun 2002, lanjut Abubakar, keluar ketentuan pemerintah No 34 Tahun 2002 yang menyebutkan, Menteri Kehutanan melarang pemerintah daerah melarang untuk mengeluarkan atau menerbitkan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPPHK-HA). “Jadi, sebenarnya ini adalah ulah dari kebijakan Menteri Kehutanan yang tidak konsisten,” katanya.

 

Ia juga meminta kepada Menteri Kehutanan yang sekarang untuk berani melakukan reformasi terhadap perubahan peraturan yang selama ini tidak konsisten tersebut, terutama UU Nomor 41 tahun 1999.

 

Terkait kasus Tengku Azmun Jaafar, dirinya meyakini bahwa yang bersangkutan tidak melakukannya sendiri. Sebab ada mata rantai terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur yang bernama Rencana Kerja Tahunan (RKT). “Izin itu tidak akan keluar bila tidak ada RKT,” ujarnya.

 

Abubakar mengaku, saat pertemuan pertamakali dengan Menteri Kehutanan, ia sudah meminta agar kasus-kasus mafia kehutanan diselesaikan. “Bahkan, untuk kasus di Riau, kami sudah beri masukan dan beberapa bahan kepada menteri kehutanan,” tuturnya. Tapi, sambungnya, ternyata itu masukan itu mentok dengan alasan kasus tersebut sudah di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).

Halaman Selanjutnya:
Tags: