Pemerintah Jamin e-KTP Boleh untuk Mencoblos Asalkan…
Berita

Pemerintah Jamin e-KTP Boleh untuk Mencoblos Asalkan…

Pemilih belum terdaftar dalam DPT. Jika belum memiliki e-KTP, bisa menggunakan akta kelahiran, paspor, maupun kartu keluarga (KK). Permohonan uji materi ini akan diputus pada hari Kamis (28/3/2019).

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, perlu pembentukan TPS khusus bukan hanya berbasis pada DPTb, tetapi juga TPS khusus untuk mengakomodir pemilih yang hanya memiliki KTP nonelektronik dan belum melakukan perekaman e-KTP ataupun pemilih kelompok rentan, seperti panti sosial, lapas, dan sebagainya.

 

Selain itu, pemilih yang pindah memilih (DPTb) perlu diberi hak untuk memilih calon anggota legislatif selain calon presiden dan wakil presiden. Terkait penghitungan suara di hari yang sama, MK perlu mempertimbangkan untuk memberi tafsir terkait hal tersebut atau KPU mengusulkan kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu penghitungan surat suara di TPS untuk mengantisipasi penghitungan surat suara tidak selesai di hari yang sama,” kata dia.

 

Di akhir persidangan, Ketua Anwar Usman mengatakan akan memutus perkara uji materi ini pada Kamis (28/3/2019) sekitar pukul 10.00 WIB. Sementara untuk pemberian kesimpulan dari para pihak, MK memberi batas waktu hingga Selasa (26/3/2019) pukul 10.00 WIB. (Baca juga: Pemohon Uji Materi UU Pemilu Klaim Didukung KPU)

 

Permohonan pengujian sejumlah pasal itu diajukan oleh dua kelompok Pemohon. Pemohon pertama, mempersoalkan mulai lokasi tempat pemungutan suara (TPS), proses penghitungan suara di TPS, pindah lokasi untuk memilih yang berhubungan dengan Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb), hingga syarat memilih harus memiliki KTP elektronik (e-KTP). Sebab, aturan itu secara teknis berpotensi menghambat, menghalangi, dan mempersulit hak konstitusional warga negara serta mengganggu keabsahan pemilu. 

 

Permohonan pertama dengan No. 20/PUU-XVII/2019 diajukan oleh Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini; Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay; Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas Feri Amsari; dua orang warga binaan di Lapas Tangerang Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar; dan dua karyawan Muhamad Raziv Barokah dan Sutrisno.

 

Pemohon ini menilai hak memilih sebagai hak konstitusional yang harus dilindungi tidak boleh dihambat, dihalangi, ataupun dipersulit oleh ketentuan prosedur administratif apapun. Pasal-pasal yang diuji konstitusionalitasnya dalam perkara a quo adalah pasal-pasal yang secara prosedur administratif menghambat, menghalangi, dan mempersulit warga negara untuk menggunakan hak dalam pemilu. Karena itu, pasal-pasal itu harus dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945.

 

Sementara permohonan kedua dengan perkara No. 19/PUU-XVII/2019 dimohonkan oleh Joni Iskandar dan Roni Alfiansyah yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Keduanya, mempersoalkan ketentuan hak pilih bagi pemilih yang pindah domisili/tempat untuk diakomodir dalam DPTb.

Tags:

Berita Terkait