Perketat Syarat Penggunaan Omnibus Law dalam RUU Pembentukan Perundang-undangan
Utama

Perketat Syarat Penggunaan Omnibus Law dalam RUU Pembentukan Perundang-undangan

Harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, bukan sesaat. Sebab banyak UU yang terdampak dari penggunaan metode omnibus law.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Revisi Undang-Undang No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) resmi menjadi usul inisiatif DPR. Sejumlah muatan materi yang cenderung fokus pada pengaturan metode omnibus law menjadi bagian penting dalam menjustifikasi dalam pembuatan sejumlah peraturan perundangan. Namun perlu dibuat aturan syarat penggunaan metode omnibus law di dalam RUU tersebut.

Juru bicara Fraksi Partai Gerindra, Jefry Romdonny dalam pandangan fraksinya berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020 satu di antaranya memerintahkan adanya pengaturan metode omnibus law. Karenanya perlu pengaturan terkait mekanisme omnibus law dan pembatasan penggunaannya.

Dia mengakui omnibus law menjadi metode yang memiliki banyak kelebihan. Seperti mengurangi potensi disharmonisasi dan tumpang tindih peraturan perundangan, waktu pembahasan lebih cepat, tercipta efisiensi hingga harmonisasi hukum dan efisiensi anggaran. Sebaliknya, metode ini juga memiliki kekurangan. Seperti, kurang ketelitian dan kehati-hatian dalam perumusan setiap norma pasal. Sebab banyak UU yang terdampak.

Peraturan perundangan memiliki implikasi besar terhadap rakyat, sehingga pembentukannya mesti teliti, cermat, aspiratif dan menghindari kesalahan typo. Kendati pembetulan typo telah diakomodir dalam RUU, namun sedapat mungkin dihindari kesalahan. Karena itulah penggunaan metode omnibus law harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, serta bukan sesaat.

“Fraksi Gerindra berpandangan agar dibuat aturan yang ketat terkait penggunaan metode omnibus law, sehingga penggunaanya akan lebih selektif,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Baca Juga:

Juru bicara Fraksi Golkar Saniatul Lativa berpandangan, omnibus law bukanlah metode yang baru diterapkan dalam pembentukan peraturan perundangan di Indonesia. Hanya saja nomenklatur omnibus law baru populer saat pembentukan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tags:

Berita Terkait