Peta Pandangan Para Pihak Sebelum Putusan MK tentang Jaminan Fidusia
Berita

Peta Pandangan Para Pihak Sebelum Putusan MK tentang Jaminan Fidusia

Mahkamah Konstitusi menyatakan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa tidak otomatis mempunyai kekuatan eksekutorial.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Tulus berpendapat peta besar permasalahan leasing saat ini adalah leasing itu menjadi sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah di Indonesia, namun tidak ada instrumen pengendalian. Sebenarnya pengaturan uang muka untuk kendaraan roda dua ataupun roda empat adalah 20 persen sampai 30 persen dari harga jual. Di lapangan ketentuan ini sering dilanggar. Konsumen dapat membawa pulang kendaraan meskipun tanpa down payment (DP). Menurut ahli, leasing menjadi faktor pemicu polusi di kota besar dan bahkan kecelakaan kendaraan bermotor, saat ini ada 30.000 orang meninggal di jalan raya karena kecelakaan kendaraan bermotor dan khususnya roda dua.

 

“YLKI mendorong agar adanya revisi regulasi terkait dengan kontrak perjanjian ini khususnya menyangkut masalah penarikan kendaraan dan perilaku debt collector karena 2 hal ini sering terjadi di lapangan dan merugikan konsumen karena berawal dari perjanjian tidak fair atau regulasi yang tidak fair dan juga praktik-praktik di lapangan yang melanggar atau dilanggar oleh pelakunya,” ujarnya.

 

Banyak konsumen yang tidak paham bahwa ketika mereka melakukan perjanjian dengan leasing, dia akan hanya sewa-beli, dia sebenarnya menyewa kendaraannya, setiap bulan dia harus membayar sewa itu, sehingga ketika dia menunggak walaupun tinggal tiga bulan, kendaraannya harus diambil oleh kreditor. Hal ini merupakan regulasi yang tidak adil bagi konsumen. Di satu sisi konsumen telah membayar uang muka yang ditentukan, di sisi lain kendaraan sewaktu dapat diambil tanpa peduli berapa bulan lagi sisa tunggakan.

 

Untuk mengatasi persoalan yang sama di kemudian hari, Tulus mengutip pandangan Profesor Sutan Remy Sjahdeini, jalan keluarnya adalah membuat perjanjian standar yang dibuat oleh OJK. Tujuannya agar ada keseimbangan keadilan kepada debitor dan kreditor.

 

Pandangan Pemerintah

Pemerintah atau Presiden juga menyampaikan keterangan tertulis. Menurut pemerintah, apa yang didalilkan pemohon bukan merupakan kerugian konstitusional yang bertentangan dengan UUD. Pemohon seharusnyavmemahami secara baik bahwa UU Jaminan Fidusia sebagai landasan perikatan Pemohon terutama ketentuan atas eksekusi jaminan fidusia.

 

Pemerintah berpendapat Sertifikat Jaminan Fidusia No. WII.0167952.AH.05.01 merupakan bukti bahwa Pemohon telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian perdata sebagai penjanjian fidusia. Secara normative, perjanjian ini berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mau tidak mau pemohon harus taat dan mematuhi kontrak yang sudah dibuat.

 

Sesuai bukti Sertidikat Jamina Fidusia, kerugian Pemohon merupakan kerugian hukum secara keperdataan. Kalaupun pemohon mempersoalkan, lebih pada implementasi perjanjian, yaitu cara eksekusi jaminan fidusia. Ini juga terbukti dari Putusan PN Jakarta Selatan Nomor 345/PDT.G/2018/ PN.Jkt.Sel yang mengabulkan gugatan pengugat untuk sebagian membuktikan telah terjadi sengketa hukum dari sengketa perdata menjadi sengketa pidana.

Tags: