Pembentuk UU Jelaskan Rasionalitas Perppu 1/2020 Saat Disahkan
Utama

Pembentuk UU Jelaskan Rasionalitas Perppu 1/2020 Saat Disahkan

DPR diminta mengawal pelaksanaan Perppu 1/2020 penanganan Covid-19 dan dampaknya yang mengancam perekonoiman nasional dan sistem stabilitas keuangan nasional. Dalam lima catatannya, PSHTN FHUI menyimpulkan pelaksanaan Perppu 1/2020 potensi besar disalahgunakan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Soal tujuan dari mencantumkan frasa ‘adanya itikad baik’ dalam Pasal 27 Perppu 1/2020 ini, kata Sri Mulyani, tidak dimaksudkan imunitas absolut. Namun lebih meningkatkan kepercayaan diri pengambil dan pelaksana kebijakan dalam kerangka dan sistem hukum sesuai Perppu 1/2020 ini. Menurutnya, ketentuan perlindungan hukum merupakan hal lazim diberikan UU bagi para pihak dalam menjalankan tugas yang diatur dalam berbagai UU.

 

Seperti UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) dan UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Bahkan, dalam Putusan MK terkait Pengujian UU MD3 itu, dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah tidak mempersoalkan klausul perlindungan hukum bagi pelaksana kebijakan sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

“Peran dukungan DPR senantiasa kami harapkan mengawal pelaksanaan Perppu 1/2020 dalam penanganan Covid-19 dan dampaknya yang mengancam perekonoiman nasional dan sistem stabilitas keuangan nasional,” ujarnya.

 

Berpotensi disalahgunakan

Terpisah, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI) berpandangan, terdapat paling kurang lima catatan kritis terkait materi muatan Perppu No. 1/2020. Ketua PSHTN FHUI Mustafa Fakhri, kelima catatan itu semestinya menjadi pertimbangan dalam pembahasan dan pengesahan Perppu ini.

 

Pertama, Perppu 1/2020 berpotensi mengembalikan absolute power dalam pembentukan peraturan perundang-undangan oleh Presiden. Pasal 12 Perppu No. 1/2020 memberi ruang kepada Presiden untuk dapat mengeluarkan APBN hanya berdasar Perpres. “Hal ini sama saja dengan menghilangkan checks and balances, salah satu karakteristik yang sangat esensial dalam kehidupan demokrasi suatu negara,” kata Mustafa dalam keterangannya.

 

Kondisi ini bakal membuat celah Presiden untuk dapat bertindak absolut dalam menentukan anggaran keuangan negara tanpa adanya persetujuan dari rakyat melalui DPR. Padahal, salah satu gagasan besar dari tercetuskannya gerakan reformasi 22 tahun silam adalah perlawanan terhadap absolutisme eksekutif.

 

Kedua, substansi dari Pasal 27 Perppu No. 1/2020 menjadikan hilangnya sejumlah pengawasan konstitusional DPR maupun kewenangan lembaga yudisial dalam menyidangkan perkara terkait penyimpangan yang boleh jadi dilakukan oleh pejabat publik dalam penanggulangan Covid-19.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait