Pertamina Ajukan Perlawanan Eksekusi Putusan ICC
Utama

Pertamina Ajukan Perlawanan Eksekusi Putusan ICC

Pertamina menilai putusan ICC cacat hukum sehingga tidak bisa dieksekusi. Karena itu Pertamina mengajukan perlawanan atas putusan ICC ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mon
Bacaan 2 Menit
 
Untuk menangkis aanmaning itulah Pertamina mengajukan permohonan perlawanan eksekusi. Dalil yang diajukan pun tak jauh berbeda dengan permohonan pembatalan arbitrase. Dari berkas perlawanan, kuasa hukum Pertamina yang digawangi M. Yahya Harahap, menilai putusan arbitrase cacat yuridis. Bila dieksekusi menimbulkan rusak dan hancurnya nilai-nilai kepatuhan dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.
 
Putusan Domestik
Kuasa hukum Pertamina berpendapat putusan ICC merupakan putusan arbitrase nasional (domestik) karena tempat arbitrase di Jakarta. Dengan begitu, putusan ICC harus mencantumkan irah-irah “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam putusannya. Sebaliknya, putusan ICC minus irah-irah itu.
 
Selain itu, putusan arbitrase dinilai melanggar ketertiban umum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mendudukan Pertamina sebagai pemegang otoritas kuasa pertambangan minyak dan gas (migas). Selaku kuasa, Pertamina berhak mewakili pemerintah dan mengendalikan kebijakan penetapan status komersial suatu lapangan pertambangan produksi.
 
Dengan otoritas itu, Pertamina memiliki hak eksklusif sehingga posisinya tidak mutlak sejajar dengan pihak kontraktor dan investor dalam memenuhi pelaksanaan suatu perjanjian. Hal itu berlaku pula dalam EOR Contract antara Pertamina dan PT Lirik.
 
EOR Contract sendiri mencantumkan pernyataan hukum yang mendudukan dan menempatkan perusahaan negara (Pertamina) memiliki kuasa pertambangan eksklusif untuk Migas
 
Namun putusan arbitrase menampik kewenangan Pertamina. Dalam pertimbangannya, majelis arbitrase menyatakan pertamina tidak memiliki diskresi tanpa batas dan harus memutuskan dengan merujuk pada ketentuan dan jiwa dari EOR Contract. Kontrak itu mengikat secara hukum dimana Pertamina secara sukarela masuk dalam perjanjian tersebut bersama PT Lirik sehinga mengikat kedua belah pihak. Tindakan Pertamina yang menolak persetujuan status komersial yang diajukan PT Lirik keliru.
 
Permohonan pendaftaran dan permintaan eksekutor dinilai tidak memenuhi syarat Pasal 67 ayat (2) huruf c UU No. 30/1999. Seharusnya disertai surat keterangan dari perwakilan diplomatik RI di negara tempat putusan arbitrase internasional itu ditetapkan. Isinya, menyatakan negara pemohon terikat baik secara bilateral maupun multilateral dengan Indonesia perihal pengakuan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Tags:

Berita Terkait