Perketat Syarat Penggunaan Omnibus Law dalam RUU Pembentukan Perundang-undangan
Utama

Perketat Syarat Penggunaan Omnibus Law dalam RUU Pembentukan Perundang-undangan

Harus selektif dan ketat hanya diperuntukan bagi RUU yang memiliki implikasi besar terhadap kepentingan negara, bukan sesaat. Sebab banyak UU yang terdampak dari penggunaan metode omnibus law.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Omnibus law menjadi konvensi ketatanegaraan di saat peraturan perundangan yang ada bersifat pasif dan tak mampu menjawab tantangan kondisi kekinian yang harus segera diatasi. Boleh dibilang, omnibus law konvensi ketatanegaraan untuk memenuhi kebutuhan hukum yang tidak bisa diberikan oleh UU 12/2011.

“Harus ada standar tertentu kapan metode omnibus law bisa digunakan di dalam proses pembentukan peraturan perundangan,” ujarnya.

Hal senada juga diutarakan juru bicara Fraksi PKS, Bukhori. Menurutnya, prasyarat dalam penggunaan metode omnibus law bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, kualitas legislasi dan melibatkan partisipasi masyarakat. Ia mengusulkan agar metode omnibus law hanya dapat digunakan untuk penyusunan peraturan perundangan terhadap satu bidang atau topik khusus tertentu (kluster, red).

Tujuannya agar penyusunan peraturan perundangan fokus pada satu tema spesifik tertentu. Selain itu, ia juga mengusulkan agar diperlukan alokasi pengaturan waktu yang memadai untuk penyusunan peraturan perundangan yang menggunakan metode omnibus law. “Agar penyusunan tidak dilakukan tergesa-gesa dengan mengabaikan partisipasi publik,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan, delapan dari sembilan fraksi memberikan persetujuan terhadap RUU PPP menjadi usul insiatif DPR dalam rapat paripurna. Hanya F-PKS yang menolak RUU tersebut disetujui menjadi usul inisiatif DPR. Sebab RUU tersebut baru beberapa kali dibahas di Badan Legislasi. Karenanya perlu pendalaman terlebih dahulu sebelum diambil keputusan menjadi usul insiatif.

Tags:

Berita Terkait