Pertamina Ajukan Perlawanan Eksekusi Putusan ICC
Utama

Pertamina Ajukan Perlawanan Eksekusi Putusan ICC

Pertamina menilai putusan ICC cacat hukum sehingga tidak bisa dieksekusi. Karena itu Pertamina mengajukan perlawanan atas putusan ICC ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mon
Bacaan 2 Menit
Rencananya, persidangan akan digelar pada Rabu (15/12) pekan depan. Bertindak selaku majelis hakim Sugeng Riyono. Sebelumnya, Sugeng juga memimpin persidangan atas permohonan pembatalan arbitrase. Pascaputusan ICC, melalui kuasa hukumnya Anita Kolopaking, majelis arbiter mendaftarkan putusan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 April lalu. Partial Award (Putusan Awal) 22 September 2008 dan Final Award (Putusan Akhir) 27 Februari 2009 didaftarkan sebagai putusan arbitrase internasional. Pendaftaran itu disertai dengan permintaan eksekuator sesuai Pasal 66 UU No. 30/1999. Akta pendaftaran putusan arbitrase itu tercatat dalam akta No. 02/PDT/ARB-INT/2009/PN.JKT.PST. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lalu telah menerbitkan penetapan eksekuatur No. 4571 pada 23 April 2009. Di saat PT Lirik menunggu penetapan aanmaning, Pertamina mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase ICC ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 Mei 2009.Tujuh bulan berselang setelah putusan didaftarkan, tepatnya 6 November, Pertamina menerima panggilan aanmaning (teguran) dari juru sita pengadilan. Isi aanmaning memerintahkan Pertamina menghadap ketua pengadilan pada 17 November 2009. Pertamina juga diminta memenuhi kewajiban sesuai amar putusan ICC. Majelis arbiter menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar AS$ 34,495 juta kepada PT Lirik lantaran melanggar Enhanced Oil Recovery (EOR) Contract. Dalam Final Award, majelis arbitrase juga menghukum Pertamina untuk mengganti kerugian sebesar AS$ 34,172 juta dan biaya perkara sebesar AS$ 323.250. Pertamina juga dihukum membayar bunga 6 persen setiap tahun dari jumlah ganti rugi sejak Final Award dijatuhkan hingga putusan dieksekusi.Untuk menangkis aanmaning itulah Pertamina mengajukan permohonan perlawanan eksekusi. Dalil yang diajukan pun tak jauh berbeda dengan permohonan pembatalan arbitrase. Dari berkas perlawanan, kuasa hukum Pertamina yang digawangi M. Yahya Harahap, menilai putusan arbitrase cacat yuridis. Bila dieksekusi menimbulkan rusak dan hancurnya nilai-nilai kepatuhan dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Putusan DomestikKuasa hukum Pertamina berpendapat putusan ICC merupakan putusan arbitrase nasional (domestik) karena tempat arbitrase di Jakarta. Dengan begitu, putusan ICC harus mencantumkan irah-irah “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam putusannya. Sebaliknya, putusan ICC minus irah-irah itu.
Tags:

Berita Terkait